OJK Digugat Bubar, DPR: Jangan Berpikiran Sempit

Kehadiran OJK dituding tak memberi manfaat dan bertentangan dengan konstitusi.

oleh Achmad Dwi Afriyadi diperbarui 03 Mei 2014, 11:12 WIB
Diterbitkan 03 Mei 2014, 11:12 WIB
OJK
(Foto:Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa (TPKEB) mengugat pembubaran Otoritas Jasa Keuangan (OJK) ke Mahkamah Konstitusi (MK). Kehadiran OJK dituding tak memberi manfaat dan bertentangan dengan Undang-undang Dasar (UUD) 1945.

Lalu apa tanggapan DPR sebagai lembaga pembentuk UU?

"Kalau cantolan UUD 1945, maka semua harus dibubarkan. KPK dan LPS juga harus dibubarkan. Sangat sempit sekali pikirannya," kata Wakil Ketua Komisi XI DPR RI Harry Azhar Azis dalam diskusi bertemakan 'Haruskah OJK Dibubarkan' di Jakarta, Sabtu (3/5/2014).

Harry menegaskan, kehadiran OJK merupakan amanat dari Undang-undang (UU) Nomor 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia (BI) yang kemudian diamandemen dalam UU Nomor 3 Tahun 2004. Dalam regulasi tersebut ditegaskan pengawasan bank harus dipisahkan dari bank.

"Jadi kalau alasannya seperti itu ya tidak tepat. Bank Indonesia itu bagian dari UUD, sementara UU OJK merupakan turunan dari UU BI, jadi semuanya terkait," papar dia.

Dia juga menjelaskan, OJK lahir karena pemerintah menilai BI dianggap gagal mengawasi bank.  Setelah peran pengawasan bank dilepas, BI kini lebih fokus ke kebijakan moneter dan inflasi.

"Penggugat tidak paham historis dari OJK dan kegagalan BI," terang dia.

Hal senada diungkapkan Ketua Komisi XI DPR Achasanul Qosasih. Dia menjelaskan, inti dari pembentukan OJK adalah memisahkan regulator dengan eksekutor.  Sebelum ada OJK, BI bergerak seperti penguasa tunggal yang menjadi regulator dan eksekutor.  Lalu meledaklah Bank Century akibat dari keputusan satu atap di sektor keuangan.

"Saat itu  BI yang bikin aturan, dia yang ubah aturan, dia yang menghukum, dia yang memeriksa dan juga mengawasi. Nah ini berbahaya, makanya harus dipisah," tegasnya.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya