Pakar UGM Menilai Amandemen UUD 1945 Tak Perlu

Pakar UGM menilai MPR RI tidak perlu melakukan amandemen UUD 1945.

oleh Yanuar H diperbarui 05 Sep 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 05 Sep 2021, 20:00 WIB
amandemen
Wakil Ketua MPR RI Lestari Moerdijat saat membuka diskusi daring bertema Urgensi Amandemen UUD 1945 di Masa Pandemi yang digelar Forum Diskusi Denpasar 12, Rabu (1/9/2021).

Liputan6.com, Yogyakarta - MPR RI dinilai tidak perlu melakukan amandemen UUD 1945 karena tidak ada  yang mendesak untuk dilakukan pengaturan ulang konstitusi negara.

Pakar Hukum Tata Negara, Fakultas Hukum UGM, Andi Sandi Antonius Tabusassa Tonralipu, mengatakan jika tetap memaksakan membuat negara  tidak pernah akan stabil baik dalam sisi hukum maupun politik.

“Hal ini disebabkan karena pondasi dasar negara itu sering diubah-ubah maka bangunan negara itu selalu akan bergeser. Padahal untuk dapat stabil, diperlukan waktu yang panjang,” kata Dosen Fakultas Hukum UGM ini menanggapi wacana amandemen UUD 1945, Senin 30 Agustus 2021.

Andi Sandi mengatakan UUD 1945 merupakan kontrak dasar hubungan antara yang diperintah dan yang memerintah serta antara para pemegang kekuasaan negara. Oleh karena itu UUD merupakan kontrak jangka panjang dalam penyelenggaraan negara bukan untuk kepentingan waktu sesaat. 

“Lihat saja pengalaman Carlos Menem di Argentina. Dia berhasil mengubah UUD untuk melanggengkan kekuasaannya selama 3 periode tetapi tetap saja akhirnya terjadi kekacauan dan kemudian UUD Argentina diubah lagi dengan mengembalikan ke posisi semula,” paparnya.

Andi Sandi menyebut konstruksi amandemen UUD 1945 condong dikuasai oleh partai politik, mekanismenya, lembaga negara atau alat negara manapun dapat mengajukan permintaan amandemen UUD kepada MPR. MPR akan menelaah dan diputuskan dalam rapat paripurna MPR, sementara MPR beranggotakan anggota DPR dan anggota DPD. 

“Jika kemudian seluruh anggota DPR yang semuanya berasal dari parpol menyetujuinya, maka proses amandemen pasti terjadi,” katanya.

Menurutnya jika melihat kondisi saat ini, dari aspek hukum tata negara, tidak ada hal mendesak untuk dilakukan amandemen. Namun dari aspek politik menurutnya bisa saja kemungkinan terjadi. 

“Hanya saja sampai saat ini saya tidak tahu hal apa yang mendesak dari sisi politik,” ujarnya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya