Dugaan Kasus Penganiayaan Tahanan BNNP Aceh Dihentikan, Kuasa Hukum Beberkan Temuan

Polda Aceh mengeluarkan SP3 atas kasus tahanan BNNP Aceh yang diduga tewas karena dianiaya selama ditahan oleh lembaga tersebut. Pihak kuasa hukum tidak terima!

oleh Rino Abonita diperbarui 11 Mar 2023, 22:00 WIB
Diterbitkan 11 Mar 2023, 22:00 WIB
Garis polisi yang dibentangkan di depan pemakaman tahanan BNNP Aceh yang meninggal karena diduga dianiaya (Liputan6.com/Rino Abonita)
Garis polisi yang dibentangkan di depan pemakaman tahanan BNNP Aceh yang meninggal karena diduga dianiaya (Liputan6.com/Rino Abonita)

Liputan6.com, Aceh - Polda Aceh dipastikan telah menghentikan penyelidikan kasus dugaan penganiayaan terhadap tahanan Badan Narkotika Nasional Provinsi Aceh yang meninggal dunia. Kuasa hukum keluarga korban akan menempuh jalur hukum dalam menanggapi keputusan ini.

Dirreskrimum Polda Aceh Kombes Ade Harianto mengatakan bahwa dalam perkara ini penyidik telah melaksanakan semua tahapan hukum sesuai standar operasional. Namun, dari hasil gelar perkara kasus ini dinyatakan tidak cukup unsur untuk ditingkatkan ke penyidikan.

"Sehingga kasus itu dihentikan atau SP3," terang Harianto, dalam keterangan pers diterima Liputan6.com, Rabu (8/3/2023).

Penghentian penyelidikan ini tentu saja ditentang mentah-mentah oleh kuasa hukum keluarga korban. Keputusan mengeluarkan SP3 di tengah jalan menunjukkan bahwa proses pemeriksaan dalam perkara ini terkesan prematur.

Penyelidikan, kata kuasa hukum keluarga korban, M Qodrat Husni Putra, merupakan langkah awal dalam pemeriksaan perkara pidana. Tahapan penyelidikan sendiri bertujuan untuk menentukan status peristiwa masuk kategori pidana atau tidak.

Kasus tewasnya tahanan BNNP Aceh, David Yuliansyah, sendiri diduga kuat merupakan kasus pidana jika melihat sejumlah indikasi, kata Qodrat. Salah satunya penangkapan yang dilakukan pihak BNNP Aceh dilakukan tanpa surat perintah sementara David juga tidak tertangkap tangan.

"Artinya, penangkapan yang dilakukan BNNP Aceh itu melawan hukum," tegas Qodrat, dihubungi oleh Liputan6.com, Rabu malam (8/3/2023).

Dari sini tampak adanya indikasi tindak pidana berupa pengekangan terhadap kemerdekaan seseorang. Melihat indikasi ini, semestinya kepolisian secara sadar meningkatkan status pemeriksaan dari penyelidikan ke penyidikan alih-alih menghentikannya.

Sementara itu, argumen Dirreskrimum Polda Aceh Kombes Ade Harianto soal unsur pidana yang tidak cukup sehingga tidak bisa dilanjutkan ke tahap penyelidikan juga dinilai tidak logis. Argumen ini terlihat gagap hukum di mata Qodrat.

"Harus dipahami bahwa di tingkat penyelidikan kita belum ngomong siapa pelakunya atau unsur apa yang dipenuhi. Cuma sekadar untuk menentukan suatu peristiwa itu patut diduga adalah peristiwa pidana sehingga dilanjutkan ke penyidikan," terang dia.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Kepala Operasional LBH Banda Aceh, M. Qudrat Husni Putra (Liputan6.com/Rino Abonita)
Kepala Operasional LBH Banda Aceh, M. Qudrat Husni Putra (Liputan6.com/Rino Abonita)

Selain itu, pihak kuasa hukum juga sudah pernah meminta kejelasan terkait sejumlah alat bukti yang sudah pernah diminta untuk dipaparkan sewaktu gelar perkara berlangsung. Salah satunya tentang keberadaan rekaman CCTV di kantor BNNP Aceh.

"Kita tidak tahu apakah sudah pernah diperiksa atau tidak tetapi itu tidak pernah dipaparkan. Sudah jelas di kantor BNNP Aceh itu pasti ada CCTV," tegasnya.

Qodrat juga mempertanyakan soal baju yang dikenakan David Yuliansyah yang sampai saat ini tidak diketahui ditaruh di mana. Baju tersebut dirasa penting karena jika terjadi penganiayaan sudah pasti terdapat noda darah di sana.

"Waktu dia di BNNP Aceh, bajunya itu sudah diganti dengan baju oranye atau baju tahanan," jelasnya.

Selain itu, informasi bahwa korban ditahan BNNP Aceh serta diduga telah mengalami penyiksaan diketahui keluarga via seorang petugas kepolisian yang kebetulan masih famili dengannya. Namun, informasi dari saksi tersebut tidak pernah didalami oleh penyidik.

Selama proses gelar perkara, sebenarnya telah disepakati bahwa hasil gelar perkara ditunda terlebih dahulu sebelum penyidik memenuhi permintaan kuasa hukum perihal sejumlah alat bukti tadi. Di dalamnya termasuk pula hasil visum et repertum yang menurut Qodrat tidak pernah dipaparkan.

"Bukannya berusaha mengabulkan permohonan itu, malah perkaranya dihentikan," sindir Qodrat.

Pihaknya akan menempuh jalur hukum untuk menyikapi keluarnya surat perintah penghentian penyidikan (SP3) ini. Namun, kata Qodrat, mereka akan menelaah seluruh berkas penyelidikan dari kepolisian terlebih dahulu.

"Karena selama ini sangat tertutup polda-nya. Kita mau minta BAP saksi, hasil visum, hasil autopsi dan segala macam itu akan kita mintakan untuk kita pelajari sebelum menentukan upaya hukum seperti apa yang akan kita tempuh," pungkas Qodrat.

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Live Streaming

Powered by

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya