Liputan6.com, Aceh - Kepolisian daerah Aceh saat ini sedang membelek indikasi korupsi yang terjadi di dalam pengadaan wastafel oleh Dinas Pendidikan Aceh pada tahun 2020. Upaya pengungkapan rasuah tersebut baru dalam tahap pendalaman data-data.
Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol Winardy, menjawab Liputan6.com, mengatakan bahwa indikasi adanya korupsi dalam proyek bernilai Rp41,2 miliar itu mereka dapat dari laporan masyarakat. Dia sendiri belum bisa menjawab banyak hal tentang kasus ini, karena polisi sedang fokus pada tahapan klarifikasi.
Baca Juga
"Kita masih dalam rangka pulbaket (pengumpulan bahan keterangan), jadi, kita belum melakukan penyelidikan. Kita mendalami data-data yang kita peroleh dari masyarakat, dari kita. Kita pelajari dulu, kemudian nanti kalau ada indikasi, kemudian, apa, baru kita tingkatkan ke penyidikan," jawab Winardy, melalui sambungan telepon seluler, Jumat siang (26/02/2021).
Advertisement
Sebagai informasi, pengadaan 400 paket wastafel di bawah misi Program Aceh Hebat, via Dinas Pendidikan Aceh itu ada melalui skema dana Refocusing Covid-19, dengan mekanisme pengadaan langsung (PL). Masing-masing paket berkisar Rp100 hingga Rp200 juta.
Langkah Polda Aceh mendapat dukungan dari beberapa lembaga antirasuah di provinsi itu. Salah satunya Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), yang melalui ketuanya, Alfian, yakin bahwa polisi mampu mengungkap adanya perbuatan laku lancung yang telah merugikan negara tersebut.
"MaTA menilai sangat mudah untuk melihat kasus ini. Kita percaya Polda mampu mengungkap. Mulai dari perencanaan, penganggaran dan pembagunannya, sehingga, siapa pun pihak yang diduga terlibat tidak akan lolos atau apabila ada penerima aliran dana juga dapat diungkap secara tuntas," ujar Alfian, dalam keterangannya kepada Liputan6.com, Jumat sore.
Di satu sisi, dia menilai langkah dari pengadaan wastafel tersebut cenderung mubazir. Alfian yakin hampir semua sekolah telah memiliki tempat cuci tangan sehingga langkah lebih bijak mestinya memastikan apakah masih ada sekolah yang tidak memiliki fasilitas tersebut.
"Faktanya, yang dibangun tidak sempurna dan pihak sekolah ada yang belum dapat memanfaatkannya. Ada juga pihak sekolah mengeluarkan biaya sendiri agar tempat cuci tangan yang sudah dibangun tersebut dapat difungsikan. Padahal, Pemerintah melalui Dinas Pendidikan Aceh sudah mengeluarkan anggaran sebesar Rp41,2 miliar," ketus Alfian, yang memberi catatan bahwa pihaknya akan terus memantau perkembangan kasus ini.