Liputan6.com, Jakarta - Pandemi Covid-19 mengubah paradigma terhadap seluruh aspek kehidupan. Masyarakat dan pemerintah sepakat bahwa aspek kesehatan begitu penting dan rentan. Gaya hidup sehat mulai digalakan baik dari pemerintah, influencer, maupun masyarakat.
Setelah pandemi Covid-19, perilaku konsumsi makanan masyarakat berubah. Makanan bukan lagi sekadar enak dan mengenyangkan, tetapi harus menyehatkan.
Masyarakat mulai mempunyai kesadaran akan bahaya yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida dan bahan-bahan kimia lain di sektor pertanian.
Advertisement
Pertanian organik datang membawa narasi 'Pertanian Sehat” dengan produk pertanian organik. Pertanian organik didefinisikan pertanian yang mengandalkan bahan baku alami dan tidak menggunakan bahan kimia sintesis.
Baca Juga
Kepopuleran produk pertanian organik semakin meningkat dengan timbulnya kesadaran masyarakat atas isu climate change. Perusahaan yang menjual produk organik memanfaatkan paradigma masyarakat tersebut untuk mendapatkan keuntungan kapital.
Saksikan Video Pilihan Ini:
Ketersediaan Sayur Organik yang Timpang
Sayuran organik masih dijual secara terbatas dan dijual di tempat-tempat tertentu. Tempat-tempat tersebut didesain secara tertata, dingin, dan bersih. Sedangkan pasar sayur konvensional cenderung berantakan, panas, dan kotor.
Produk organik seperti sayuran organik dipatok dengan harga yang jauh lebih mahal dibandingkan sayur konvensional. Akibatnya, sayur organik tidak bisa dijangkau oleh semua kalangan masyarakat.
Hanya masyarakat ekonomi kelas menengah ke atas yang mempunyai akses membeli sayur organik.
Terbentuknya kelas sosial tak terhindarkan, yaitu kelas sosial yang mampu membeli sayur organik dan kelas sosial yang tidak mampu membeli sayur organik.
Sistem Tidak Adil
Kesehatan yang ditawarkan sayuran organik hanya bisa dijangkau kelas ekonomi tertentu. Seperti kutipan lirik lagu band punk rock Dead Kennedys “All systems go to kill the poor tonight.”
Masyarakat kelas bawah kembali tersisihkan oleh sistem, Eksklusifitas yang terjadi membentuk persepsi baru bahwa makanan bergizi dan sehat tak layak didapatkan bagi masyarakat kelas ekonomi bawah.
Sumber: Jurnal UNS
Penulis: Akbar Fadillah, Mahasiswa IPB University, Workshop Jurnalistik Koran Kampus IPB
Advertisement