Liputan6.com, Jakarta - Kantor Wilayah (Kanwil) Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) Kepulauan Bangka Belitung (Babel) mengelar sosialisasi anti gratifikasi dalam pelayanan publik bersama Ombudsman. Hal ini untuk memberikan wawasan terhadap jenis-jenis pemberian apa saja yang wajib dan tidak wajib lapor ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Kepala Kanwil Kemenkumham Babel, Harun Sulianto menuturkan, penyelenggaraan pelayanan publik yang adil dan dapat dipertanggungjawabkan akan menghasilkan kepercayaan publik. Menurutnya, gratifikasi dapat berpotensi menimbulkan tanam budi yang membuat penerima mengutamakan kepentingan pemberi saat mengambil keputusan.
"Pelaksanaan pelayanan publik yang baik adalah jika ada pengaduan maka ditangani secara cepat, dan efektif,"ungkap Harun, dalam keterangan tertulisnya, Selasa (23/7/2024).
Advertisement
Harun Sulianto juga menuturkan jika pada tahun 2023 lalu, sebanyak 4 satuan kerja di jajarannya berhasil meraih predikat Pelayanan Publik Berbasis HAM. Hal itu meliputi Kanwil Kemenkumham Babel, Kantor Imigrasi Kelas I TPI Pangkalpinang, Kantor Imigrasi Kelas II TPI Tanjungpandan dan Lapas Perempuan Kelas III Pangkalpinang.
Hal senada dikatakan Kepala Divisi Administrasi Kemenkuham Babel, Dwi Harnanto. Dalam laporannya ia menjelaskan jika kegiatan ini bertujuan agar jajarannya tidak melakukan gratifikasi sehingga jalannya organisasi dapat transparan dan akuntabel. Selain itu, kegiatan ini untuk membentuk karakter pegawai menjadi lebih berintegritas.
"Tentunya ini akan menjadi pengetahuan bagi para pegawai agar lebih hati-hati dalam melaksanakan pelayanan publik," Dwi Harnanto menimpali.
Baca Juga
Sementara itu, Kepala Perwakilan Ombudsman Babel, Shulby Yozar Ariadhy yang bertindak sebagai narasumber dalam acara tersebut menyampaikan jika gratifikasi dalam pelayanan publik dapat dicegah. Hal ini melalui penguatan standar pelayanan, penguatan ekosistem pendukung seperti dukungan kebijakan dan komitmen pimpinan serta peningkatan akuntabilitas.
Ia juga berharap sosialisasi dapat memberikan pemahaman kepada aparatur sipil negara dan pejabat mengenai jenis gratifikasi yang diperbolehkan dan tidak. Hal ini untuk mengurangi potensi tindakan korupsi dalam penerimaan gratifikasi.
“Jika kalian menerima pemberian secara tidak langsung dan dalam keadaan sulit untuk menolak serta merasa ragu terhadap jenis gratifikasi, silahkan diterima lalu segera laporkan", ungkap Shulby mengakhiri.
Penerimaan gratifikasi diatur di dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). UU no 20 tahun 2001 pasal 12B ayat 2 mencatat pidana bagi pegawai negeri atau penyelenggara negara sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) adalah pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 tahun dan paling lama 20 tahun, dan pidana denda paling sedikit Rp200 jutadan paling banyak RP 1 M.
Namun, UU Tipikor juga memberikan kelonggaran. Menurut Pasal 12C, penerimaan gratifikasi tidak dianggap sebagai tindakan pidana jika penerimaan tersebut dilaporkan ke KPK paling lambat 30 hari kerja setelah diterima. Pelaporan dapat dilakukan dengan berbagai cara seperti mengunjungi KPK, mengirim surat, email di alamat pelaporan.gratifikasi@kpk.go.id. dan situs web https://gol.kpk.go.id/ serta aplikasi Gratifikasi OnLine (GOL).
Kendati demikian ada beberapa bentuk gratifikasi yang tidak wajib dilaporkan ke KPK, yakni;
- Pemberian dari keluarga, yakni kakek/nenek, bapak/ibu/mertua, suami/istri, anak/anak menantu, cucu, besan, paman/bibi, kakak ipar/adik ipar, sepupu/keponakan. Gratifikasi dari pihak-pihak tersebut boleh diterima dengan syarat tidak memiliki benturan kepentingan dengan posisi ataupun jabatan penerima
- Hadiah tanda kasih dalam bentuk uang atau barang yang memiliki nilai jual dalam penyelenggaraan pesta pernikahan, kelahiran, aqiqah, baptis, khitanan, dan potong gigi, atau upacara adat/agama lainnya dengan batasan nilai per pemberi dalam setiap acara paling banyak Rp 1.000.000 - Pemberian terkait dengan musibah atau bencana yang dialami oleh penerima, bapak/ibu/mertua, suami/istri, atau anak penerima gratifikasi paling banyak Rp 1.000.000
- Pemberian dari sesama pegawai dalam rangka pisah sambut, pensiun, promosi jabatan, ulang tahun ataupun perayaan lainnya yang lazim dilakukan dalam konteks sosial sesama rekan kerja. Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya pemberian voucher belanja, pulsa, cek atau giro. Nilai pemberian paling banyak Rp 300.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama.
- Pemberian sesama pegawai dengan batasan paling banyak Rp 200.000 per pemberian per orang, dengan batasan total pemberian selama satu tahun sebesar Rp 1.000.000 dari pemberi yang sama. Pemberian tersebut tidak berbentuk uang ataupun setara uang, misalnya voucher belanja, pulsa, cek atau giro.
- Hidangan atau sajian yang berlaku umum.
- Prestasi akademis atau non akademis yang diikuti dengan menggunakan biaya sendiri seperti kejuaraan, perlombaan atau kompetisi tidak terkait kedinasan.
- Keuntungan atau bunga dari penempatan dana, investasi atau kepemilikan saham pribadi yang berlaku umum.
- Manfaat bagi seluruh peserta koperasi pegawai berdasarkan keanggotaan koperasi Pegawai Negeri yang berlaku umum
- Seminar kit yang berbentuk seperangkat modul dan alat tulis serta sertifikat yang diperoleh dari kegiatan resmi kedinasan seperti rapat, seminar, workshop, konferensi, pelatihan, atau kegiatan lain sejenis yang berlaku umum.
- Penerimaan hadiah atau tunjangan baik berupa uang atau barang yang ada kaitannya dengan peningkatan prestasi kerja yang diberikan oleh pemerintah sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
- Kompensasi atas profesi di luar kedinasan, yang tidak terkait dengan tugas pokok dan fungsi dari pejabat/pegawai, tidak memiliki konflik kepentingan dan tidak melanggar aturan internal instansi pegawai.
Â