Liputan6.com, Palembang - Perubahan iklim yang terjadi di Indonesia, terutama di Sumatera Selatan (Sumsel), akan berdampak besar pada pasokan pangan utama yang dikonsumsi masyarakat, seperti beras.
Untuk mengantisipasi kelangkaan pangan utama akibat dampak perubahan iklim, Dinas Pendidikan (Disdik) Sumsel bekerjasama dengan ICRAF Indonesia dengan program Land4Lives menyusun kurikulum muatan lokal (mulok) pangan lokal.
Kurikulum pangan lokal tersebut, akan diuji coba di 17 Sekolah Menengah Atas (SMA) dan 17 Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) di Sumsel, yang juga menjadi langkah untuk edukasi tentang ketahanan pangan di Sumsel.
Advertisement
Kepala Disdik Sumsel Awaluddin akan mendorong implementasi kurikulum mulok pangan lokal, agar anak-anak didik bisa dibekali dengan antisipasi dampak perubahan iklim.
Baca Juga
“Kita bangga Sumsel dipilih dan dipercaya ICRAF Indonesia untuk mengembangkan ini (kurikulum mulok pangan lokal). Dalam pelaksanaan uji cobanya, akan kita lihat di mana kurangnya. Dengan harapan nanti, bibsa dilaksanakan di seluruh sekolah di Sumsel,” ujarnya, saat membuka Bimbingan Teknik (Bimtek) Mulok Pangan Lokal untuk Ketahanan Pangan Provinsi Sumsel, di Ballroom Hotel Emilia Palembang, Rabu (22/1/2025).
Ada lebih dari 1.000 SMA/SMK di Sumsel, baik negeri dan swasta, yang bisa menjalani kurikulum mulok pangan lokal, jika uji cobanya berhasil dan sudah disetujui dalam Peraturan Gubernur (Pergub) Sumsel mendatang.
Di 17 kabupaten/kota di Sumsel, ada beragam pangan lokal yang bisa diberdayakan, mulai dari buah-buahan, sayuran dan bahan dasar lainnya. Karena itu, setiap daerah di Sumsel mungkin akan berbeda bahan ajar mulok pangan lokal, tergantung dari potensi pangan lokal apa yang ada di daerah masing-masing.
“Sebelumnya memang ada kurikulum mulok pangan lokal di beberapa sekolah namun per daerah masing-masing. Mungkin ini akan berbeda dari yang sudah diterapkan di beberapa sekolah di Sumsel, apalagi ada modul dan jukdisnya,” ujarnya.
Direktur Utama ICRAF Indonesia Andre Ekadinata berujar, uji coba kurikulum mulok pangan lokal sebelumnya sudah dilaksanakan di Sulawesi Selatan (Sulsel) dan Nusa Tenggara Timur (NTT).
Dengan banyaknya evaluasi yang bisa jadi bahan acuan untuk penerapan di Sumsel, seperti kapasitas guru dan pengajar tentang pangan lokal serta bagaimana menyusun bahan ajar yang bisa disempurnakan di penerapan mulok pangan lokal di Sumsel.
Sulsel dan NTT
Menurutnya, jenis pangan lokal, iklim dan letak geografis di tiga provinsi tersebut berbeda-beda, namun menjadi kunci penting dalam ketahanan pangan yang mudah dilakukan dengan caranya masing-masing.
“Di Sulsel dan NTT, kita mulai dari Sekolah Dasar (SD) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP), sedangkan di Sumsel diterapkan di SMA sederajat,” katanya.
Terpilihnya Sumsel menjadi lokasi penerapan kurikulum mulok pangan lokal, karena ada banyak sumber pangan yang tersebar di 17 kabupaten/kota se-Sumsel.
Dengan adanya kurikulum baru tersebut, diharapkan generasi muda nantinya akan punya modal untuk menyikapi ketahanan pangan.
Penerapan kurikulum mulok pangan lokal tersebut, akan mulai diberlakukan pada Febuari 2025 mendatang, dengan materi yang sudah dibagikan ke puluhan guru perwakilan sekolah masing-masing dari tiap daerah.
“Mereka bisa tahu bagaimana memenuhi ketahanan pangan, ketika pangan utama langka, mahal dan susah dibeli,” ujarnya.
Advertisement