Liputan6.com, Makassar - Lembaga Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) mendorong Polda Sulsel agar memberikan ganjaran pasal tambahan dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) bagi para tersangka dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar yang telah menyebabkan kerugian negara sebesar Rp22 miliar lebih.
Ketua Badan Pekerja Anti Corruption Committee Sulawesi (ACC Sulawesi) Kadir Wokanubun mengatakan penerapan pasal pencucian uang penting sebagai upaya pemberian efek jera bagi para pelaku korupsi.
Tak hanya itu, lanjut dia, dengan adanya penerapan pasal pencucian uang kepada para tersangka dalam kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tersebut, juga bertujuan untuk memaksimalkan pemulihan kerugian negara yang diakibatkan oleh perbuatan korupsi para tersangka.
Advertisement
"Penerapan pasal pencucian uang itu penting untuk mengukur capaian dalam penindakan kasus korupsi. Utamanya dalam mengembalikan kerugian negara," ucap Kadir via telepon, Rabu (4/8/2021).
Baca Juga
Ia berharap Polda Sulsel segera menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna menelusuri ke mana saja uang hasil kejahatan korupsi para tersangka dalam kasus tersebut disembunyikan atau kemungkinan ada juga dinikmati oleh pihak-pihak lain di luar dari tersangka saat ini.
"Untuk menelusuri transaksi terkait korupsi dan pencucian uang yang dilakukan oleh para tersangka tentu butuh gandengan PPATK," ujar Kadir.
Sebelumnya, Kepala Subdit III Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel Kompol Fadli meminta para tersangka maupun pihak-pihak yang merasa turut menikmati hasil kejahatan korupsi dalam kegiatan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar agar segera mengembalikan apa yang telah ia terima dalam rangka memulihkan kerugian negara.
"Bukti-bukti aliran dana sudah kita kantongi. Kita harap mereka ini proaktif segera mengembalikan itu sebelum kita bertindak lebih lanjut," tegas Fadli.
Ia menegaskan, pihaknya akan terus lakukan pengembangan penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar itu. Di mana fokus penyidikan ke depannya akan mengarah pada peran pihak lainnya yang sebelumnya diketahui perannya turut juga menikmati aliran fee dari awal tender paket proyek hingga pelaksanaan proyek berlangsung.
"Termasuk pendalaman kepada dugaan keterlibatan anggota-anggota badan anggaran (banggar) DPRD Makassar. Kita akan mengarah ke sana," Fadli menandaskan.
Â
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Rekanan hingga Broker Turut Jadi Tersangka
Dalam penyidikan kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar tahun anggaran 2018, Tim Penyidik Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel telah menetapkan 13 orang tersangka masing-masing inisial AN, SR, MA, FM, HS, MW, AS, MK, AIHS, AEH, DR, ATR dan RP.
Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel Kombes Pol Widoni Fedri mengungkapkan dari 13 orang tersangka tersebut, ada yang berperan sebagai Pengguna Anggaran (PA), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Panitia Pelaksana Teknis Pekerjaan (PPTK), Konsultan Pengawas, Kelompok Kerja (Pokja), Tim PHO, pelaksana pekerjaan (rekanan), broker pekerjaan hingga aktor intelektual yang merancang lakukan korupsi terhadap anggaran kegiatan pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar itu.
"Sejak awal proses tender proyek sudah terjadi persekongkolan jahat. Memang niatnya sudah ada dari awal," kata Widoni dalam konferensi pers penetapan tersangka kasus dugaan korupsi pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar di Gedung Subdit Tipikor Direktorat Reserse Kriminal Khusus (Dit Reskrimsus) Polda Sulsel, Senin 2 Agustus 2021.
Untuk mempertanggungjawabkan perbuatannya, para tersangka dijerat dengan ancaman Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) sebagaimana yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Tak hanya itu, Widoni berjanji akan terus mengembangkan penyidikan kasus tersebut untuk menyeret tersangka berikutnya atau mereka yang dianggap turut terlibat dalam kegiatan yang menyimpang dan telah merugikan keuangan dan perekonomian daerah Kota Makassar tersebut.
"Pasal 55 juga akan jadi fokus pertimbangan sehingga kasus ini akan terus kami kembangkan. Jadi tidak hanya mentok pada 13 tersangka saat ini. Ke mana-mana saja aliran dana proyek ini kita sudah kantongi, tinggal pendalaman lebih lanjut," jelas Widoni.
Ia mengungkapkan, dalam pembangunan Rumah Sakit Batua Makassar hingga saat ini telah menelan anggaran hingga Rp120 miliar lebih. Namun, penyidikan kasus yang sedang berjalan baru sebatas pada penggunaan anggaran tahap pertama di tahun anggaran 2018 yakni sebesar Rp25 miliar lebih.
"Termasuk kita juga akan dalami sejauh mana pelaksanaan proyek IPAL-nya nanti. Untuk saat ini penyidikan baru sebatas pemanfaatan anggaran pembangunan gedungnya di tahap awal yang menelan anggaran Rp25 miliar lebih dan ternyata dari perhitungan BPK kerugian negara mencapai Rp22 miliar lebih. Pekerjaan dinilai oleh BPK sebagai total loss karena fisik bangunan tidak dapat dimanfaatkan sama sekali," ungkap Widoni.
Ia berharap peran aktif rekan-rekan media hingga masyarakat dalam mengawal penuntasan utuh kasus dugaan korupsi di lingkup Rumah Sakit Batua Makassar tersebut.
Jika dikemudian hari, kata dia, ada yang memiliki bukti lainnya yang masih terkait dengan dugaan penyimpangan pelaksanaan pembangunan Rumah Sakit Batua itu, agar bisa berkoordinasi dengan tim penyidik.
"Kita ingin kasus ini terbuka secara terang-benderang. Siapa pun yang ditemukan terlibat sebagaimana dukungan alat bukti, kita tak segan-segan akan memintai pertanggungjawaban secara hukum yang berlaku," tegas Widoni.
Diketahui, proyek pembangunan proyek pembangunan RS Batua Makassar Tipe C tahap satu tersebut awalnya ditender melalui LPSE dengan nilai pagu anggaran sebesar Rp49 miliar.
Dalam prosesnya kemudian, PT Sultana Nugraha disebut sebagai perusahaan pemenang tender dengan nilai HPS sebesar Rp26 miliar lebih.
Adapun yang bertindak sebagai Konsultan Pengawas dalam pelaksanaan pekerjaan yakni perusahaan bernama CV Sukma Lestari dan Dinas Kesehatan Kota Makassar dalam hal ini bertindak selaku pengelola pagu anggaran.
Advertisement