Liputan6.com, Yogyakarta - Dalam pecahan uang kertas baru Rp5.000 yang dikeluarkan Bank Indonesia, ada tarian tradisional yakni Tari Gambyong. Tari Gambyong adalah tarian tradisional yang berasal dari Surakarta, Jawa Tengah.
Tari Gambyong memiliki beberapa jenis koreografi, di antaranya adalah Tari Gambyong Pareanom, Tari Gambyong Pangkur, dan Tari Gambyong Retnokusumo. Meski berasal dari tarian rakyat, perkembangan Tari Gambyong juga tidak terlepas dari peran Keraton Surakarta.
Dikutip dari berbagai sumber, sejarah Tari Gambyong disebut dalam Serat Centhini yang ditulis pada abad XVIII. Nama tarian ini diambil dari pencipta Tari Gambyong yaitu Mas Ajeng Gambyong, seorang penari dan sinden yang sangat terkenal pada abad ke-19.
Advertisement
Kemahiran dalam menari dan kemerduan dalam suara Mas Ajeng Gambyong membuatnya populer di kalangan kaum muda, sehingga ia diundang ke Keraton Surakarta. Lalu, Tari Gambyong banyak dimainkan untuk menyambut tamu kerajaan atau di depan para bangsawan atau priyayi.
Baca Juga
Tari Gambyong pun perlahan diperhalus geraknya dan dibakukan menjadi tarian klasik yang ditampilkan di lingkungan Keraton Surakarta. Kreativitas ini diawali oleh Nyi Bei Mintoraras, seorang seniman dari Pura Mangkunegaran yang menghasilkan tari gambyong pareanom pada 1950.
Tari Gambyong pada awalnya, digunakan pada upacara ritual pertanian yang bertujuan untuk mengharap kesuburan tanaman padi dan perolehan panen yang melimpah. Dalam tarian ini, Dewi Padi (Dewi Sri) digambarkan sebagai penari-penari yang bergerak dengan lemah gemulai.
Dengan berubahnya fungsi tarian ini, Tari Gambyong memiliki makna keindahan dari gerak lemah gemulai yang menggambarkan sebuah kelembutan dan keindahan seorang wanita. Tari Gambyong menggunakan beberapa hiasan seperti sampur, kain jumputan, kain jarik, stagen, kamisol, sanggul, dan aksesoris atau perhiasan.
Saksikan video pilihan berikut ini:
Kostum Tari Gambyong
Kostum tari Gambyong yang ditarikan di dalam dan di luar Pura Mangkunegaran memiliki beberapa perbedaan. Untuk penari Gambyong di lingkungan Pura Mangkunegaran akan mengenakan kain wiron, mekak warna hijau, sampur gendalagiri warna kuning dan jamang.
Mekak yang digunakan berwarna hijau dengan sampur warna kuning sesuai dengan warna bendera Pura Mangkunegaran. Ciri khas pakaian penari Gambyong yang berwarna kuning dan hijau juga melambangkan kemakmuran dan kesuburan.
Sedangkan kostum untuk penari Gambyong di luar lingkungan Pura Mangkunegaran akan mengenakan kain wiron, kembe, sampur polos dan bersanggul dengan warna kostum bebas. Gerakan Tari Gambyong secara umum terdiri dari bagian awal, isi, dan akhir.
Dalam istilah Jawa gaya Surakarta, gerakan ini disebut maju beksan, beksan, dan mundur beksan. Karakter gerak para penari Gambyong ini terkesan bergas, wibawa, dan terselip keanggunan.
Keseluruhan gerak Tari Gambyong terpusat pada gerak kaki, lengan, tubuh, dan juga kepala. Tari Gambyong memiliki gerakan kepala dan tangan yang khas dengan kesan kenes dan luwes.
Selain itu pandangan mata penari Gambyong selalu mengikuti setiap gerak tangan dengan cara memandang arah jari-jari tangan. Gerakan kaki yang begitu harmonis seirama membuat Tari Gambyong semakin indah untuk dilihat.
Teknik gerak yang dipadukan dengan irama iringan tari dan pola kendhangan mampu menampilkan karakter tari yang luwes, kenes, kewes, dan tregel. Pola lantai Tari Gambyong adalah pola lantai garis lurus dan pola lantai garis lengkung.
Perubahan pola lantai dilakukan sesuai dengan jumlah dan gerak para penari Gambyong.
Advertisement