DKPP Urus Perkara Cinta Terlarang hingga Asusila Penyelenggara Pemilu

Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu memproses puluhan pengaduan tahun ini, di mana perkara asusila hingga rumah tangga meningkat.

oleh M Syukur diperbarui 14 Okt 2020, 07:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2020, 07:00 WIB
Ilustrasi Pemilu.
Ilustrasi Pemilu. (Liputan6.com/M Syukur)

Liputan6.com, Pekanbaru - Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) memproses 81 pengaduan sejak tahapan Pilkada serentak dimulai di Indonesia. Beberapa di antaranya sudah disidangkan dan sisanya masih proses gelar perkara.

Menurut Tim Asistensi DKPP Suparmin, pengaduan soal asusila meningkatkan dibanding tahun lalu. Ada belasan perkara sedang ditangani dan tak menutup kemungkinan terus bertambah karena keberanian masyarakat melapor ke DKPP.

Dulu, sebut Suparmin, pengaduan penyelenggara Pemilu mulai dari KPU hingga PPS melakukan asusila sangat sedikit. Ada dugaan ini menjadi fenomena gunung es yang tertahan bertahun lamanya.

"Misalnya di Papua ada kasus antara ketua KPU dengan Kasubbag," sebut Suparmin di Pekanbaru.

DKPP tahun ini juga menerima laporan urusan rumah tangga penyelenggara Pemilu. Salah satu kasus yang ditangani adalah cinta segi empat salah satu penyelenggara Pemilu.

"Jadi dia ini punya istri dan dua selingkuhan, ini yang diproses," kata Suparmin.

Terkait asusila, Suparmin menyatakan tidak ada kompromi dari DKPP. Jika memang terbukti, sanksi pencopotan dari jabatan harus dijatuhkan.

"Dihentikan secara tetap, makanya terkait status sewaktu mendaftar itu harus jujur," ucap Suparmin.

 

Simak video pilihan berikut ini:

Pemilu Bermartabat

Sementara itu, anggota DKPP Prof Teguh Prasetyo menjelaskan, keberadaan lembaganya untuk menjaga Pemilu bermartabat. Ini sebagai pembendung karena sistem Pemilu di Indonesia itu sangar liberal dan pengaruh kapital atau uang sangat kuat.

Teguh mencontohkan, suara antara warga biasa dengan orang punya jabatan sama saat Pemilu. Kemudian pihak yang ingin menjadi kepala daerah harus punya uang sebagai mahar politik.

"Kekuatan kapital ini yang bisa mempengaruhi, makanya DKPP hadir untuk menjaga pelaksanaan Pemilu bermartabat. Salah satu contoh, penyelenggara Pemilu itu tidak boleh ngopi dengan calon kepala daerah," katanya.

Selain peran media, Teguh meminta masyarakat aktif mengontrol penyelenggara Pemilu. Dugaan pelanggaran harus dilaporkan karena DKPP itu bersifat pasif, tapi syaratnya pelapor harus serius.

"Ini ada kasus di Sulawesi, begitu sidang pelapor tiba-tiba mencabut laporan. Kan kasihan DKPP sudah turun dengan anggaran tiba-tiba dicabut laporannya," kata Teguh.

Beberapa tahun terakhir, DKPP terus menggaungkan Pemilu bermartabat. Dasar filsafat Pemilu di Indonesia sudah disusun oleh Teguh bersama anggota lainnya, yaitu Agama, Kemanusiaan, Persatuan hingga Visioner.

"Contohnya, ada calon kepala daerah memberikan uang dengan norma agama orang bisa menolak," ucap terang Teguh.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya