Liputan6.com, Jakarta - Harga batu bara yang kembali menguat sejak kuartal III 2016 menopang kinerja emiten batu bara pada 2016. Sejumlah emiten batu bara mampu mencatatkan untung.
Mengutip laporan keuangan yang disampaikan ke Bursa Efek Indonesia (BEI), seperti ditulis Rabu (22/3/2017), PT Bumi Resources Tbk (BUMI) mencetak untung US$ 67,69 juta pada 2016 dari periode 2015 rugi US$ 1,92 miliar. Meski demikian, pendapatan perseroan turun 42,29 persen menjadi US$ 23,37 juta pada 2016.
Total liabilitas perseroan turun menjadi US$ 5,88 miliar pada 31 Desember 2016 dari posisi 31 Desember 2015 sebesar US4 6,29 miliar. Perseroan pun masih mencatatkan defisiensi modal US$ 2,78 miliar.
Advertisement
Baca Juga
Emiten lainya yang juga mencetak kinerja positif yaitu PT Delta Dunia Makmur Tbk (DOID). Perusahaan batu bara ini mampu cetak untung US$ 37,08 juta pada 2016 dari peridoe 2015 yang rugi US$ 8,30 juta. Pendapatan perseroan naik tipis 8,06 persen menjadi US$ 611,23 juta.
Pada 2016, emiten batu bara juga ada mencetak laba di atas 100 persen. Antara lain PT Adaro Energy Tbk membukukan laba naik 119,50 persen menjadi US# 334,62 juta pada 2016. Namun, pendapatan usaha perseroan turun tipis 6 persen menjadi US$ 2,52 miliar. Penurunan pendapatan lantaran harga jual rata-rata 8 persen lebih rendah dari periode sebelumnya. Akan tetapi, volume penjualan naik tipis menjadi 54,1 juta ton.
Selain itu, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) yang membukukan laba bersih yang diatribusikan ke pemilik entitas induk naik 107,12 persen menjadi US4 103,70 juta pada 2016. Pendapatan turun 13,9 persen menjadi US$ 1,36 miliar. Perseroan mampu menurunkan beban keuangan menjadi US$ 912 ribu dari periode 2015 sebesar US$ 1,08 juta.
Liabilitas perseroan turun menjadi US$ 302,36 juta pada 31 Desember 2016 dari periode 2015 sebesar US$ 343,80 juta. Ekuitas perseroan naik menjadi US$ 907,43 juta.
Sementara itu, PT Bukit Asam Tbk (PTBA) mencetak laba sebesar Rp 2 triliun pada 2016. Pendapatan tumbuh 1,54 persen menjadi Rp 14,05 triliun.
Ada pun produksi dan pembelian batu bara Perseroan mencapai 20,8 juta ton pada periode Januari-Desember 2016. Total produksi batu bara tercapai 19,6 juta ton dibandingkan 2015. Sedangkan pembelian tercapai 1,2 juta ton.
Volume penjualan periode Januari-Desember 2016 mencapai 20,7 juta ton dari periode 2015 sebesar 19,1 juta ton. Di tengah lesunya permintaan ekspor batu bara, PT Bukit Asam Tbk meningkatkan penjualan domestik menjadi sebesar 12,3 juta ton.
Kinerja Emiten Batu Bara Bakal Positif
Analis menilai kenaikan kinerja emiten batu bara pada 2016 didukung dari kenaikan harga batu bara dunia sejak semester II 2016. Analis PT NH Korindo Securities Raphon Prima menuturkan, selama periode itu, harga batu bara dunia bangkit dari keterpurukannya yang lama. "Harga batu bara dunia naik sekitar US$ 40 ke US$ 80," tutur dia saat dihubungi Liputan6.com.
Ia menambahkan, akibat curah hujan yang tinggi, produksi perusahaan tambang agak menurun. Dengan penurunan produksi itu, biaya menjadi rendah. Raphon menilai, kombinasi sentimen itu membuat margin perusahaan meningkat dibandingkan tahun sebelumnya.
Kepala Riset PT Koneksi Kapital Alfred Nainggolan menuturkan, harga batu bara merosot sejak 2012 membuat emiten batu bara memutar otak untuk mensiasatinya. Salah satu dengan melakukan efisiensi. Hal ini dilakukan oleh PT Adaro Energy Tbk. Efisiensi tersebut, menurut Alfred, berdampak ke perusahaan. Langkah itu juga membuat emiten lain yaitu PT Indo Tambangraya Megah Tbk dan PT Bukit Asam Tbk.
"Kuartal III dan IV 2016, harga batu bara sempat sentuh level tertinggi US$ 100. Kontrak nilai batu bara dapat diperpanjang 2-3 bulan. Dengan kenaikan harga batu bara pada kuartal IV 2016 itu membuat kinerja emiten batu bara naik signifikan apalagi ditunjang volume besar," ujar Alfred.
Dengan volume penjualan besar itu juga, Alfred menilai mendorong PT Bumi Resources Tbk dapat mencetak keuntungan. "Setiap kenaikan harga batu bara sekitar US$ 1 maka bisa berkontribusi ke emiten Bumi Resources. Apalagi volume penjualannnya mencapai 80 juta metrik ton," kata dia.
Ada pun kenaikan harga batu bara itu menurut Alfred ditopang dari isu lingkungan di China. Hal itu membuat produsen juga membatasi penggunaan dan produksi batu bara. Selain itu, pertumbuhan ekonomi dunia membaik mendorong permintaan. Apalagi harga minyak juga menguat sehingga mendorong kenaikan harga batu bara. "Dari sisi suplai berkurang, dan permintaan meningkat membuat harga batu bara naik pada kuartal IV 2016, ini juga berlanjut pada kuartal I 2017," tutur dia.
Kedua analis ini pun prediksi harga batu bara masih akan positif pada 2017. Ini juga akan mendukung kinerja emiten batu bara. Raphon menuturkan, harga batu bara akan stabil. Itu didukung dari peningkatan aktivitas manufaktur China. Raphon menuturkan, harga batu bara akan berada di kisaran US$ 70-US$ 80 per ton untuk acuan newcastle coal.
"Rencana penerapan kembali pengurangan produksi batu bara oleh pemerintah China juga akan membantu kestabilan persediaan dan permintaan di komoditas batu bara," jelas dia.
Alfred menuturkan, proyek pembangkit listrik 35 ribu mega watt (MW) akan mendukung kinerja emiten batu bara. Ditambah langkah efisiensi yang terus dilakukan perseroan. "Risiko emiten batu bara produksinya tidak terserap semakin kecil," kata dia.
Raphon memprediksi, kinerja emiten batu bara akan bertumbuh namun tidak sebesar pada 2016. Sedangkan Alfred memprediksi, pertumbuhan laba emiten batu bara sekitar 20-25 persen pada 2017 didukung harga batu bara. Oleh karena itu, Alfred optimistis saham-saham batu bara pada 2017 juga akan baik.
Rekomendasi Saham
Untuk rekomendasi saham, Alfred memilih saham PT Adaro Energy Tbk (ADRO) dan PT Bukit Asam Tbk (PTBA) untuk dicermati pelaku pasar. Hal itu mengingat volume produksi dan penjualan besar.
Ditambah persepsi pelaku pasar terhadap manajemen perushaan yang cukup bagus. Alfred memperkirakan, target harga saham PT Adaro Energy Tbk di kisaran Rp 2.450 untuk 12 bulan, dan PT Bukit Asam Tbk di kisaran Rp 15.400 per saham. "Rekomendasi buy untuk saham Adaro dan Bukit Asam," ujar dia.
Sedangkan Raphon memilih saham PT Indo Tambangraya Megah Tbk. Ia memilih saham tersebut mempertimbangkan eksposur perusahaan di pasar global dan kalori batu bara yang tinggi. Ini mampu penuhi permintaan pembangkit listrik dari China dan Jepang.
Advertisement