Liputan6.com, Yogyakarta - Desa Kasongan merupakan sentra kerajinan gerabah di Yogyakarta. Saat menuju ke sentra kerajinan gerabah ini, orang akan melintasi gapura besar. Gapura itu diapit dua buat patung kuda.
Lantas apa kaitannya kuda dengan gerabah di desa Kasongan? Dikutip dari berbagai sumber, sejarah Desa Kasongan ternyata cukup unik.
Munculnya perajin gerabah di desa ini bermula dari kematian seekor kuda di tengah sawah. Kuda tersebut merupakan milik orang Belanda pada masa kolonial pada saat itu.
Advertisement
Karena ketakutan pemilik tanah kemudian melepaskan tanahnya agar tidak dicari-cari oleh sang pemilik kuda. Tak lama berselang hal serupa juga dilakukan oleh warga lain.
Baca Juga
Warga yang kehilangan tanahnya kemudian memutar otak agar tetap memiliki mata pencaharian. Mereka mulai mengumpulkan tanah liat yang digunakan untuk membuat alat-alat dapur hingga mainan anak-anak.
Sapto Hudoyo seniman asal Yogyakarta, disebut-sebut sebagai orang yang berhasil mengembangkan Desa Kasongan pada 1970-an. Ia membina warga agar bisa membuat kerajinan yang unik dan menarik sehingga tak tampak membosankan.
Hingga kini di Desa Kasongan terdapat ratusan toko yang memproduksi dan menjual aneka perabot dan hiasan yang berbahan dasar tanah liat. Harga yang dibanderol mulai dari Rp5.000 hingga puluhan juta rupiah, tergantung seberapa sulit tingkat pembuatan dan besar ukuran yang diinginkan.
Patung Loro Blonyo, salah satunya. Patung ini merupakan produk yang paling dicari oleh wisatawan apabila berkunjung ke desa ini. Patung yang berbentuk sepasang pengantin berpakaian adat Jawa ini konon dapat mendatangkan aura keberuntungan.
Produk gerabah Kasongan di Yogyakarta terus berkembang hingga kini memiliki kualitas ekspor, peminatnya berasal dari mancanegara, seperti Eropa, Spanyol, dan Amerika.
Penulis: Tifani