Liputan6.com, Bandung - Kementerian Agama (Kemenag) Kota Bandung merekomendasikan kepada pemerintah pusat agar membekukan izin operasional yayasan pondok pesantren (ponpes) yang dipimpin HW (36) atas kasus cabul terhadap belasan santri. HW saat ini tengah menjalani persidangan atas kasus yang menjeratnya.
Baca Juga
Advertisement
Untuk diketahui, aktivitas pondok pesantren HW saat ini sudah ditutup dan tidak lagi terdapat santri.
"Secara operasional hari ini sudah tidak ada santri, pesantren ditutup. Secara izin operasional kami akan mengajukan permohonan pembekuan ke pusat untuk pondok pesantren tersebut," kata Kepala Kemenag Kota Bandung Tedi Ahmad, Kamis (9/10/2021).
Adapun rekrutmen tenaga guru di pesantren merupakan kewenangan yayasan atau pesantren. Karena itu, ia meminta ke depan agar pengelola lebih selektif untuk merekrut tenaga pendidik.
"Memang secara riil kedalaman persoalan pengangkatan guru dan lain-lain itu hak dari yayasan pesantren itu sendiri. Tetapi kita mengimbau kepada mereka untuk lebih selektif," ujarnya.
Tedi memaparkan proses hukum kasus pencabulan oleh pelaku HW telah berjalan sejak Mei. Pihaknya berharap proses hukum terus berjalan dan dapat segera selesai.
"Kasus ini sudah berjalan sejak Mei. Kami berharap secara personal proses hukum harus tetap berjalan," ucapnya.
Tedi menuturkan, pelaku bukan seorang kiai akan tetapi guru. Peristiwa tersebut merugikan komunitas pondok pesantren.
Terkait dengan iming-iming dari pelaku memberikan gratis sekolah di pesantren, Tedi mengatakan bahwa permasalahan utama adalah akhlak pelaku yang bejat.
"Memang ada yang betul gratis dan ketika akhlak guru bagus tidak jadi persoalan. Yang menjadi persoalan hari ini karena memang oknum tersebut akhlaknya bejat sehingga bisa merugikan santri masyarakat kemudian merugikan komunitas pondok pesantren," tuturnya.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini
Fasilitasi Santri
Tedi menambahkan, Kemenag memfasilitasi seluruh proses administrasi hingga anak dipastikan mendapat tempat di sekolah yang baru, baik itu kembali ke pondok pesantren, maupun memilih pindah ke sekolah formal.
Saat ini, lanjut Tedi, pihaknya tengah berkoordinasi bersama pihak kepolisian untuk bisa mengakses ke bangunan sekolah yang sudah disegel, yakni untuk mengambil sejumlah kelengkapan administrasi peserta didik.
"Dari aduan orang tua, masih ada 16 anak yang belum punya ijazah setara paket B dan C. Padahal telah lulus sejak 2019 dan 2020 tapi belum diberikan. Kita terus berkoordinasi dengan kepolisian karena bangunannya sudah diamankan," jelasnya.
Seperti diketahui, pelecehan seksual oleh pelaku HW dilakukan kepada 12 orang anak berusia rata-rata 12 hingga 17 tahun dalam rentang 2016-2021. Beberapa korban telah melahirkan anak dari pelaku.
Adapun perbuatan bejat HW dilakukan di berbagai tempat yaitu di yayasan KS, yayasan pesantren TM, pesantren MH, basecamp, apartemen TS Bandung, Hotel A, Hotel PP, Hotel BB, Hotel N, dan Hotel R.
Advertisement