Istana Maimoon Dukung Peraturan Wali Kota Terkait Pakaian Adat Multi Etnis di Medan

Permintaan sekelompok warga dari beberapa organisasi Melayu kepada Wali Kota Medan, Bobby Nasution, merevisi aturan baju adat mendapat tanggapan pengurus Yayasan Istana Maimoon.

oleh Reza Efendi diperbarui 13 Sep 2021, 22:59 WIB
Diterbitkan 13 Sep 2021, 22:59 WIB
Istana Maimun
Istana Maimun (sumber: iStockphoto)

Liputan6.com, Medan Permintaan sekelompok warga dari beberapa organisasi Melayu kepada Wali Kota Medan, Bobby Nasution, merevisi aturan baju adat mendapat tanggapan pengurus Yayasan Istana Maimoon.

Ketua Harian Yayasan Sultan Ma'moen Al Rasyid, Tengku Ma'moon Al Rasjid mengatakan, pengurus berpendapat Peraturan Wali Kota (Perwal) yang telah Bobby buat tentu sudah melewati kajian. Baik sosiologis maupun akademis.

"Mengenai perwal, kami berpendapat, mungkin ini yang terbaik. Mengingat kemajemukan Kota Medan yang multietnis," katanya, Senin (13/9/2021).

Meski ada penolakan beberapa orang warga Melayu, Istana Maimoon tidak ada ikut campur. Meskipun kegiatan penolakan digelar di halaman Istana Maimoon, Jumat, 10 September 2021.

"Memang Istana Maimoon sering digunakan oleh komunitas-komunitas Melayu. Terutama mungkin karena rasa bangganya terhadap Istana Maimoon. Tapi, perlu kita ingat, tidak semua kegiatan di sini merupakan aspirasi dari kaum kerabat Kesultanan Deli," terangnya.

Menurut Ma'moon, pernyataan beberapa masyarakat Melayu yang meminta wali kota merevisi Perwal tidaklah mewakili mayoritas masyarakat Melayu, terutama di Kesultanan Deli. Sebab, ketika Perwal tersebut Bobby sampaikan, tidak ada gejolak dari masyarakat Melayu.

"Kurang pas rasanya, jika kita meminta baju adat melayu menjadi satu-satunya yang Pemko gunakan. Nanti akan menyinggung saudara-saudara kita lainnya. Jangan sampai penolakan ini terlihat sebagai sebuah bentuk arogansi," ucapnya.

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Saksikan Video Menarik Berikut ini:

Bapak Kota Medan

Wali Kota Medan, Bobby Nasution
Bobby Nasution mengenakan pakaian adat Melayu lengkap dengan Tanjak berwarna kuning dipadukan sarung warna kuning pula, plus teluk belanga berwarna hitam

Menurut Ma'moon, bukan karena Perwal jadi hilang Melayu di bumi, terutama Kota Medan. Lantaran perjalanan Kota Medan tidak akan bisa lepas dari Suku Melayu.

"Penolakan saya rasa juga kurang menjunjung semangat persatuan dan kesatuan, serta keberagaman yang bisa hidup berdampingan di Kota Medan. Di mana sedari dulu sudah terbentuk. Terlebih ketika kesultanan Deli pada masa lalu juga memberikan kesempatan, dan mengajak bersama-sama semua suku untuk membangun Kota Medan," terangnya.

Disebutkannya, wali kota sebagai orang nomor satu di Medan secara tersirat juga menunjukkan rasa hormat dan bangganya sebagai “Bapak Kota Medan”. Yakni yang memiliki Suku Melayu sebagai bagian dari sejarah besar terbangunnya Kota Medan. Sehingga menggunakan baju adat melayu ketika mengumumkan Perwal tersebut.

"Ini membuktikan wali kota memahami dan berusaha menjaga perasaan Suku Melayu, yakni sebagai suku yang memiliki akar sejarah panjang dalam pendirian dan perkembangan Kota Medan," sebutnya.

"Jadi apa yang telah wali kota lakukan, sepatutnya mendapat apresiasi. Dan semoga yang wali kota lakukan, bisa menjadi contoh untuk kota-kota lain di Indonesia, yakni menularkan semangat kebhinekaan," sambungnya.

Semangat Wali Kota Medan

Istana Maimun
Istana Maimun

Ma'moon juga berharap, langkah ini sebuah bentuk semangat Wali Kota Medan, sehingga bisa merangkul dan memberikan tempat serta dukungan untuk seluruh suku. Kemudian bisa sama-sama membangun Kota Medan, serta memberikan perhatian yang penuh untuk setiap suku yang ada di Kota Medan. Agar tetap dapat melestarikan budayanya, dan menjaga sejarahnya tetap ada.

"Saudara-saudara kita di Jawa Barat, di Jawa Tengah, Jogja, Bali yang kita lihat menggunakan baju adat, atau ornamen baju adat. Baik yang suku asli atau pendatang pada awalnya mereka juga tidak memaksa dan dipaksa. Tapi dimulai dari kelompok kecil yang menularkan rasa bangga mereka menggunakan baju adat," terangnya.

Lalu, lanjutnya, pemerintah daerah menguatkan literasi-literasi sejarah, membangun wadah diskusi serta mengembangkannya. Dan pada akhirnya semangat dan rasa bangga ini meluas, dan diikuti semua kalangan, bahkan sampai nasional.

"Dengan begini, sejarah tidaklah hilang, adat istiadat tetap terjaga, budaya tetap ada sepanjang masa," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya