Liputan6.com, Bojonegoro - Dusun Jalakan merupakan daerah kecil yang ada di Desa Padangan, Kecamatan Padangan, Kabupaten Bojonegoro, Jawa Timur. Meski terpencil, di dusun itu ada Masjid Kiai Hasyim, masjid peninggalan tokoh Islam penulis kitab tasrifan Padangan bernama Kiai Hasyim. Lokasi masjid tak jauh dari akses utama Jalan Raya Bojonegoro - Cepu.
Kiai Hasyim Jalakan termasyur sebagai ulama yang menjadi rujukan para pandai agama di tanah Jawa, yang pernah ada sekitar tahun 1852 hingga 1942. Kitab ilmu shorof karangannya itu sangat fenomenal, hingga dikenal umat Islam dari generasi ke generasi.
Pengasuh pondok pesantren Al Mustofa, Kiai Mochammad Zainal Arifin menceritakan, banyak ulama Jawa Timur dan Jawa Tengah yang dahulu nyantri (belajar) ke tokoh pengarang kitab shorof tasrifan itu. Kitab ilmu Shorof yang dikenal tasrifan Padangan beda dengan tasrifan Jombang.
Advertisement
"Tasrifan Padangan karangan Kiai Hasyim Jalakan, sedangkan tasrifan Al Amtsilah At Tashrifiyyah yang biasa dikenal tasrifan Jombang itu karangan KH M Ma’shum," kata Zainal Arifin kepada Liputan6.com, Rabu (22/10/2020).
Kiai yang juga pengasuh pondok pesantren di sekitar Masjid Kiai Hasyim itu juga mengatakan, Kiai Hasyim Jalakan adalah tokoh ulama satu angkatan dengan pendiri organisasi Nahdlatul Ulama (NU), KH Hasyim Asy'ari, dan tokoh itu meninggal saat tentara Jepang masuk Indonesia sekitar 1942.
Baca Juga
Cerita turun temurun dari sang ayah dan kakek Kiai Arifin menyebut, Kiai Hasyim Jalakan usai keluar dari pondok Kiai Kholil, langsung mendirikan pesantren di Jalakan. Sebenarnya, tokoh ulama itu bukanlah tokoh asli dari Jalakan, melainkan asli tokoh berasal dari Ngasinan, Padangan.
Kitab tasrifan padangan yang di karang oleh Kiai Hasyim Jalakan, dahulu banyak menjadi acuan tentang keilmuan shorof di pesantren di tanah Jawa.
''Dulu orangtua saya bilang, di tanah Jawa bisa melek bahasa Arab karena Mbah Hasyim. Maksudnya itu ya Mbah Hasyim Jalakan dan Mbah Hasyim Asyari," katanya.
Selain mengarang kitab tasrifan Padangan, Kiai Hasyim Jalakan diketahui dulunya juga menerjemahkan kitab ilmu Nahwu, seperti kitab Al Maqsud, Imriti, dan Alfiah kedalam bahasa Jawa. Bahkan ketokohannya terkenal sampai mancanegara dan memiliki santri yang berasal dari beberapa negara, antara lain dari Singapura dan Malaysia.
"Sedangkan di Jawa sendiri para santrinya banyak yang menjadi kiai-kiai besar," katanya.
Kiai Arifin menyampaikan, salah satu muridnya adalah Mustofa Bisri atau yang lebih dikenal dengan Gus Mus di Rembang.
Dari kisah yang Kiai Arifin dapatkan dari orangtuanya, saat Kiai Hasyim Jalakan mangkat begitu banyak masyarakat yang berdatangan. Bahkan saat prosesi pemakaman keranda jenazah Kiai Hasyim terlihat seperti berjalan sendiri.
"Saat Kiai Hasyim Jalakan meninggal, bapak saya masih kecil, katanya jenazah beliau berjalan sendiri karena saking banyaknya yang takziah membuat banyak yang ingin membawanya," katanya.
** #IngatPesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu Jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Yang Luput dari Sejarah
Kiai Arifin mengatakan, saat ini bekas pesantren Kiai Hasyim Jalakan dulu sudah tidak ada, dan hanya menyisakan sebuah masjid yang diberi nama Masjid Kiai Hasyim Jalakan. Rumah peninggalannya juga sudah dipugar dan ditempati oleh cucu keturunannya.
Semasa Kiai Arifin masih kecil, bentuk pondok pesantren Kiai Hasyim Jalakan juga sudah tidak ada dan hanya tinggal rumahnya yang kini kemudian dipugar. Kitab-kitab milik Kiai Hasyim Jalakan, termasuk tafsir karangannya sendiri sudahi tidak jelas keberadaannya dan sulit dicari. Kiai Arifin sendiri bahkan tak memilikinya.
"Dulu waktu masih kecil pernah punya dan memilikinya, kemudian hilang," katanya.
Kisah Kiai Hasyim Jalakan memang tidak seterkenal kiai-kiai lainnya. Sebab, dirinya tidak pernah tertulis dalam buku sejarah. Seperti bagaimana kisah saat perjuangan masa penjajahan, dirinya dan warga lain tidak ada yang tahu. Kisah Kiai Hasyim Jalakan hanya diketahui dari cerita mulut ke mulut.
"Apalagi cucunya banyak yang tidak bergelut di dunia pesantren. Banyak yang keluar kota. Sehingga kisah kebesaran Kiai Hasyim semakin tenggelam," kata Arifin.
Namun jika ingin lebih jauh mengenal sosol Kiai Hasyim Jalakan, kata Arifin, bisa mampir ke Pesantren Assalam Cepu pimpinan Kiai Machsun Usman adalah anak dari Siti Channah, putri dari Kiai Hasyim.
Arifin mengakui, Kiai Hasyim menjadi tempat rujukan tokoh-tokoh Nahdlatul Ulama (NU) kala itu. Seperti cerita yang ia dapatkan, dulu Kiai Wahab Hasbullah juga pernah sowan ke Kiai Hasyim Jalakan.
Advertisement