Ketua PHDI NTB Diminta Mengundurkan Diri karena Kasus ITE, Ini Respons Pengacara

Menurut Arjawa, sudah seharusnya Made Santi mengundurkan diri dari jabatan ketua PHDI untuk menjaga marwah organisasi. Ia menilai kasus ITE yang menjerat Made Santi ini adalah urusan pribadinya sebagai Advokat dan tidak ada kaitannya dengan jabatan organisasi.

oleh Hans Bahanan diperbarui 07 Agu 2022, 10:00 WIB
Diterbitkan 07 Agu 2022, 10:00 WIB
Terjerat Kasus ITE, Ketua PHDI NTB Diminta Mengundurkan Diri. Ini Kata Pengacaranya
Ketua PHDI NTB (Jas Abu-Abu) Ida Made Santi bersama para pengacaranya dari Koalisi Advokat Bersatu mendatangi Kejaksaan Tinggi NTB untuk mengajukan Permohonan Pengehentian Penuntutan dan Pengenyampingan Perkara demi kepentingan umum.

Liputan6.com, Lombok - Pengamat organisasi publik sekaligus intelektual Hindu NTB, Gede Arjawa meminta ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia, PHDI NTB, Ida Made Santi Adnya yang ditetapkan sebagai tersangka kasus Informasi Transaksi Elektronik (ITE) agar segera mengundurkan diri.

Menurut Arjawa, sudah seharusnya Made Santi mengundurkan diri dari jabatan ketua PHDI untuk menjaga marwah organisasi. Ia menilai kasus ITE yang menjerat Made Santi ini adalah urusan personalnya sebagai advokat dan tidak ada kaitannya dengan jabatan organisasi.

“Permasalahan hukum yang dihadapi oleh IMS ini kan masalah pribadi yang bersangkutan. Seyogyanya beliau mundur sementara dari jabatan ketua PHDI agar PHDI tidak terkontaminasi oleh perkara yang dihadapinya,” kata Gede Arjawa, di Mataram, Jumat (5/8/2022).

Dalam Anggaran dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART) PHDI memang tidak ada aturan bahwa ketua harus mundur dari jabatannya jika menghadapi masalah. Namun secara moral, hal itu harus dilakukan untuk menjaga nama PHDI sebagai Organisasi Umat Hindu.

Namun, kata dia, Jika Made Santi bersikukuh mempertahankan jabatannya sebagai ketua PHDI maka dikhawatirkan akan memberikan dampak buruk terhadap organisasi ini. Seolah olah akan menggiring opini publik bahwa penegak hukum akan berhadapan dengan Umat Hindu.

“Saya pribadi mengimbau kepada saudara Made Santi untuk mundur sementara agar memberikan keleluasaan bagi penegak hukum untuk bertindak, agar tidak ada stigma yang menyatakan penegak hukum berhadapan dengan PHDI,” kata dia.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Penegak Hukum Bekerja Profesional

Sementara itu terkait penetapan tersangka yang dipangku, Arjawa mengatakan tidak mengetahui secara detail pokok permasalah kasus ini.

Namun ia memastikan bahwa polisi telah bekerja secara profesional dengan melakukan pengumpulan barang butki dan keterangan, sehingga ada penetapan tersangka.

“Saya tidak tahu bagaimana subtansi kasusnya, tetapi secara logika tidak mungkin polisi gegabah menetapkan seseorang menjadi tersangka kalau tidak ditemukan bukti permulaan yang kuat,” kata dia.

Bantahan Tim Pengacara

Menyikapi hal ini, salah seorang Tim Pengacara Made Santi mengatakan bahwa rekan sekaligus kliennya tersebut tidak perlu mengundurkan diri jabatan ketua PHDI.

Ia mengklaim keputusan tersebut sesuai dengan Hasil Paruman (rapat) Pandita PHDI NTB tanggal 4 Agustus 2022 bertempat di Sekretariat Bersama PHDI NTB, menyatakan bahwa Ida Made Santi Adnya, tetap menjadi Ketua PHDI perioda 2019 - 2024.

Terkait dengan kasus yg di hadapi, maka Paruman Pandita/Sulinggih tetap mengacu berdasarkan AD/ART PHDI Pasal 7, K, yang menyatakan, syarat menjadi pengurus harian PHDI Pusat dan daerah adalah tidak pernah di hukum Pidana berdasarkan keputusan Pengadilan yg berkekuatan hukum tetap lebih dari 2 tahun.

"Saat ini klien kami masih berstatus sebagai tersangka. sedangkan di AD/ART itu dijelaskan bahwa syarat menjadi ketua adalah tidak pernah dihukum pidana," kata Yan.

"Kemarin kami sudah bertemu dengan pihak kejaksaan, dan pihak kejaksaan menyampaikan kepada kami bahwa ini lebih besar mengarah ke ranah perdata bukan Pidana. Jadi sudah jelas, klien kami tetap bisa menjabat sebagai ketua PHDI," kata Yan Mangandar.

Kronologi kasus

Untuk diketahui, Made Santi ditetapkan sebagai tersangka setelah mengunggah pelelangan hotel Bidari di Facebook. Hotel tersebut merupakan objek sengketa antara kliennya NS dan mantan suaminya, Gede Gunanta.

Unggahan tersebut dinilai sebagai pelanggaran Undang Undang ITE karena unggahan tersebut telah keluar dari masa lelang (Daluarsa) yang ditetapkan KPK-NL pada tanggal 10 Februari tahun 2020. Sehingga, Made Santi dianggap telah menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang berakibat merugikan konsumen.

Gede Gunanta melaporkan unggahan tersebut ke Polda NTB pada 16 Maret 2021 dengan dalih penyebaran berita bohong (hoaks). Setelah setahun berlalu, pada Rabu 27 Juli 2022, Kabag Wasidik Ditkrimsus Polda NTB, AKBP Darsono kemudian menetapkan made Santi sebagai tersangka lantaran unggahan promosi itu dinilai kedaluwarsa atau telah lewat masa lelang tersebut.

Made Santi kemudian dijerat dengan sangkaan pasal 28 ayat 1, juncto pasal 45 A ayat 1 UU nmor 11 tahun 2008 tentang Informasi Transaksi Elektronik (ITE).

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya