Liputan6.com, Palembang - Gubernur Sumatera Selatan (Sumsel) Herman Deru turut andil, dalam mendukung penyelesaian konflik antara warga Cawang Gumilir Kabupaten Musi Rawas Sumsel dengan PT Musi Hutan Persada (MHP). Salah satunya, pernah mengirimkan surat rekomendasi ke KLHK, terkait percepatan penyelesaian konflik tersebut.
Herman Deru mengatakan, permasalahan tersebut memang sudah berlarut-larut. Pemerintah sebenarnya tidak tinggal diam, apalagi hutan produksi tersebut merupakan tanah negara yang dikelola oleh Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) dan diberikan izin ke pemegang konsesi Hutan Tanaman Industri (HTI), PT MHP.
Advertisement
Baca Juga
“Memang tidak sederhana menyelesaikan itu, tapi kita harus berpihak kepada yang benar. Di sisi lain, masyarakat kita butuh lahan garapan,” ucapnya kepada Liputan6.com.
Hal tersebut akhirnya yang menjadi landasan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sumsel, untuk mengusulkan penyelesaian konflik tersebut.
Namun Pemprov Sumsel dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Musi Rawas, tetap akan menjadi mediator dan menunggu keputusan dari KLHK terlebih dahulu.
Sementara menunggu, Herman Deru mengusulkan para warga Cawang Gumilir, agar bisa mengikuti program Membangun Hutan Bersama Rakyat (MHBR).
Ditambahkan Kepala Dinas Kehutanan (Dishut) Sumsel Pandji Tjahjanto, skema Tanah Objek Reforma Agraria (TORA) bisa menjadi salah satu rekomendasi, dalam penyelesaian konflik di Cawang Gumilir.
Diakuinya, untuk mengajukan Perhutanan Sosial, memang warga Cawang Gumilir terkendala, karena izin kawasannya masih berada di kawasan PT MHP.
“Padahal (PT MHP) jadi pilot project Perhutanan Sosial. Jika warga sudah mengajukan program Perhutanan Sosial, perlu menelusuri dulu, apa syarat yang kurang. Bisa minta didampingi dari Pokja Percepatan Perhutanan Sosial (PPS) di daerah,” katanya.
Dia pun menyarankan kepada PT MHP, untuk lebih meningkatkan kepekaan, dalam penyelesaian konflik ini. Dan untuk warga Cawang Gumilir Musi Rawas, lanjut Pantji, tidak bisa memaksakan, jika memang hasilnya pengajuan Perhutanan Sosial tidak bisa dilakukan.
Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:
Klarifikasi PT MHP
“Memang harus sama-sama mendorong, karena komunikasi juga tidak lancar, banyak isu-isu miring. Harus dicari tahu dulu, masalahnya di mana, persyaratan apa yang kurang,” ujarnya.
Keputusan untuk melakukan pengembalian fungsi lahan, dinilai tepat oleh pihak PT MHP. Pasalnya, kawasan tempat warga Dusun Cawang Gumilir tinggal, adalah areal konservasi, terutama bagi jelajah Gajah Sumatra.
Menurut Yan Adha, Head CD & PS PT MHP, para warga pendatang masuk mengokupasi lahan dan mulai membangun permukiman di kawasan konservasi di tahun 2009.
Sebagai pemegang izin resmi dari KLHK, PT MHP tidak bisa diam, namun tak serta merta langsung melakukan penggusuran.
Mereka sudah melakukan berbagai cara, mulai dari melapor ke instansi terkait, pemerintahan daerah hingga pusat serta peringatan berupa lisan dan tulisan ke warga Dusun Cawang Gumilir.
Advertisement
Sebut Bukan Penggusuran
“Sebenarnya kita sudah melakukan secara prosedur, ada komunikasi, peringatan lisan, tertulis dan dari berbagai instansi sudah datang melihat kondisi dan fakta di lapangan selama 5 tahun. Itu bukan penggusuran, tapi pengembalian fungsi lahan. Juga bukan keputusan kami saja, tapi dari pemerintah daerah, provinsi hingga pusat juga,” katanya.
Dia mengatakan, pengembalian fungsi lahan dilakukan PT MHP, agar okupasi lahan di areal konsesinya tidak semakin luas, serta menghindari adanya bentrok dengan warga lokal.
Terlebih, warga lokal merasakan kecemburuan sosial dengan warga Dusun Cawang Gumilir, yang tiba-tiba datang dan langsung mendapatkan lahan.
“Ada desakan dari warga dan LSM lokal juga, yang banyak mendukung (pengembalian fungsi kawasan hutan). Karena yang tinggal di Cawang Gumilir, bukan merupakan warga lokal," ucapnya.
"Kalau ini dibiarkan, maka warga lokal akan ikut mengopukasi lahan dan konflik akan semakin besar,” kata Yan Adha.
Baca Part Selanjutnya: Para Perempuan Cawang Gumilir, Tergusur dan Bertahan di Tengah Ketidakpastian (4/END)