Liputan6.com, Sukabumi - Gereja Sidang Kristus menjadi gereja paling bersejarah di Kota Sukabumi, karena telah ada sejak tahun 1911. Berlokasi di Jalan Mesjid, Kelurahan Gunungparang, Kecamatan Cikole Kota Sukabumi.
Gereja tersebut mempunyai gaya arsitektur menarik seperti bangunan katedral. Dahulu, gereja ini bernama Gereja Protestan atau sebutan lain Protestansche Kerk, kemudian diubah menjadi Sidang Kristus.
Baca Juga
Tempat ibadah umat nasrani ini juga menjadi satu-satunya gereja yang memiliki lonceng. Bahkan lonceng tersebut telah dipasang pada tahun 1914 oleh pembuat yang sama dengan lonceng yang berada di Katedral Notre Dame Paris di negara Prancis, yaitu diproduksi oleh perusahaan Klokken Gieterij Eijsbouts asal Asten, Belanda.
Advertisement
Ketua Yayasan Dapuran Kipahare, Irman Firmansyah mengatakan, gereja yang dibangun pada abad 20-an itu merupakan bantuan dermawan bernama Tuan Lenne, seorang pebisnis yang juga memiliki aset penginapan di Selabintana, Kabupaten Sukabumi.
"Saat merdeka baru diambil alih jadi Sidang Kristus karena informasinya mulai tahun 1946-an baru disebut Sidang Kristoes," kata Irman saat dihubungi pada Sabtu (25/12/2022).
Tak hanya memiliki lonceng bersejarah, di gereja Sidang Kristus juga terdapat jam menara yang berusia lebih tua dari Jam Gadang. Yang mana menjadi ikon Kota Bukittinggi, Sumatera Barat.
Angka romawi pada jam tersebut tertulis tidak seperti romawi biasanya. Jika umumnya angka empat ditulis IV, namun pada jam itu tertulis IIII.
"Jam sejenis hanya ada dua di Indonesia yaitu Sukabumi dan Bukittinggi. Konon memang angka IIII adalah angka empat romawi sebelum diubah ke ‘IV’ karena angka IV adalah singkatan dari dewa Romawi, Jupiter, yang ditulis IVPPITER. Hal ini menyebabkan raja Louis tidak suka dan meminta untuk mengubah tulisan angka empat romawi," terang dia.
Gudang Senjata Masa Penjajahan Jepang
Irman menyebut, pada masa pemerintahan Jepang, selain menjadi sarana ibadah. Tempat ini juga diduga sempat menjadi gudang senjata. Hal itu menurutnya, berkaitan erat karena lokasi yang tak jauh dari markas Kempetai.
"Pada masa Jepang gereja ini sempat dijadikan Gudang. Kalau dari lokasi tidak jauh dengan markas Kempetai, boleh jadi Jepang menggunakan (gereja itu) sebagai gudang senjata. Terlebih, mengingat Lapang Merdeka saat itu sering dipakai latihan tentara, Gedung Juang juga jadi tempat pertemuan tentara," ungkap dia.
Lebih lanjut, dia berujar, beruntung gereja itu dapat dipertahankan setelah masa proklamasi. Kala itu, jemaat Tionghoa mengaktifkan kembali fungsi Gereja Sidang Kristus sebagai tempat beribadah.
“Kemudian dijadikan Gereja Protestan Tionghoa, (Chinese Protestant Kerk) yang disebut Cih Tuh Ciao Hui. Nama Tionghoa ini sempat terukir pada dinding Menara, yang sekarang sudah dicat putih semua,” ungkapnya.
Peristiwa Bom Natal di Malam Kudus
Peristiwa muram di hari Natal sempat terjadi di Sukabumi. Saat itu, dua hari menjelang Hari Raya Lebaran 1421 Hijriyah, beberapa bom meledak serentak sejumlah gereja di Indonesia
Irman menyebut, sejak diaktifkan kembali sebagai tempat beribadah, bangunan ini selamat dari aksi bumi hangus yang dilakukan oleh pejuang saat Tentara Belanda melakukan agresi pertama ke Sukabumi tahun 1947.
Insiden itu juga bersamaan dengan Misa Natal pada Minggu, 24 Desember 2000, tepat hari ini 22 tahun lalu. Di Sukabumi, bom meledak di Gereja Pentakosta Sidang Kristus.
“Sejak itu gereja ini dikelola oleh ordo kristus dengan badan hukum Yayasan Gereja Sidang Kristus. Itu kan efek peristiwa poso. Jadi serentak di beberapa gereja zaman teroris Dulmatin, Patek, Imam Samudra dan lain-lain,” tutur dia.
Beruntung, dalam peristiwa itu tak ada korban jiwa yang dilaporkan. Terlihat, posisi gereja tersebut masih berdiri kokoh menghadap Masjid Agung Kota Sukabumi yang kini menjadi simbol toleransi beragama.