Liputan6.com, Wonosobo - Pandemi Covid-19 dua tahun terakhir dinilai memperburuk kasus stunting di Kabupaten Wonosobo, Jawa Tengah.
Pasalnya, warga ragu mendatangi posyandu untuk memantau status gizi dan perkembangan anak. Situasi makin tak menentu seturun meningkatnya angka pengangguran dan PHK yang menyebabkan penurunan kualitas pangan keluarga.
Advertisement
Baca Juga
"Apalagi jika melihat kondisi riil di lapangan yang patut menjadi perhatian utama kita, sebab meskipun pada periode sebelumnya prevalensi kasus stunting di Kabupaten Wonosobo mencapai 10,49 persen, namun diperlukan upaya yang luar biasa untuk mempertahankan, bahkan menurunkan angka prevalensi tersebut," kata Wakil Bupati Wonosobo, Muhammad Albar, melalui keterangan tertulis, dikutip dikutip Jumat (25/3/2022).
Menurut dia, masalah stunting di Kabupaten Wonosobo masih perlu mendapatkan perhatian. Pandemi Covid-19 semestinya tidak mengendorkan upaya menekan angka stunting.
dia menjelaskkan, secara teknis, Perpres Nomor 72 Tahun 2021 dituangkan dalam Rencana Aksi Nasional Percepatan Penurunan Stunting (RAN PASTI).
Dengan tiga pendekatan dalam pelaksanaan RAN PASTI, yakni pendekatan keluarga berisiko stunting yang dilakukan dengan intervensi hulu, pendekatan multi sektor dan multipihak melalui pentahelix, pendekatan intervensi gizi terpadu dengan melakukan intervensi spesifik dan sensitif.
Terdapat dua komponen penting yang wajib berjalan beriringan, untuk dapat mendukung percepatan penurunan stunting di Wonosobo yaitu komitmen pentahelix dalam bekerja sama dan bermitra, dan peran keluarga yang sangat penting dalam mencegah stunting pada setiap fase kehidupan.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Upaya Penurunan Stunting di Wonosobo
Selain itu faktor penting yang wajib diperhatikan agar upaya penurunan stunting dapat tepat sasaran, adalah kualitas data. Karena itu, dia meminta di tingkat desa/kelurahan bidan desa dan petugas gizi puskesmas bersama-sama dengan kader di masing-masing desa/kelurahan untuk melakukan penelusuran untuk menemukan bayi dan balita yang berpotensi stunting.
“Kepada para Camat, saya minta untuk memfasilitasi serta mengkoordinir desa dan kelurahan. Pastikan kegiatan untuk penurunan dan pencegahan stunting di tingkat desa dan kelurahan, teralokasi lewat Dana Tranfer Desa dan dana yang dikelola kelurahan," tandas Albar, dalam rembuk stunting Kabupaten Wonosobo tahun 2022.
Kepala Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPKBPPPA) Dyah Retno Sulistyowati mengatakan, selain kemiskinan, stunting juga menjadi permasalahan yang penyelesaiannya difokuskan dalam program pembangunan Pemerintah Kabupaten Wonosobo.
“Angka stunting di Kabupaten Asri ini dilihat dari data Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) dan Aplikasi elektronik-Pencatatan dan Pelaporan Gizi Berbasis Masyarakat (e-PPGBM) masih di atas 20 persen,” ucap Dyah.
Sementara menurut Badan Kesehatan Dunia, World Health Organization (WHO), masalah kesehatan masyarakat dapat dianggap buruk jika prevalensi stunting lebih dari 20 persen. Artinya, jika secara nasional mencapai angka tersebut maka masalah stunting di Indonesia tergolong kronis.]
Tim Rembulan
Advertisement