IHSG Rontok, Kapitalisasi Pasar Modal RI Susut Rp 971 Triliun

Kinerja IHSG susut 15,02 persen menjadi 4.441 pada penutupan perdagangan saham Kamis pekan ini.

oleh Agustina Melani diperbarui 21 Agu 2015, 13:10 WIB
Diterbitkan 21 Agu 2015, 13:10 WIB
Ilustrasi IHSG 2
Ilustrasi IHSG

Liputan6.com, Jakarta - Kapitalisasi pasar saham di pasar modal Indonesia semakin tergerus. Sentimen negatif eksternal mulai dari ketidakpastian kenaikan suku bunga AS dan devaluasi Yuan menambah tekanan pasar modal Indonesia. Hal itu diperparah dengan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menembus level 13.880 per dolar AS.

IHSG kembali melanjutkan tekanan. IHSG melemah 42,33 poin (0,94 persen) menjadi 4.441 pada penutupan perdagangan saham Kamis 20 Agustus 2015. Kinerja IHSG pun makin melemah dengan turun 15,02 persen secara year to date dari awal tahun hingga penutupan perdagangan saham kemarin.

IHSG longsor itu membuat kapitalisasi pasar saham BEI susut tajam. Ketika IHSG mencapai level tertinggi di kisaran 5.523 pada 7 April 2015, kapitalisasi pasar saham BEI tercatat Rp 5.566 triliun.

Kemarin, nilai kapitalisasi pasar saham BEI tercatat Rp 4.595 triliun. Ini artinya dalam kurun waktu empat bulan, kapitalisasi pasar saham BEI telah tergerus Rp 971 triliun. Kapitalisasi pasar saham 10 emiten berkapitalisasi besar pun ikut susut.

Kalau dilihat dari 10 emiten kapitalisasi besar sempat tembus Rp 2.578 triliun pada 7 April, kini kapitalisasi pasar 10 emiten berkapitalisasi besar itu menjadi Rp 2.149 triliun pada 20 Agustus 2015.

PT HM Sampoerna Tbk kembali merebut posisi pertama berkapitalisasi besar dari PT Bank Central Asia Tbk. Kapitalisasi pasar saham PT HM Sampoerna Tbk tercatat Rp 345 triliun.

Disusul kapitalisasi pasar saham PT Bank Central Asia Tbk sebesar Rp 300 triliun. Kapitalisasi pasar saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) ini telah susut Rp 75 triliun dari saat posisi IHSG tertinggi, kapitalisasi pasar saham BBCA di kisaran Rp 373 triliun. Kemudian kapitalisasi pasar saham terbesar lainnya yaitu PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), PT Unilever Indonesia Tbk (UNVR), dan PT Astra International Tbk (ASII).

Aksi Jual Melanda Saham Kapitalisasi Besar

Analis PT First Asia Capital Tbk, David Sutyanto menuturkan kapitalisasi pasar saham emiten berkapitalisasi besar turun mengingat kinerja keuangan emiten berkapitalisasi besar tidak sesuai harapan. Apa lagi investor asing juga banyak memegang saham emiten berkapitalisasi besar sehingga saat sentimen negatif melanda mereka cenderung melakukan aksi jual.

Ia menambahkan, saat ini PT HM Sampoerna Tbk menggeser posisi PT Bank Central Asia Tbk juga lantaran perseroan akan melakukan aksi korporasi menambah saham ke publik. Hal itu membuat harga saham PT HM Sampoerna Tbk meningkat. "Ada harapan transaksi perdagangan saham PT HM Sampoerna Tbk jadi likuid sehingga harga sahamnya terus naik," kata David saat dihubungi Liputan6.com yang ditulis Jumat (21/8/2015).

Sementara itu, Analis PT Investa Saran Mandiri Hans Kwee mengatakan saham bank berkapitalisasi besar terpukul seiring nilai tukar rupiah melemah terhadap dolar AS. Melihat data kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah terhadap dolar AS dari awal tahun hingga kemarin telah melemah 10,93 persen ke posisi 13.838.

Ditambah sentimen pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya sekitar 4,7 persen pada semester I 2015. Perlambatan ekonomi ini pun diperkirakan berlanjut. Hans menilai, hal tersebut dapat membuat non performing loan (NPL) naik.

"Utang korporasi bisa dalam dolar AS sehingga pelemahan menganggu kinerja perusahaan. Selain bahan baku impor. Berpotensi menurunkan ekspansi bisnis dan menaikkan kredit macet," kata Hans.

Di tengah IHSG anjlok, David juga belum merekomendasikan untuk masuk ke saham-saham berkapitalisasi besar. Hal itu melihat kondisi bursa saham yang belum stabil. "Masih ada IHSG berpeluang turun karena belum ada kepastian The Fed menaikkan suku bunga," ujar David.

Hal senada dikatakan Kepala Riset PT NH Korindo Securities Reza Priyambada. Reza menilai, saat ini belum waktu untuk masuk ke saham-saham berkapitalisasi besar. "Sekarang lebih ke speculative trading saja dulu," kata Reza. (Ahm/Gdn)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya