Liputan6.com, Cilacap - Sebagian orang meyakini, Presiden ke-4 Republik Indonesia, KH Abdurahman Wahid atau Gus Dur adalah seorang wali. Dalam tradisi Islam tradisional, ulama sekelas Gus Dur, diyakini ‘mberkahi’. Dan apa saja yang melekat padanya dianggap bertuah alias keramat.
‘Ngalap berkah’ kalau orang Jawa bilang. Kalau pun tak dianggap keramat, setidaknya menjadi kenang-kenangan. Tak aneh jika barang-barang kepunyaan atau pernah dipakai Gus Dur selalu jadi rebutan.
Terlepas dari keyakinan soal tuah, ternyata ada satu kisah barang milik Gus Dur, yang entah ada hubungannya atau tidak, berkelindan dengan beberapa orang, di pusaran perpolitikan.
Advertisement
Baca Juga
Kisah ini terjadi di Pondok Pesantren Elbayan, Majenang, Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah. Ini soal sandal. Sebenarnya, ada beberapa versi kisah sandal Gus Dur di Elbayan. Dan ini adalah salah satunya.
Ketua Gusdurian Majenang, H Murtadlo bercerita, usai reformasi, pada tahun 1999, Gus Dur bersafari ke berbagai daerah. Salah satunya ke Majenang. Di Majenang, ada seorang kiai kharismatik, bernama KH Najmudin. Mbah Naj, adalah sapaan akrabnya. Dia dikenal sebagai ulama besar yang menguasai berbagai bidang ilmu sekaligus.
Seperti ungkapan kuno, ‘Orang besar akan mengenali orang besar lainnya’. Gus Dur berkunjung ke Pesantren Elbayan, yang didirikan sebelum Indonesia merdeka ini.
Bagi Gus Dur, Mbah Naj sebenarnya bukan orang baru. Sewaktu muda, Mbah Naj pernah nyantri dan bahkan sempat didapuk menjadi Lurah Pondok Tebuireng. Konon, Gus Dur juga pernah diasuh oleh Mbah Naj.
Tebu Ireng adalah pesantren yang diasuh oleh kakek Gus Dur, Hadratussyaikh KH Hasyim Asy’ari. Ibarat kata, ini adalah pertemuan antara santri dengan gus-nya sendiri.
Simak Video Pilihan Berikut Ini:
Insiden Raibnya Sandal Gus Dur di Elbayan
Kedatangan Gus Dur yang kala itu adalah Ketua PBNU tersiar luas. Kedatangan ulama besar ini santer terdengar hingga luar daerah. Tak pelak, kedatangannya ditunggu-tunggu banyak orang.
Banser, polisi, dan tentara berjaga dengan ketat. Ribuan orang mengelu-elukan kedatangan Gus Dur. Tiap orang ingin masuk ke kompleks pondok yang sudah dipagar betis oleh Banser. Pertemuan lantas terjadi antara Mbah Naj dengan Gus Dur.
Kehebohan baru terjadi saat Gus Dur hendak keluar dari kediaman Mbah Naj. Sandal Gus Dur hilang. Banser hingga santri dibuat pusing tujuh keliling mencari keberadaan sandal Gus Dur. Tetapi, sandal itu tak juga ditemukan.
Di tengah hiruk pikuk hilangnya sandal Gus Dur, sekonyong-konyong, seorang anggota keluarga Pesantren Elbayan menyodorkan sandalnya. Dia memberikan sandalnya itu untuk dipakai Gus Dur. Orang itu adalah Tatto Suwarto Pamuji. Adik ipar putra tertua Mbah Naj, KH Imam Subky Najmudin.
“Ini pakai saja punyaku,” kata Tatto, kepada Murtadlo yang kala itu ikut menjadi penderek Gus Dur. Oleh Murtadlo, sandal itu kemudian dipakaikan kepada Gus Dur.
Maka, Gus Dur kemudian menggunakan sandal itu. Adapun sandal yang hilang, begitu saja dilupakan. Memang, di pondok, kehilangan sandal adalah hal biasa, dan bisa terjadi kepada siapa saja. Istilahnya gasab.
Tentu tak ada yang menyangka, orang-orang yang berkaitan dengan sandal ini akan menjadi pemimpin di berbagai tingkatan. Gus Dur yang kehilangan sandal, jadi presiden, tahun itu juga. Kemudian yang berkaitan dengan sandal itu menjadi bupati, anggota DPRD, menjadi kepala dusun, dan ada pula yang jadi kepala desa.
Waktu kemudian berjalan seperti biasanya. Tatto kembali berbisnis. Ia memang dikenal sebagai salah satu pengusaha sukses di Majenang.
Advertisement
Jalan Tatto Jadi Bupati
Pada tahun 2007, atau delapan tahun sudah insiden sandal Gus Dur berlalu. Kala itu, Gus Dur pun sudah bukan lagi presiden, bukan pula Ketua PBNU.
Tahun itu pula, untuk pertama kali, Cilacap menggelar Pilkada langsung. Semula, nama Tatto tak diperhitungkan. Namun mendadak namanya mencuat dan menjadi pendamping Probo Yulastoro dalam konstelasi Pilkada.
Singkat kata, Probo-Tatto memenangi pilkada 2007 dan melenggang ke kursi Bupati dan Wakil Bupati Cilacap. Belakangan, bupati yang didampingi Tatto, Probo, terjerat kasus rasuah dan dibui. Tatto lantas naik menjadi pejabat pelaksana tugas alias Plt, sebelum diangkat menjadi bupati definitif, hingga 2012.
Kemudian, pada 2012, Tatto kembali maju Pilkada. Kali ini bersama pasangannya, Akhmad Edi Susanto. Tatto kembali menang. Serupa dengan 2012, pada 2017, Tatto kembali maju bersama dengan pasangannya, Syamsul Aulia Rahman. Dan kembali menang.
“Saya pernah jadi Plt, kemudian meneruskan jabatan bupati. Ini periode kedua saya,” kata Bupati Cilacap, Tatto Suwarto Pamuji, Rabu malam (21/10/2020).
Rupanya, Tatto masih ingat bahwa dia pernah memberikan sandalnya kepada Gus Dur. Dia memberikan sandal itu karena sandal Gus Dur tidak ditemukan. Kebetulan, ukuran sandalnya pas.
“Waktu itu banyak sekali orang. Jadi saya kasih saja sandal saya. Tidak ada maksud apa-apa,” ucapnya.
Spirit Gus Dur
Terlepas dari insiden sandal, bagi Tatto, pertemuan dengan Gus Dur kala itu begitu membekas. Spirit Gus Dur untuk melayani dan memberdayakan umat sangat menginspirasi. Gus Dur memang sempat berbincang di majelis terbatas, di ‘kediaman ndalem’.
“Bukan kleniknya. Saya ingin meniru semangat Gus Dur. Semangat Gus Dur membuat saya semangat. Yang jadi bupati Ikhlas, yang jadi gubernur ikhlas, yang jadi presiden ikhlas,” ujar Tatto.
Lantas bagaimana dengan nasib si sandal. Rupanya, kisah sandal ini masih bergulir, dengan kisah berbeda dan terjadi pada orang lainnya.
Sandal ini, kemudian ditemukan oleh seseorang. Kemudian, sandal disimpan oleh seorang anggota Banser yang berprofesi jadi tukang becak. Namanya Rakim.
Entah ada hubungannya atau tidak, belakangan, Rakim terpilih jadi kepala dusun di desanya. Padahal, waktu itu kepala dusun dipilih dengan pemungutan suara langsung. Dan Rakim bukan calon yang diunggulkan.
“Sandal itu diberikan ke saya. Kemudian disimpan oleh Rakim. Rakim itu jadi Kadus, padahal underdog,” ujar Murtadlo, sembari tersenyum.
Fenomena lain juga terjadi. Satu ketika, ada pilkades serentak di Cilacap. Salah satu kepala desa di Kecamatan Majenang meminjam sandal itu menjelang hari H pemilihan.
“Kebetulan juga menang. Jadi ada kaitan atau tidak, yang jelas fenomena ini memang terjadi,” kata Murtadlo.
Dan Murtadlo sendiri, belakangan sempat menjadi anggota DPRD Cilacap. Tentu dari partai besutan Gus Dur, PKB.
Advertisement