Setelah 32 Tahun, Guru Besar UGM Ungkap Penyebab PMK Kembali Muncul

Penyakit mulut dan Kuku atau PMK tidak terdeteksi sejak puluhan tahun lalu di Tanah Air. Lalu bagaimana bisa penyakit ini bisa muncul lagi setelah puluhan tahun?

oleh Yanuar H diperbarui 27 Des 2023, 14:00 WIB
Diterbitkan 27 Des 2023, 14:00 WIB
Nihil Kasus PMK, Intip Cara Peternakan Sapi di Malang Cegah Penyakit Mulut dan Kuku
Penyakit mulut dan kuku atau PMK yang melanda Indonesia pada pertengahan 2022 menyebabkan lebih dari 150 ribu ternak terpapar. Namun, peternakan di Malang tidak melaporkan satu pun kasus, ini rahasianya. Foto: Ade Nasihudin/Liputan6.com.

Liputan6.com, Yogyakarta Aris Haryanto guru besar UGM bidang ilmu Biokimia mengatakan selama 32 tahun sebelumnya Indonesia  menyandang status bebas  penyakit mulut dan kuku (PMK) tanpa vaksinasi. Namun 28 April 2022 di Kabupaten Gresik Jawa Timur virus PMK  menyerang 402 ekor sapi potong di Gresik, kemudian menyebar di beberapa wilayah lain di Indonesia. 

“Penyebab munculnya kembali PMK di Indonesia, setelah 32 tahun dinyatakan bebas PMK, adalah kebijakan yang mengakibatkan longgarnya peraturan impor ternak atau hasil ternak dari luar negeri,” kata Aris saat pidato pengukuhan guru besar yang berjudul Wabah Penyakit Mulut dan Kuku pada Ruminansia di Indonesia Tinjauan dari Aspek Biokimia Molekuler di ruang Balai Senat, Gedung Pusat UGM Kamis  21 Desember 2023.

Dosen Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Gadjah Mada ini  mengatakan meskipun kasusnya sudah cenderung melandai, pemahaman tentang agen etiologis penyebab penyakit PMK pada hewan ruminansia di Indonesia yang ditinjau dari aspek Biokimia Molekuler sangat penting untuk dilakukan. Karena PMK merupakan penyakit hewan lintas batas dengan dampak ekonomi yang signifikan dan bersifat sangat menular.

 

 “Penyakit ini juga mempunyai rentang spesies inang yang luas, dosis infeksius virus yang rendah, kemampuan virus bertahan di lingkungan, dan ekskresi virus oleh hewan yang sudah terinfeksi sebelum munculnya gejala klinis merupakan beberapa faktor yang menyebabkan PMK mempunyai tingkat penyebaran yang cepat dan luas,” paparnya.

Lebih jauh ia memaparkan bahwa pencegahan penyakit PMK pada zona bebas dapat dilakukan  dengan  membatasi gerakan hewan ternak, pengawasan lalu lintas dan pelaksanaan surveilans.  Namun yang tidak kalah lebih  penting adalah melakukan biosekuriti yang ketat dan  desinfeksi asset serta semua material yang terinfeksi baik itu perlengkapan kandang, mobil, baju, dan sebagainya. 

“Termasuk dalam hal ini pemusnahan bangkai, sampah, dan semua produk hewan pada area yang terinfeksi, dan tindakan karantina,” ungkapnya.

Pada daerah tertular PMK, tindakan pencegahan dapat dilakukan dengan melakukan vaksinasi menggunakan vaksin virus aktif untuk memberikan kekebalan yang cukup selama 6 bulan kedepan setelah dua kali pemberian vaksin, sebagian tergantung pada antigen yang berhubungan antara vaksin dan strain virus yang sedang mewabah. 

“Meningkatkan  pengawasan lalu lintas ternak di wilayah darat dan laut, dan pelarangan pemasukan ternak dari daerah,” jelasnya.

Adapun pengobatan dan pengendalian penyakit PMK dapat dilakukan melalui kegiatan pemotongan dan pembuangan jaringan tubuh hewan yang terinfeksi. 

“Selama dilakukan pengobatan, hewan yang terserang penyakit harus dipisahkan dari hewan yang sehat dikarantina terpisah dari kandang hewan sehat dan pada ternak yang tidak terinfeksi harus ditempatkan pada lokasi yang kering dan dibiarkan bebas berjalan-jalan serta diberi pakan cukup untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuhnya,” jelasnya.

Kebijakan umum yang diterapkan saat terjadi wabah adalah dengan menghentikan sementara lalu lintas hewan hidup dan pengendalian ketat produk hewan  dengan tujuan agar virus tidak menyebar ke daerah lain melalui lalu lintas ternak dan produk hewan yang berisiko tinggi. Selain itu, dengan cara mengisolasi hewan yang terinfeksi dan pemberian terapi suportif, vaksinasi dan peningkatan biosekuriti.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya