Serunya Nglarak Blarak, Kreasi Permainan Tradisional Baru Khas Kulon Progo 

Dalam kegiatan bertajuk Festival Nglarak Blarak 2022, permainan ini dimainkan.

oleh Switzy Sabandar diperbarui 31 Agu 2022, 06:00 WIB
Diterbitkan 31 Agu 2022, 06:00 WIB
Ilustrasi pohon kelapa
Ilustrasi pohon kelapa. (Photo by Jonathan Borba on Unsplash)

Liputan6.com, Yogyakarta - Nglarak Blarak merupakan sebuah permainan tradisional khas Bumi Menoreh. Permainan ini merupakan gabungan antara olahraga, seni, dan hiburan.

Dalam kegiatan bertajuk Festival Nglarak Blarak 2022, permainan ini dimainkan. Sebanyak 12 kontingen karangtaruna perwakilan seluruh kapanewon di kabupaten Kulon Progo adu kecepatan dan ketangkasan dalam festival tersebut.

Permainan tradisional ini membutuhkan 12 pemain yang dibagi menjadi dua tim untuk ditandingkan. Masing-masing tim tersebut diisi tiga perempuan dan tiga laki-laki.

Selain itu, permainan ini juga memerlukan satu orang wasit, satu orang asisten wasit, dan satu orang yang bertugas mencatat nilai. Permainan semakin seru dengan adanya tambahan para pemain musik.

Tak hanya itu, peserta pun mengenakan kostum yang unik. Pemain nglarak blarak dituntut untuk kuat, tangkas, dan cepat.

Para peserta juga harus cermat karena jika salah sedikit bisa menimbulkan pelanggaran dan mendapat hukuman. Salah satu pemain bertindak sebagai joki atau penunggang blarak.

Tugas joki adalah mengatur keseimbangan agar tidak jatuh. Sementara itu, perlengkapan yang wajib ada dalam permainan ini, antara lain pelepah daun kelapa (blarak), alat penderes nira (bumbung), keranjang kelapa, serta musik gamelan pengiring.

 

Saksikan video pilihan berikut ini:

Mengumpulkan Bumbung Paling Banyak

Tim dianggap menang jika mampu mengumpulkan bumbung paling banyak. Adapun, nglarak blarak sudah berkembang di Kulon Progo sejak 2014.

Permainan ini terinspirasi dari aktivitas para penderes kelapa. Permainan unik ini pernah ditetapkan sebagai penyaji terbaik dalam Festival olahraga Tradisional Nasional 2014 dan 2016.

Selain itu, juga terpilih untuk mewakili Indonesia dalam The Association For International Sport for All (TAFISA) World Games 2016. Banyaknya penderes di kabupaten Kulon Progo merupakan awal diinisiasinya permainan ini.

Meski terhitung baru, permainan tradisional ini perlu dilestarikan. Sebagai kreasi baru, permainan tradisional ini diharapkan nantinya akan menjadi sebuah warisan budaya tak benda (WBTB).

Untuk dapat ditetapkan sebagai WBTB, sebuah permainan harus berusia puluhan tahun. Oleh karena itu, diharapkan permainan ini bisa terus dilestarikan dan dikembangkan.

 

Penulis: Resla Aknaita Chak

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya