Liputan6.com, Bandung - Badan Geologi Kementerian Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) menyebutkan gerakan tanah sudah berlangsung sejak tahun 2021 dan masih terus berlangsung hingga saat ini terutama di musim hujan di Kampung Sempur RT 01 RW 16 Desa Bungbulang, Kecamatan Bungbulang, Kabupaten Garut, Provinsi Jawa Barat (Jabar).
Menurut Kepala Badan Geologi Kementerian ESDM, Muhammad Wafid, hasil penelitian tim ke lokasi terdampak pada 5 Maret 2025, gerakan tanah ini berakibat retakan pada lantai dan bangunan sekolah SDN 3 Bungbulang, retakan pada halaman sekolah dan bagian bawah rumah panggung milik warga Kampung Sempur.
Advertisement
Baca Juga
Wafid menerangkan lebar retakan yang terjadi 1-3 cm, tinggi nendatan 1-5 cm dengan arah retakan Barat Laut-Tenggara dan Timur Laut Barat Daya.
Advertisement
"Gerakan tanah ini menyebabkan lima ruang kelas SDN 3 Bungbulang yaitu kelas 1 - 5, satu ruang kepala sekolah, satu ruang kantor dan satu ruang dapur mengalami kerusakan. Serta sembilan rumah rumah panggung milik warga mengalami rusak ringan atau miring akibat adanya pergeseran dan penurunan tanah di bagian bawahnya," ujar Wafid dalam keterangannya ditulis Rabu (12/3/2025).
Wafid mengatakan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan dan analisis deskwork data sekunder, dapat disimpulkan daerah bencana di Kampung Sempur, Desa Bungbulang pada saat ini masih berpotensi terjadi pergerakan tanah berupa retakan dan rayapan.
Rayapan merupakan jenis gerakan tanah tipe lambat, umumnya jarang menimbulkan korban jiwa. Meskipun demikian seringkali menyebabkan rusaknya bangunan, sarana jalan dan ketidaknyamanan tempat tinggal.
Gerakan tanah pada lokasi ini masih dapat terjadi dan bertambah luas jika tidak segera dilakukan antisipasi. Mengingat curah hujan yang diperkirakan masih tinggi, untuk mengurangi risiko akibat bencana gerakan tanah, untuk itu perlu mengikuti berbagai rekomendasi dari Badan Geologi.
"Relokasi SDN 3 Bungbulang ke tempat yang lebih aman dari ancaman gerakan tanah. Masyarakat yang tinggal dan beraktifitas di lokasi bencana agar meningkatkan kewaspadaan terutama pada saat dan setelah hujan deras yang berlangsung lama," kata Wafid.
Wafid melanjutkan harus dilakukan penutupan retakan dengan tanah lempung atau material kedap air dan dipadatkan untuk mencegah resapan air ke dalam retakan yang dapat mempercepat gerakan tanah.
Disarankan oleh Wafid, rumah yang cocok untuk daerah ini adalah rumah dengan konstruksi ringan (rumah panggung). Pasalnya lokasi ini termasuk zona kerentanan gerakan tanah menengah terjadi pergerakan tanah sehingga berpotensi berulang jika curah hujan tinggi dan sistem drainase tidak tertata dengan baik.
Wafid menjelaskan gerakan tanah yang terjadi merupakan tipe rayapan, bangunan harus menyesuaikan dengan karakter batuan setempat (rumah panggung), karena jika bangunan permanen berpotensi terjadinya kerusakan yang lebih berat.
"Tidak mengembangkan pemukiman di atas, pada, dan di bawah lereng dengan kemiringan sangat curam. Melakukan rekayasa keteknikan untuk perkuatan lereng di area yang curam," jelas Wafid.
Penataan sistem drainase dengan sistem aliran yang kedap juga harus dilakukan. Selain, normalisasi saluran air yang tldak lancar, dan mengeringkan genangan-genangan air yang terbentuk terutama yang berada pada bagian atas lereng.
Guna mencegah gerakan tanah meluas pada masa mendatang, maka disarankan memelihara, menanam dan memperbanyak tanaman keras berakar kuat dan dalam untuk memperkuat lereng.
Tidak disarankan kepada masyarakat membangun kolam air yang dapat menyebabkan penjenuhan dan pembebanan pada lereng dan memicu gerakan tanah.
"Kolam sebaiknya dikeringkan, jika kolam atau tampungan air dipertahankan maka sebaiknya dimensi atau ukurannya diperkecil dan dibuat kedap air seperti benar-benar ditembok atau semen) bagian dinding dan dasarnya," ungkap Wafid.
Masyarakat setempat juga diimbau mengatur lahan pesawahan di sekitar pemukiman dengan diselang seling oleh tanaman palawija untuk mengurangi tingkat kejenuhan tanah atau ditanami pohon yang kuat berakar dalam untuk menahan lereng.
Wafid menyebut karena daerah tersebut merupakan kawasan rawan gerakan tanah, meningkatkan sosialisasi kepada masyarakat untuk lebih mengenal dan memahami gerakan tanah dan gejala-gejala yang mengawalinya sebagai upaya mitigasi bencana gerakan tanah sangat diperlukan. Sementara untuk meningkatkan kesiapsiagaan dapat dilakukan dengan mengaktifkan kembali sistem keamanan lingkungan (Siskamling) terutama pada saat musim hujan, melakukan pemasangan rambu-rambu jalur evakuasi, menentukan titik kumpul di lokasi yang aman dari pergerakan tanah dan pemasangan alat sistem peringatan dini atau early warning system (EWS) tanah longsor.
"Masyarakat setempat dihimbau untuk selalu mengikuti arahan dari pemerintah daerah setempat dalam penanganan bencana gerakan tanah," tukas Wafid.
Â
Kajian Teknis Lahan Relokasi
Pemerintah Kecamatan Bungbulang dan Dinas Pendidikan Kabupaten Garut sudah menyiapkan dua lokasi alternatif untuk sekolah terdampak gerakan tanah tersebut.
Kedua lokasi calon lahan relokasi secara administratif termasuk ke dalam Kampung Cadas Ngampar RT 01 RW 13 Garut.
Wafid menuturkan berdasarkan hasil pemeriksaan lapangan dan analisis deskwork data sekunder, dapat disimpulkan area calon lahan relokasi ke-2 di Kampung Cadas Ngampar RT 01 RW 13 pada koordinat 7.471079° LS - 107.608832° BT tidak dapat digunakan sebagai lahan relokasi dikarenakan secara historis pada area tersebut pernah terjadi pergerakan tanah sehingga beberapa warga melakukan relokasi secara mandiri.
"Area calon lahan relokasi ke-1 di Kampung Cadas Ngampar RT 01 RW 13 di sekitar koordinat 7.469391° LS - 107.608193° BT dapat dijadikan lahan relokasi dengan beberapa rekayasa geologi teknik dan perkuatan lereng," ungkap Wafid.
Namun, apabila terdapat lahan lain yang bukan merupakan area sawah dengan topografi yang landai dan secara historis belum pernah terjadi pergerakan tanah maka dapat dijadikan calon relokasi yang lebih baik.
Untuk menjaga kemantapan lereng dan keberlangsungan permukiman lokasi relokasi ke-2, direkomendasikan titik relokasi di area lahan calon relokasi ke-1 disarankan agar dapat bergeser ke pinggir jalan yang memiliki topografi lebih landai dengan kemiringan lereng kurang dari 5 derajat.
Kemudian lanjut Wafid, dilakukan uji sondir dan pengambilan sampel tanah tak terganggu untuk dilakukan uji laboratorium sebelum dilakukan pembangunan agar dapat mengetahui sifat fisik tanah sebagai dasar untuk melakukan rekayasa geoteknik.
"Penataan kawasan relokasi tersebut agar dilakukan dengan memperhatikan rekomendasi dan pedoman teknis terutama desain konstruksi yang diberikan institusi yang berwenang," tutur Wafid.
Wafid mengingatkan dalam melakukan penataan lereng melalui proses rekayasa teknis yang baik sesuai kaidah geologi teknik.
Pemotongan atau pengupasan lereng agar memperhatikan pemodelan dan kaidah-kaidah kestabilan lereng dan aturan yang berlaku.
Lereng yang terbentuk akibat pengupasan, pengurugan, pemadatan agar diperkuat dengan dinding penahan (retaining wall) yang kokoh dan memenuhi syarat perekayasaan penanganan keruntuhan lereng.
"Dinding penahan disarankan menembus batuan dasar atau keras dan dilengkapi dengan parit atau selokan kedap air untuk aliran air permukaan," jelas Wafid.
Wafid mengingatkan tipe bangunan yang baik adalah dengan konstruksi ringan untuk mengurangi pembebanan pada tanah. Jika masyarakat mendirikan bangunan harus di tanah asli bukan diatas hasil pemadatan atau urugan. Pondasi agar mencapai batuan dasar atau keras ungkap Wafid, jangan sampai menumpang pada lapisan lunak untuk menghindari rusaknya bangunan jika terjadi longsoran tipe lambat.
Penataan drainase atau sistem aliran air permukaan dan buangan air limbah disarankan tidak ditepi atau ujung lereng dan harus dikendalikan dengan saluran yang kedap air dan tahan longsor.
"Memelihara tanaman keras berakar kuat dan dalam. Lahan basah (sawah) di sekitar area pembangunan sebaiknya diganti dengan tanaman lahan kering (palawija) atau tanaman keras berakar kuat," sebut Wafid.
Advertisement
