Anggap sebagai Leluhur, Warga Pasaman Tolak Nekropsi Bangkai Harimau

Harimau itu dikuburkan di depan rumah seorang Ninik Mamak.

oleh Novia Harlina diperbarui 26 Agu 2021, 22:17 WIB
Diterbitkan 18 Agu 2021, 09:00 WIB
Harimau sumatra
Seekor harimau sumatra dilepasliarkan di Taman Nasional Kerinci Seblat, Sumatra Barat, Minggu, 28 Februari 2021 (dok.instagram/@kementerianlhk/https://www.instagram.com/p/CL13z6rMilX/Komarudin)

Liputan6.com, Padang - Seekor harimau Sumatera di Kenagarian Sontang Cubadak, Kecamatan Padang Gelugur Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat mati. Kematian satwa langka itu diduga akibat dehidrasi berat.

Satwa dilindungi tersebut mati pada 14 Agustus sekitar pukul 11.00 WIB, setelah sebelumnya mendapat perawatan di Pusat Kesehatan Hewan Dua Koto.

Awalnya, peristiwa ini diketahui Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sumbar pada 14 Agustus 2021 pukul 09.00 WIB. BKSDA menerima laporan tentang adanya warga yang melihat harimau sakit dan tertidur di dekat Bendungan Sontang.

Laporan yang juga disertai video itu memperlihatkan, seekor harimau Sumatera yang masih hidup dengan kondisi lemas.

Kepala BKSDA Sumbar, Ardi Andono menjelaskan setelah mendapatkan laporan itu, pihaknya berkoordinasi dengan jajaran Polsek Panti dan Koramil Rao untuk membantu mengamankan harimau yang sakit.

"Selanjutnya Tim BKSDA meluncur ke lokasi dengan membawa kandang dan juga mempersiapkan dokter hewan dari Taman Margasatwa dan Budaya Kinantan Bukittinggi untuk melakukan pertolongan pertama," katanya, Senin (16/8/2021).

Harimau Sumatera sempat mendapatkan perawatan oleh petugas medis dari Puskeswan Dua Koto dengan kondisi suhu badan yang tinggi, kotoran berwarna hitam dan selanjutnya diberikan tindakan pemberian obat dan vitamin. Namun, pukul 11.00 WIB, harimau tersebut dinyatakan mati.

Ia memperkirakan harimau Sumatera yang mati itu berumur 7-8 tahun dengan jenis kelamin jantan, panjang badan kurang lebih 170 sentimeter dan ekor sepanjang 60 sentimeter.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Masyarakat Anggap Harimau Itu Leluhurnya

Satwa ini ditemukan kurang lebih empat kilometer dari hutan lindung yang dikelola oleh Kesatuan Pengelolaan Hutan Lindung Pasaman Raya yang membentang membentuk koridor hutan Panti-Batang Gadis.

Namun, pada saat yang bersamaan masyarakat berkumpul di lokasi dan meminta agar harimau tersebut dikubur di kampung setempat dengan anggapan bahwa harimau tersebut merupakan leluhur mereka.

Sementara pihak BKSDA berharap satwa langka itu bisa dibawa ke Padang untuk nekropsi. Nekropsi atau bedah bangkai merupakan salah satu tindakan yang mirip dengan autopsi pada manusia.

Nekropsi bertujuan untuk mengetahui proses tejadinya penyakit infeksius, keracunan, defisiensi nutrisi, dan tumor yang menyebabkan kematian hewan.

"Kami negosiasikan untuk membawa harimau ke Padang guna nekropsi, namun ditolak dengan keras," jelasnya.

Upaya negoisasi membawa harimau ke Padang antara petugas BKSDA Sumbar, Kasat Reskrim dan Kasat Intel Polres Pasaman dengan Ninik Mamak berlangsung alot.

"Masyarakat memaksa harimau tersebut untuk dikuburkan di depan rumah salah seorang Ninik Mamak, padahal proses nekropsi sangat penting dilakukan," katanya.

Bahkan, untuk menghindari pencurian jasad harimau, masyarakat melakukan pengecoran makam tersebut dan dilakukan upacara adat selama beberapa hari.

Nekropsi Sangat Penting Dilakukan

Direktur Konservasi Keanekaragaman Hayati Ditjen KSDAE drh Indra Exploitasia menyebut secara medis sangatlah berbahaya menguburkan bangkai satwa di sekitar pemukiman, jika ternyata satwa tersebut membawa penyakit yang bersifat zoonosis (menular dari hewan ke manusia).

"Kearifan lokal di tengah masyarakat sangat kami hargai," ucapnya.

Namun, semestinya dapat dinekropsi terlebih dahulu. Dengan adanya hasil nekropsi dapat diketahui penyebab kematian, apabila itu merupakan penyakit menular dan berbahaya bagi satwa lainnya maka perlu dilakukan upaya pencegahan dan sosialisasi lebih lanjut kepada masyarakat.

Sementara, Direktur Centre For Orangutan Protection, Daniek Hendarto mengatakan kearifan lokal masyarakat yang tidak mau melepaskan harimau itu untuk dibawa petugas, mungkin memang sudah menjadi budaya setempat.

"Namun proses nekropsi sangat penting dilakukan," jelasnya.

Ia menilai, ke depan yang harus diperkuat adalah pendekatan komunikasi pihak terkait dengan masyarakat, sehingga dalam kondisi tertentu hal seperti ini tak terjadi lagi.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya