Liputan6.com, Yogyakarta - Sejarah kuliner Nusantara menyimpan cerita menarik tentang buah kepayang atau keluak yang mengandung racun. Akan tetapi keluak ini malah menjadi bahan utama masakan-masakan di Nusantara.
Pengolahan tradisional yang telah diwariskan secara turun-temurun berhasil mengubahnya yang tadinya racun menjadi rempah-rempah. Keluak merupakan biji dari buah picung yang diproses menjadi bahan rempah untuk masakan
Advertisement
Mengutip dari berbagai sumber, keluak atau pangium edule mengandung konsentrasi sianida yang tinggi dalam kondisi mentah. Hal ini menempatkannya dalam daftar buah paling beracun di dunia.
Advertisement
Baca Juga
Racun alami ini begitu kuat karena kandungan sianidanya. Masyarakat tradisional memanfaatkannya sebagai racun pada mata panah untuk berburu dan berperang.
Pengetahuan nenek moyang tentang teknik pengolahan keluak menjadi kunci transformasi buah beracun ini menjadi bahan masakan yang aman dikonsumsi. Keluak punya rasa khas yang menambah citarasa suatu masakan menjadi berbeda.
Proses dimulai dengan membiarkan buah membusuk secara alami hingga bijinya dapat diambil. Biji-biji tersebut kemudian melalui serangkaian tahapan fermentasi dan pengeringan yang memakan waktu berminggu-minggu untuk menghilangkan kandungan racunnya.
Di Jawa Timur, keluak memberikan warna hitam pekat dan cita rasa khas pada rawon. Sementara di wilayah lain, rempah ini memperkaya cita rasa sup konro khas Makassar dan masakan-masakan tradisional lainnya.
Meski mengandung racun, masyarakat tradisional berhasil mengembangkan metode pengolahan yang mengubahnya menjadi bahan masakan. Jejak keluak dalam sejarah kuliner Indonesia warisan pengetahuan tradisional.
Saat ini, keluak yang telah diolah dengan aman dapat ditemukan di pasar tradisional dalam bentuk siap pakai. Akan tetapi, di balik kemudahan tersebut, tersimpan proses panjang tentang teknik pengolahannya. Warisan ini memperkaya khazanah kuliner nasional.
Penulis: Ade Yofi Faidzun