Liputan6.com, Gorontalo - Aktivitas Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Kecamatan Popayato, Kabupaten Pohuwato, Gorontalo, diduga menjadi penyebab utama pencemaran sungai yang memicu krisis air bersih bagi warga setempat. Kejadian ini menjadi perhatian serius mengingat hampir seluruh masyarakat di daerah tersebut mengandalkan aliran air dari PDAM untuk kebutuhan sehari-hari.
Keruhnya air sungai dilaporkan mulai mengganggu distribusi air bersih sejak Jumat (17/1/2025). Air yang tercemar itu mengalir ke Daerah Aliran Sungai (DAS) Popayato dan masuk ke intake atau sumur sadap air baku di kilometer 13, Desa Marisa, Kecamatan Popayato Timur. Akibatnya, air PDAM yang seharusnya layak konsumsi berubah menjadi berlumpur dan tak dapat digunakan.
Baca Juga
Sekretaris Desa Telaga Biru, Kecamatan Popayato, Moh. Jamil Panyili kepada Liputan6.com menjelaskan, permasalahan ini sudah dirasakan sejak awal Januari 2025. Air yang mengalir melalui pipa PDAM tidak lagi jernih, melainkan keruh hingga berlumpur, sehingga masyarakat tidak bisa memanfaatkannya untuk kebutuhan sehari-hari seperti memasak, mencuci, atau mandi.
Advertisement
“Hampir seluruh warga di Kecamatan Popayato mengandalkan PDAM sebagai sumber air utama. Sayangnya, sumber air alternatif seperti sumur suntik di wilayah kami juga tidak bisa digunakan karena mengandung garam,” kata Jamil.
Jamil menambahkan bahwa pencemaran ini semakin parah akibat aktivitas tambang emas ilegal. Ia berharap pemerintah daerah dan pihak PDAM segera mencari solusi untuk mengatasi persoalan tersebut, mengingat dampaknya yang semakin meluas.
Air PDAM Tercemar Garam dan Lumpur
Masalah ini juga diperparah dengan fakta bahwa air PDAM sendiri sudah mengandung garam, sehingga tak layak digunakan untuk konsumsi sehari-hari. Namun, saat ini warga dihadapkan pada situasi yang lebih buruk, karena sumber air yang diharapkan justru tercemar oleh aktivitas PETI.
“Biasanya, air keruh hanya terjadi saat banjir besar melanda sungai Popayato. Namun, kini pencemaran air akibat tambang emas ilegal membuat kondisi ini terjadi hampir setiap saat,” ungkap Jamil.
Akibatnya, warga terpaksa membeli air galon isi ulang untuk kebutuhan memasak, mencuci, dan mandi, meskipun biayanya sangat memberatkan.
Keluhan serupa disampaikan oleh Rahman Husa, warga Desa Telaga Biru. Ia menyebutkan bahwa sebelum aktivitas tambang emas ilegal mulai marak, masyarakat tidak pernah menghadapi kesulitan dalam mendapatkan air bersih. Namun, kondisi saat ini memaksa warga menggunakan air berlumpur karena keterbatasan akses terhadap air yang layak.
“Kami terpaksa menggunakan air keruh ini karena biaya untuk membeli air galon sangat mahal. Bahkan untuk mencuci bahan makanan pun kami harus menggunakan air galon,” tutur Rahman penuh keluhan.
Warga berharap pihak terkait segera mengambil langkah tegas untuk menertibkan tambang emas ilegal yang menjadi akar masalah. Selain itu, diperlukan upaya konkret untuk memulihkan kualitas air sungai, agar warga Popayato dapat kembali menikmati air bersih yang layak.