Liputan6.com, Merauke - Demi memasyarakatkan gerakan literasi, Pojok Baca Digital (Pocadi) bakal dibangun di titik Nol Kilometer Merauke-Sabang. Kepala Badan Perbatasan Indonesia, Merauke, Elias Mite menyampaikan, daerah tempat dibangunnya Pojok Baca Digital tersebut adalah pos lintas negara (PLN), namun sejak era Presiden Jokowi diganti dengan penyebutan menjadi pos lintas batas negara (PLBN).
Semestinya kawasan PLBN ini diresmikan Presiden Jokowi pada April 2020. Pandemi Covid-19 mengubah drastis rencana tersebut. Namun, ikhtiar menebarkan virus kegemaran membaca dan literasi tetap dilanjutkan. Tidak menyerah pada kondisi pandemi.
Di kawasan Distrik Sota, banyak dijumpai potensi ekonomi dari pemanfaatan pohon Eucalyptus yang bisa dijadikan minyak kayu putih. Hanya, pengolahan dan pengemasan yang masih ala kadarnya menyebabkan produk andalan dari masyarakat Sota belum mampu dikenal luas.
Advertisement
Tidak hanya potensi dari minyak kayu putih. Tanaman pemberi rasa, Vanila, juga banyak tumbuh subur disini. Sekali lagi masalah yang sama menjadi kendala. Mereka belum maksimal memasyarakatkan produknya.
Di distrik Sota, setiap rumah dibekali lahan setengah hektare untuk menanam tanaman vanili. Total ada 20 hektare diperuntukkan untuk tanaman tersebut. Keterbatasan pengetahuan mengakibatkan output dari kedua komoditi andalan dari Distrik Sota kurang dikenal pasar.
Elias Mite berharap kehadiran Pocadi mampu memberikan spirit baru bagi pengembangan wawasan dan pengetahuan masyarakat perbatasan. Sesuai yang diarahkan oleh Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, bahwa kawasan perbatasan sebagai zona penunjang bisa menjadi salah satu destinasi wisata perbatasan.
"Kami harapa keberadaan Pocadi juga dapat memberikan ruang baca bagi anak-anak di kawasan ini. Kami sangat kekurangan bahan bacaan di seluruh distrik perbatasan, baik di darat ataupun laut," ungkap Elias Mite di hadapan Kepala Perpusnas saat meninjau lokasi Pojok Baca Digital di PBLN Distrik Sota, Kabupaten Merauke, Rabu (28/10/2020).
Menanggapi yang disampaikan Kepala Badan Perbatasan, Kepala Perpusnas Muhammad Syarif Bando bahwa kehadiran kami bukan membawa uang atau proyek. Kami menawarkan aksesibilitas pengetahuan lewat Pocadi di perbatasan. Oleh karena itu, Perpusnas mengajak seluruh stakeholder untuk memikirkan bersama kontribusi apa yang bisa disinergikan agar wawaan, pengetahuan dan keilmuan masyarakat disini berkembang.
"Pocadi bukan sekadar alat baca. Yang terpenting saat ini dan seterusnya adalah berpikir kreatif agar lebih memberikan manfaat. Menghasilkan uang lebih banyak dari potensi ekonomi masyarakat disini. Asal ada kemauan, insya Allah ada jalan. Bahkan, bisa mengekspornya ke sejumlah negara yang membutuhkan minyak kayu putih ataupun vanila," urai Kepala Perpusnas.
Kehadiran perpustakaan dengan paradigma baru, yang bukan lagi sekadar mengelola koleksi bahan bacaan tetapi menyampaikan pengetahuan (transfer knowledge) amat diyakini akan dapat membawa masyarakat lebih sejahtera.
**Ingat #PesanIbu
Pakai Masker, Cuci Tangan Pakai Sabun, Jaga Jarak dan Hindari Kerumunan.
Selalu jaga Kesehatan, Jangan Sampai Tertular dan Jaga Keluarga Kita.
Simak juga video pilihan berikut ini:
Perpustakaan Berbasis Inklusi Sosial
Banyak contoh keberhasilan dari program transformasi perpustakaan berbasis inklusi sosial yang dirasakan masyarakat. Dari program ini, perpustakaan memenuhi ruang-ruang kehidupan masyarakat dengan koleksi bacaan ilmu terapan (soft skill) yang dibarengi pendampingan dan pemberian tutorial agar mudah diimplementasikan.
"Disini (distrik Sota, red) memiliki lahan yang sangat luas. Dengan pilihan ekonomi yang telah diputuskan, kita akan uji cobakan bersama. Koleksi bacaan yang ada di perpustakaan membuka peluang bagi siapapun untuk berwirausaha," tambah Syarif Bando.
Tidak hanya dari potensi minyak kayu putih ataupun tanaman vanila, masyarakat Distrik Sota bisa memanfaatkan lahan untuk penangkaran hewan-hewan darat atau air. Kepala Perpusnas berkeyakinan dengan ilmu dan cara yang baik, hal itu berpotensi memberikan nilai ekonomi juga.
"Maka itu, mari mulai membiasakan membaca. Dunia berubah dengan cepat karena orang-orang yang aktif membaca. Lewat kebiasaan tersebut, literasi bisa tumbuh dan berkembang yang pada akhirnya memberikan dampak kesejahteraan bagi masyarakat".
Menutup kunjungan di Sota, Kepala Perpusnas didampingi Kepala Dinas Pendidikan, Perpustakaan, dan Arsip Provinsi Papua Christian Sohilait, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Kab. Merauke, Kapolsek Sota, dan Satgas Pengamanan Daerah Perbatasan, menyerahkan simbolis bantuan sarana dan prasarana Pocadi kepada Kepala Distrik Sota Yuliastri Karim.
Selepas dari Sota, kunjungan kerja Kepala Perpusnas berlanjut ke Distrik Kurik untuk melihat potret keberhasilan perpustakaan memaksimalkan potensi masyarakat kampung Salor Indah.
Distrik Kurik merupakan salah satu daerah penghasil beras terbesar di Kab. Merauke. Distrik ini, bersama lima Distrik lain yang diproyeksikan sebagai Kab. Merauke yang baru menggantikan Kab. Merauke yang akan beralih status menjadi Kota. Distrik Kurik digadang-gadang menjadi calon ibu kota baru di Kab. Merauke.
Setiba di Kurik, Kepala Perpusnas disambut Kepala Distrik Prasetyo Adi Cahyo dan Kapolsek Kurik Gatot. Adi Cahyo lantas mengatakan bahwa bangunan perpustakaan/taman pintar ini dulunya adalah bangunan Koperasi Unit Desa (KUD). Laku, kemudian tumbuh menggunakan dana Desa. Perpustakaan Salor Indah baru memiliki 150 eksemplar buku. Meskipun begitu, perpustakaan Salor Indah sudah berhasil menciptakan produk jahe merah, keripik, dan embal, walau dalam kondisi pengemasan yang amat sederhana.
Keberhasilan ini memantik Kepala Perpusnas untuk memberikan sejumlah bantuan koleksi bahan bacaan dan unit komputer agar aksesibilitas pengetahuan mudah diperoleh.
"Kehadiran perpustakaan adalah untuk menjawab tantangan dunia yang terus berubah. Perpustakaan sampai kapanpun akan terus menjadi jembatan pengetahuan masa lalu, saat ini, dan yang akan datang," ucap Syarif Bando.
Dari manfaat perpustakaan, masyarakat bisa memperoleh beragam referensi dan pencerahan dari buku-buku.Analoginya begini, ketika manusia hidup untuk waktu setahun, maka tanamlah palawija. Jika hidup untuk sepuluh tahun, maka tanamlah buah-buahan. Tetapi, jika hidup untuk membangun manusianya, maka bangunlah pengetahuan.
"Ilmu dari sekolah hingga perguruan tinggi tidak lebih dari 15 persen. Sisanya, didapatkan melalui buku-buku dan pengalaman hidup. Kita di masa depan adalah apa yang kita baca hari ini," pungkasnya.
Advertisement