Liputan6.com, Bandung - Siapa yang enggak kenal serabi bandung? Meski sudah banyak dikenal, tapi tidak banyak yang mengetahui asal-usul serabi bandung.
Advertisement
Baca Juga
Advertisement
Serabi atau surabi di Jawa Barat adalah salah satu makanan yang terbuat dari bahan-bahan yang cukup sederhana. Tepung beras, kelapa parut, dan santan adalah bahan utama dari kue berbentuk bulat seperti pancake ini.
Namun, berbeda dengan pancake, serabi biasanya dibuat di atas cetakan khusus yang terbuat dari tanah liat dan dipanggang di atas tungku dari kayu bakar atau arang. Cetakan itu juga yang membuat bentuk serabi menjadi khas, seperti mangkuk.
Selain bentuknya yang khas, serabi bandung juga memiliki aroma, tekstur, dan rasa yang khas. Arang yang digunakan, membuat aromanya harum. Sementara cetakan tanah liat membuat tekstur serabi menjadi tampak gosong dan garing pada bagian bawahnya dan lembut beraroma di bagian atasnya.
Kebanyakan surabi bandung memiliki rasa gurih dan pedas jika ditaburi oncom. Namun, ada juga serabi manis, yang dikenal dengan serabi kinca.
Di samping soal bentuk dan rasanya, pernahkah kamu penasaran tentang asal-usul serabi? Kenapa namanya serabi? Atau kenapa bentuknya serupa pancake? Buat kamu yang penasaran, yuk simak fakta-fakta menarik tentang serabi Bandung berikut.
*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Simak Video Pilihan di Bawah Ini:
Makanan Raja
Siapa yang menyangka serabi yang banyak dijumpai di pinggir jalanan Kota Bandung ini dulunya makanan raja?
Nama serabi ini diambil dari kata sura dalam bahasa Sunda, yang artinya besar. Namun, kata itu bukan mengacu pada ukurannya, melainkan untuk apa dan siapa makanan tersebut ditujukan. Karena zaman dahulu, serabi memang hanya disajikan untuk para raja.
Advertisement
Dipengaruhi Budaya Belanda dan India
Jika diperhatikan, bagian tengah serabi selalu memiliki rongga udara. Bulat-bulat seperti sarang lebah.
Nah, rongga udara itu juga ditemukan pada pancake. Inilah yang membuat serabi kerap dibandingkan dengan pancake atau bahkan disebut pancake dari Indonesia.
Faktanya, serabi memang sudah berkembang di nusantara sejak zaman penjajahan Belanda. Maka, tak heran jika camilan yang satu ini dipengaruhi oleh budaya kolonial. Yang membedakannya adalah bahan utamanya.
Selain itu, banyak juga yang mengatakan bahwa serabi merupakan makanan yang mendapat pengaruh dari India. Karena faktanya, pada masa penjajahan banyak juga orang India yang masuk ke Indonesia melewati jalur perdagangan.
Serabi Bukan Hanya Ada di Bandung
Ternyata, serabi ada di beberapa daerah lain di Indonesia, seperti Solo, Jakarta, Minang, dan Mataram dengan ciri khasnya masing-masing.
Namun, sampai saat ini yang paling dikenal memang serabi dari Solo dan serabi dari Bandung.
Meski sama-sama serabi, tetapi keduanya berbeda. Serabi solo kebanyakan bercita rasa manis dengan adonan yang lebih tipis, sementara serabi bandung kebanyakan bercita rasa gurih dan adonannya pun lebih tebal dan padat.
Advertisement
Dipanggang Secara Tradisional
Salah satu ciri khas dari serabi bandung adalah cara masaknya yang masih tradisional dengan menggunakan cetakan yang terbuat dari tanah liat. Bahkan beberapa pedagang juga masih menggunakan tungku dan arang untuk memanggangnya.
Proses pembuatan tradisional ini juga akan berpengaruh pada citarasa dari serabi. Tidak heran jika serabi yang dibuat dengan cara tradisional, masih banyak digunakan oleh para pedang kaki lima di Bandung.
Usianya 99 Tahun
Serabi disebut-sebut sebagai salah satu makanan tradisional yang usianya cukup tua. Masyarakat di Indonesia ternyata sudah mengenal serabi sejak tahun 1923.
Meski begitu, kudapan tua ini terus mengikuti perkembangan jaman arus modernisasi dan muncul dengan berbagai topping modern yang disukai oleh anak-anak muda. Mulai dari topping sosis, bakso, ayam, keju, cokelat, dan masih banyak lagi.
Bagaimana? Sekarang sudah tahu kan kalau serabi adalah makanan para bangsawan zaman dulu? Biar serasa jadi bangsawan, jangan lupa untuk jajan serabi, ya!
Penulis Mega Dwi Anggraeni
Advertisement