Mengenal Keunikan Kalender Jawa, Warisan Budaya yang Masih Relevan

Kalender Jawa, perpaduan unik sistem penanggalan Islam, Hindu, dan sedikit Julian, masih digunakan di Jawa untuk berbagai aspek kehidupan, dari upacara adat hingga pertanian.

oleh Tim Regional diperbarui 13 Feb 2025, 19:29 WIB
Diterbitkan 13 Feb 2025, 19:29 WIB
Penghitungan Kalender Jawa
Ahli Petung Jawa, Totok Yasmiran sedang menunjukan isi dari Serat Pawukon yang merupakan koleksi naskah kuno Museum Radya Pustaka, Solo, Kamis (27/2).(Liputan6.com/Fajar Abrori)... Selengkapnya

Liputan6.com, Jakarta - Kalender Jawa, sistem penanggalan tradisional yang masih lestari di Jawa, Indonesia, merupakan perpaduan menarik dari beberapa sistem penanggalan. Sistem ini menggabungkan unsur-unsur dari penanggalan Islam, Hindu (khususnya Kalender Saka), dan sedikit sentuhan sistem Julian dari budaya Barat. Keunikannya terletak pada perpaduan tersebut, menciptakan sistem yang kaya akan sejarah dan budaya.

Asal-Usul dan Perkembangan Kalender Jawa

Kalender Jawa, juga dikenal sebagai Kalender Sultan Agung atau Penanggalan Jawa, diresmikan pada masa pemerintahan Sultan Agung (1613-1645) dari Kesultanan Mataram. Sultan Agung, dengan bijak, mengganti Kalender Saka yang berbasis matahari dengan sistem kalender kamariah (berbasis bulan) untuk menyelaraskan perayaan adat dengan hari besar Islam. Langkah ini menunjukkan perpaduan harmonis antara budaya dan agama. Meskipun demikian, angka tahun Saka tetap dipertahankan untuk menjaga kontinuitas sejarah dan silsilah kerajaan.

Penggunaan kalender ini menyebar luas di wilayah kekuasaan Mataram, meliputi Jawa dan Madura. Namun, perlu dicatat bahwa beberapa daerah seperti Banten, Batavia (Jakarta), dan Banyuwangi tidak sepenuhnya mengadopsi sistem ini. Perbedaan ini menunjukkan dinamika budaya dan pengaruh regional pada penerapan kalender tersebut.

Komponen Utama Kalender Jawa

Kalender Jawa terdiri dari beberapa komponen utama yang saling berkaitan dan membentuk sistem yang kompleks. Pertama, terdapat siklus mingguan (saptawara) yang terdiri dari tujuh hari: Ahad (Minggu), Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, dan Sabtu. Nama-nama hari ini sebagian besar berasal dari bahasa Arab, mencerminkan pengaruh Islam yang kuat.

Selanjutnya, terdapat siklus lima hari pasaran: Legi, Pahing, Pon, Wage, dan Kliwon. Siklus pasaran ini diyakini memiliki pengaruh pada kehidupan sehari-hari, dan sering digunakan sebagai pedoman dalam berbagai aktivitas. Gabungan dari hari dan pasaran disebut weton, yang memiliki neptu (nilai numerik) untuk berbagai perhitungan, seperti menentukan hari baik atau buruk untuk suatu acara.

Kalender Jawa juga memiliki 12 bulan dalam setahun, dengan nama-nama yang diambil dari bahasa Arab dan disesuaikan dengan bahasa Jawa: Sura, Sapar, Mulud, Bakdamulud, Jumadil Awal, Jumadil Akhir, Rejeb, Ruwah, Pasa, Sawal, Dulkangidah, dan Besar. Lama setiap bulan berselang-seling antara 29 dan 30 hari, mengikuti siklus bulan.

Terakhir, tahun dalam Kalender Jawa mengikuti tahun Saka, tetapi perhitungannya didasarkan pada peredaran bulan. Hal ini menjadikannya berbeda dari Kalender Masehi yang sepenuhnya berbasis matahari.

Penggunaan Kalender Jawa dalam Kehidupan Masyarakat

Kalender Jawa bukan sekadar penunjuk waktu, kalender Jawa juga memiliki peran penting dalam berbagai aspek kehidupan masyarakat Jawa. Pertama, Kalender Jawa digunakan untuk menentukan waktu pelaksanaan upacara-upacara adat dan tradisi. Banyak upacara adat Jawa masih menggunakan Kalender Jawa sebagai pedoman waktu pelaksanaannya.

Kedua, Kalender Jawa juga digunakan sebagai pedoman dalam menentukan waktu tanam dan panen. Petani Jawa tradisional sering menggunakan Kalender Jawa untuk menentukan waktu yang tepat untuk menanam dan memanen hasil bumi. Hal ini menunjukkan kearifan lokal dalam memanfaatkan pengetahuan tradisional untuk pertanian.

Ketiga, hingga saat ini, banyak orang Jawa masih menggunakan Kalender Jawa untuk menentukan hari baik atau buruk untuk berbagai kegiatan, seperti pernikahan, memulai usaha, atau pindah rumah. Hal ini menunjukkan bahwa Kalender Jawa masih relevan dan dihargai dalam kehidupan sehari-hari.

Perbedaan dengan Kalender Masehi dan Hijriah

Kalender Jawa berbeda dengan Kalender Masehi (solar) dan Kalender Hijriah (lunar). Meskipun berbasis bulan seperti Kalender Hijriah, Kalender Jawa memiliki sistem yang lebih kompleks dengan penambahan siklus pasaran dan weton. Perbedaan ini menyebabkan terkadang terdapat selisih hari antara Kalender Jawa dengan Kalender Masehi dan Hijriah. Penting untuk memahami perbedaan ini agar tidak terjadi kesalahan dalam penentuan waktu.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

EnamPlus

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya