Kasus Mega Korupsi Jalan di Tempat, Pegiat Antikorupsi Pertanyakan Keseriusan Kejari Kudus

Ratusan pengunjuk rasa mendatang kantor Kejari Kudus untuk menyuarakan aspirasinya. Mereka juga membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan ‘Korupsi menjadi-jadi, Bongkar’

oleh Tim Regional diperbarui 11 Des 2024, 02:30 WIB
Diterbitkan 11 Des 2024, 02:30 WIB
Para aktivis turun jalan berunjuk rasa mempertanyakan keseriusan pihak Kejari Kudus menangani sejumlah kasus korupsi yang terkesan jalan di tempat. (Liputan6.com/Arief Pramono)
Para aktivis turun jalan berunjuk rasa mempertanyakan keseriusan pihak Kejari Kudus menangani sejumlah kasus korupsi yang terkesan jalan di tempat. (Liputan6.com/Arief Pramono)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Lambannya penuntasan sejumlah kasus dugaan korupsi mega proyek yang melilit sejumlah intansi pelat merah di Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, membuat gerah dan prihatin para aktivis antikorupsi di wilayah setempat.

Mereka pun turun jalan menggelar unjuk rasa mempertanyakan keseriusan pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus. Aksi kali ini juga rangkaian Hari Anti Korupsi se Dunia pada Senin (9/12/2024).

Dalam aksinya, aktivis tersebut mengungkap beberapa kasus yang kini terkesan jalan di tempat di tangan Kejari Kudus. Sebab hingga menjelang akhir tahun 2024, kasus-kasus yang merugikan negara miliaran Rupiah masih belum ada titik terangnya.

Karena itu, sejumlah aktivis mendesak Kejari segera menuntaskan dugaan kasus korupsi. Yakni proyek Sentra Industri Hasil Tembakau (SIHT), hibah fiktif ke sebuah ormas, umrah gratis dan sejumlah dugaan korupsi lainnya.

Sururi Mujib selaku koordinator pengunjuk rasa mengatakan, pihaknya mengingatkan aparat Kejaksaan untuk serius menangani sejumlah kasus korupsi yang ada di Kudus.

“Penegakan hukum atas kasus-kasus tersebut, semestinya harus menjadi prioritas dari Kejari. Jangan sampai kasus-kasus korupsi yang ada, nantinya terus terjadi dan merugikan rakyat,” tegas Sururi Mujib.

Sebagai aktivis, Sururi bersama pejuang antikorupsi terus berkomitmen menyuarakan upaya pemberantasan korupsi yang terjadi di Kabupaten Kudus.

Ia menyebut bahwa keberhasilan Kejari Kudus mengungkap kasus korupsi dana hibah Komite Olahraga Nasional Indonesia (KONI) Kudus, juga tak lepas dari tuntutan yang disuarakan para aktivis sebelumnya.

Bahkan dalam penangannya, pihak Kejari setempat akhirnya menyeret mantan Ketua KONI Kudus, Imam Triyanto ke penjara.

Dari pantauan Liputan6.com, ratusan pengunjuk rasa mendatang kantor Kejari Kudus untuk menyuarakan aspirasinya. Mereka juga membentangkan sejumlah spanduk bertuliskan ‘Korupsi menjadi-jadi, Bongkar’.

Tak hanya itu, mereka juga membawa seperangkat sound system yang digunakan untuk berorasi. Serta memutar lagu-lagu untuk membakar semangat para demonstran.

Meski tanpa anarkhis, puluhan aparat dari Polres Kudus pun diturunkan untuk berjaga di lokasi unjuk rasa. Sejumlah Polwan juga membuat pagar betis untuk mencegah massa masuk ke dalam kantor Kejari setempat.

Usai puas berorasi, sejumlah perwakilan pengunjuk rasa dipersilahkan masuk ke dalam kantor Kejari. Mereka beraudiensi dengan Kepala Kejari Kudus. Usai audiensi, massa akhirnya membubarkan diri.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Penanganan Dugaan Korupsi Proyek SIHT

Untuk diketahui, Pemkab Kudus mengguyur anggaran puluhan miliar dalam proyek pembangunan SIHT di Desa Klaling, Kecamatan Jekulo Kudus. Proyek yang dialokasikan dari Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) kini terlilit masalah hukum dugaan korupsi.

Namun proses pengerjaannya saat ini mandek, setelah pihak Kejaksaan Negeri (Kejari) Kudus menemukan dugaan korupsi dalam proyek yang ditangani Dinas Ketenagakerjaan Perindustrian Koperasi dan UMKM (Disnakerperinkop) Kudus.

Kejari Kudus tengah melakukan penyelidikan dugaan korupsi dalam kegiatan pembangunan SIHT dengan pekerjaan tanah urug yang memiliki volume 43.223 m².

Kejanggalan yang terungkap bahwa bahan material yang digunakan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut tidak berasal dari kuwari yang sesuai dengan surat dukungan.

Dalam lelang pekerjaan yang dilaksanakan dengan metode E-Catalog itu, pemenangnya mendapat kontrak senilai Rp9.163.488.000 atau dengan harga satuan sebesar Rp212.000.

Selama proses pengerjaannya, pemenang lelang melakukan pekerjaan tidak secara langsung, melainkan dikerjasamakan lagi dengan kontraktor berinisial SK dengan nilai kontrak sebesar Rp4.041.350.500 atau dengan harga satuan Rp93.500 tanpa sepengetahuan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).

Oleh oknum SK tersebut kemudian ‘menjualnya’ kembali kepada dengan hanya menyisakan anggaran sebesar Rp3.112.056.000 atau dengan harga satuannya Rp72.000 tanpa sepengetahuan PPK.

Kajari Kudus, Hendriyadi W Putro mengaku sudah ada temuan yang cukup dari aspek administrasi maupun indikasi kerugian negara yang timbul dalam dugaan kasus korupsi di proyek SIHT.

“Kami telah mendapatkan cukup bukti untuk melanjutkan penyidikan, namun kami masih menunggu hasil audit dari BPKP (Badan Pemeriksa Keuangan dan Pembangunan). Penyelidikan kami saat ini fokus pada urusan tanah urug,” ujar Hendriyadi, Kamis (12/09/2024).

Menurut Henry, sebanyak 20 orang saksi telah diperiksa dalam kasus pekerjaan tanah uruk di proyek senilai Rp 9,16 miliar. Para saksi dimintai keterangannya soal mekanisme pengadaan tanah uruk, yang diduga pemicu kejanggalan proyek.

Dari temuan sementara, kata Henry, mencuat kelebihan volume tanah urug yang tak sesuai dengan perhitungan awal. Karena itu, Kejari setempat menargetkan penyelidikan kasus tersebut tuntas pada September, sambil menunggu hasil audit dari BPKP pada Oktober mendatang.

“Kami berharap pada Oktober sudah ada kejelasan, sehingga kami bisa mengambil langkah lebih lanjut dalam menuntaskan kasus ini,” terang Hendriyadi.

(Arief Pramono)

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya