Penelitian Mahasiswa UGM: Pura Mangkunegaran Adaptasi Modernisasi

Mahasiswa UGM melakukan penelitian secara mendalam mengenai hibriditas budaya lokal sebagai upaya resiliensi dampak negatif modernisasi dari Pura Mangkunegaran di Kota Surakarta, Jawa Tengah, yang dijuluki dengan ‘Keraton Milenial’.

oleh Yanuar H diperbarui 18 Okt 2023, 18:00 WIB
Diterbitkan 18 Okt 2023, 18:00 WIB
Pracimasana, Pracima Tuin, Mangkunegaran, Surakarta, Jawa Tengah
Pracimasana, restoran di Pracima Tuin, Pura Mangkunegaran, Surakarta yang menyajikan menu-menu favorit raja dari masa ke masa. (Foto: Liputan6.com/Diviya Agatha)

Liputan6.com, Yogyakarta - Modernisasi di Pura Mangkunegaran dan kemampuan adaptasinya dalam meminimalisir dampak negatif modernisasi ternyata menarik minat dari Tim Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang Riset Sosial Humaniora (RSH) UGM yaitu Syahriza Indra Utomo, Doni Andika Pradana (Filsafat 2020), Daffa Naufal Nurrahmad, Salma Nur Rahmasari (Isipol 2021), dan Nurul Athifah (Arkeologi 2021).

Penelitian ini didampingi oleh dosen Fakultas Filsafat UGM, Sartini. Salah satu anggota tim PKM, Doni Andika mengatakan penelitian Pura Mangkunegaran ini sejak bulan Juni 2023 lalu tentang modernisasi keraton milenial yang sudah dimulai sejak KGPAA Mangkunegara I, berlanjut hingga saat ini.

“Sikap keterbukaan setiap raja yang bertahta selalu memiliki ciri khas yang menjadi identitas kepemimpinan,” kata Doni. 

 Doni mengatakan saat Mangkunegara VII memimpin penampakan modernisasi terlihat pada pembangunan sebuah societeit Mangkunegaran atau ruang temu publik. Societeit ini menjadi lokasi diskusi antar bangsawan yang saat itu tengah tren di Eropa tahun 1900-an. 

 

“Tak hanya itu, pada masa itu sudah terdapat sebuah taman di area barat Pura Mangkunegaran yang tidak hanya berfungsi sebagai taman saja, namun juga terdapat rumah cukur dan kolam untuk berenang keluarga kerajaan,” jelasnya.

Salma Nur Rahmasari, anggota tim lainnya mengatakan, taman area barat Pura Mangkunegaran atau Taman Pracima sempat terbengkalai dan mengalami kerusakan serta pelapukan. KGPAA Mangkunegara X, merevitalisasi taman pracima  dengan berkiblat pada kondisi dan struktur taman pada masa pemerintahan Mangkunegara VII, dengan tetap diselaraskan sesuai perkembangan zaman sehingga dijuluki sebagai keraton milenial. 

“Hingga kepemimpinan KGPAA Mangkunegara X, akulturasi antara budaya Jawa dan Eropa masih terlihat, terutama dalam arsitektur bangunan. Revitalisasi Taman Pracima pada masa kepemimpinan Mangkunegara X mencerminkan sikap keterbukaan terhadap modernisasi, sambil tetap menjaga nilai-nilai budaya Jawa," katanya.

Salma menegaskan dengan revitalisasi Taman Pracima justru menguatkan rasa ‘milenial’ pada Pura Mangkunegaran. Sebab para pengunjung yang mayoritas berasal dari generasi milenial ingin menikmati keindahan taman kerajaan dalam konsep yang lebih kekinian.

Salma mengatakan sebagai pusat budaya Jawa, Pura Mangkunegaran memiliki peran penting dalam melestarikan nilai-nilai dan tradisi kebudayaan Jawa. Meskipun terbuka terhadap modernisasi, pura ini telah menjaga identitasnya dengan memadukan unsur-unsur budaya Barat dan Jawa. 

"Sikap ini membentuk harmoni antara tradisi dan kemajuan modern, memberikan Mangkunegaran ciri khas yang membedakannya dari keraton-keraton lainnya,” paparnya.

Dosen pembimbing, Sartini mengatakan riset yang dilakukan para mahasiswa ini ke keraton milenial ini menggunakan perspektif teori ilmu Filsafat. Penelitian tersebut berusaha untuk mengungkap dinamika modernisasi yang terjadi di Pura Mangkunegaran melalui perspektif filsafat poskolonialisme dalam teori hibridisasi budaya.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya