Liputan6.com, New York - Kraft Heinz mengumumkan penawaran mengejutkan menjelang akhir pekan lalu. Perusahaan makanan asal Amerika Serikat (AS) berencana akuisisi Unilever dengan nilai tawaran US$ 143 miliar atau sekitar Rp 1.908 triliun (asumsi kurs Rp 13.345 per dolar Amerika Serikat).
Namun, Unilever menolak tawaran tersebut. Perseroan menilai tawaran itu undervalue secara fundamental.
Unilever menyebutkan kalau Kraft menawarkan saham senilai US$ 30,23 per saham dalam bentuk tunai, dan sisanya sekitar 0,222 per saham bentuk saham baru di entitas baru. Hal itu mewakili premi 18 persen saham.
Advertisement
"Unilever menolak proposal itu, dan tidak melihat manfaat baik keuangan dan secara bisnis strategis, serta pemegang saham Unilever. Unilever tidak melihat dasar untuk diskusi lebih lanjut," tulis pernyataan Unilever, seperti dikutip dari laman CNBC, seperti ditulis Minggu (19/2/2017).
Baca Juga
Ada pun penawaran Kraft itu berlaku hingga 17 Maret. Jajaran direksi Unilever akan membuat rekomendasi dan memutuskan bersama dengan pemegang saham jika perseroan mengambil penawaran itu.
Berdasarkan data Thomson Reuters, bila terjadi merger Unilever dan Kraft akan menciptakan penawaran dan akuisisi terbesar sepanjang sejarah. Selain itu, merger tersebut akan membuat sejumlah merek perusahaan makin besar di pasar global mulai dari pasta gigi hingga es krim. Hal itu mengingat Kraft begitu kuat di Amerika Serikat (AS). Sedangkan Unilever kuat di Eropa dan Asia.
Seperti diketahui, Kraft dipegang oleh miliarder asal AS Warren Buffett dan private equity 3G Capital. Menurut sumber yang dikutip dari Reuters, Kraft telah melakukan pendekatan kepada Unilever sejak awal pekan ini. Selain itu, Kraft dikabarkan tetap mempertahankan kantor cabang di Amerika Serikat, Inggris dan Belanda.
"Kami percaya Kraft mungkin perlu menaikkan tawarannya jika berharap ada perubahan," ujar Analis RBC Capital Markets David Palmer.
Saat ini Unilever berjuang hadapi perlambatan pertumbuhan dan gejolak mata yang. Pada 26 Januari, saham Unilever sempat turun 4,5 persen, dan penurunan terburuk dalam satu tahun. Hal itu lantaran laporan penjualan Unilever merosot pada kuartal IV lebih rendah dari perkiraan.
Selain itu, Unilever juga terpukul dengan perlambatan di pasar negara berkembang dan dalam negeri. Keputusan Inggris keluar dari Uni Eropa atau Brexit juga turut mempengaruhi mata uang pound sterling. Ini meningkatkan biaya produksi barang konsumsi di Inggris sehingga mengancam para supplier dan ritel.
Sedangkan bagi Kraft, penawaran ini dilakukan seiring suku bunga rendah membuat utang menjadi rendah. Ini dapat menjadi sentimen untuk menawarkan aktivitas merger yang besar.
Ada sentimen penawaran akuisisi Kraft kepada Unilever berdampak ke harga saham dua perseroan itu. Saham Kraft Heinz naik lebih dari 10 persen di bursa New York. Sedangkan saham Unilever naik sekitar 13 persen.