Liputan6.com, Yogyakarta - Pavel Nedved bergabung dengan Juventus pada tahun 2001 sebagai pengganti Zinedine Zidane yang hijrah ke Real Madrid. Pria kelahiran Republik Ceko ini bukan nama asing di sepak bola Italia, setelah sebelumnya memperkuat Lazio selama lima tahun dan membantu klub ibu kota menjuarai Serie A.
Mengutip dari berbagai sumber, kedatangan Nedved ke Turin disambut dengan ekspektasi tinggi. Performa gemilangnya bersama Lazio, terutama gol-gol krusial yang pernah ia cetak ke gawang Juventus, membuat manajemen Bianconeri yakin telah mendapatkan pemain berkualitas untuk mengisi kekosongan yang ditinggalkan Zidane.
Di Juventus, Nedved menjelma menjadi pemain yang ditakuti lawan. Julukan La Furia Ceca (si amukan dari Ceko), melekat padanya berkat gaya bermainnya yang eksplosif.
Advertisement
Baca Juga
Stamina luar biasa menjadi ciri khas Nedved, berlari tanpa henti dari menit pertama hingga peluit akhir. Hal ini seolah ia memiliki tenaga yang tidak pernah habis.
Kemampuan Nedved mengolah bola menjadi tontonan yang memikat banyak penonton. Dengan kecepatan dan kelincahannya, ia mampu melewati pertahanan lawan sebelum melepaskan tendangan keras yang sering berbuah gol spektakuler dari luar kotak penalti.
Teknik individu, visi bermain, dan ketajaman eksekusi menjadikannya salah satu gelandang serang terbaik pada masanya. Di balik kehebatan Nedved di lapangan hijau, tersimpan fakta unik yang hanya diketahui segelintir orang.
Menjelang Piala Eropa 2004, dokter timnas Republik Ceko, Petr Krejci, mengungkapkan fenomena langka pada lutut Nedved. Pemain tersebut didiagnosis memiliki kondisi Patella Tripartita, yakni keadaan di mana tempurung lutut terbagi menjadi tiga bagian.
Kondisi ini sangat jarang terjadi, dengan kemungkinan hanya satu dari satu miliar orang yang mengalaminya. Pada umumnya, manusia memiliki satu tulang di tempurung lutut, sementara sekitar satu persen populasi memiliki dua bagian.
Akan tetapi, Nedved memiliki tiga bagian. Karier Nedved di Juventus berlangsung selama delapan musim, dari 2001 hingga 2009.
Meski klub Turin mengalami masa sulit dengan skandal Calciopoli yang berujung degradasi ke Serie B pada 2006, Nedved tetap setia dan membantu Juventus kembali ke Liga Italia papan atas.
Loyalitasnya mengukuhkan statusnya sebagai salah satu legenda Bianconeri. Prestasi individu Nedved mencapai puncak pada 2003 ketika ia memenangkan Ballon d'Or (penghargaan pemain terbaik Eropa).
Ia mengalahkan nama-nama besar seperti Thierry Henry dan Paolo Maldini. Pencapaian ini semakin menegaskan kualitas permainannya yang diakui dunia.
Sepanjang kariernya di Juventus, Nedved tampil dalam 327 pertandingan dan mencetak 65 gol. Kontribusinya membantu Juventus meraih dua gelar Serie A, meski satu gelar kemudian dicabut akibat skandal Calciopoli. Nedved juga membantu Juventus mencapai final Liga Champions 2003, meskipun ia tidak dapat bermain pada laga puncak karena akumulasi kartu kuning.
Penulis: Ade Yofi Faidzun