Kredit Rp1,8 Miliar Diduga Tak Tepat Sasaran, Polisi Usut Bank Daerah di Riau

Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau mengusut dugaan korupsi di Bank Riau Kepri Syariah yang berpotensi merugikan negara Rp1,8 miliar.

oleh M Syukur diperbarui 14 Okt 2022, 19:00 WIB
Diterbitkan 14 Okt 2022, 19:00 WIB
Ilustrasi.
Ilustrasi. (Liputan6.com)

Liputan6.com, Pekanbaru - Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Riau mengusut dugaan korupsi di Bank Riau Kepri (BRK) Syariah. Tindak pidana di perkantoran cabang Duri itu berpotensi merugikan negara Rp1,8 miliar.

Direktur Reserse Kriminal Khusus Polda Riau Komisaris Besar Ferry Irawan menyebut korupsi di BRK Syariah ini sudah tahap penyidikan. Penyidik telah menemukan bukti terjadinya tindak pidana.

"Kasusnya terjadi pada tahun 2013-2014, sudah gelar perkara dan naik ke penyidikan," kata Ferry, Selasa siang, 11 Oktober 2022.

Meski ditemukan bukti pidana, kasus ini belum ada tersangka. Ferry menyebut sudah mengantongi tersangka dan segera mengumumkannya dalam waktu dekat.

Menurutnya, kasus itu berawal dari adanya laporan terkait dugaan kejahatan perbankan oleh BRK. Salah satu pegawai diduga memberikan fasilitas murabahah atau kredit syariah ke debitur.

"Jadi, pemberian fasilitas murabahah atau kredit syariah ke debitur ini tak sesuai ketentuan sehingga terjadi kredit macet di BRK Syariah Cabang Duri," jelasnya.

Sementara itu, Kasubdit II Reskrimsus Polda Riau Komisaris Teddy Ardian menambahkan, pihaknya sudah meminta keterangan 10 saksi dari bank dan 2 debitur.

Penyidik juga telah memintai keterangan ahli dari Kementerian Keuangan serta ahli pidana.

"Dari hasil gelar perkara, kami menemukan ada dugaan korupsi yang mengakibatkan kerugian negara," ungkap Teddy.

 

*** Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Secara Bersama-sama

Teddy menjelaskan, nilai kerugian negara pada kasus ini sekitar Rp1,8 miliar. Untuk memastikan jumlah itu sebagai salah satu bukti, penyidik sudah berkoordinasi dengan Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan Riau.

Teddy menambahkan, modus yang dilakukan, yakni uang yang dicairkan dari pinjaman tidak digunakan oleh debitur sesuai peruntukan.

Ada empat orang debitur yang menerima fasilitas kredit syariah. Diduga pemberian fasilitas itu tidak sesuai ketentuan, sehingga mengakibatkan terjadinya kredit macet.

Penyidik menggunakan Pasal 2 juncto Pasal 3 ayat 2 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 dalam kasus ini. Artinya, pihak yang bertanggung jawab lebih dari satu orang karena dilakukan bersama-sama sesuai Pasal 55.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya