Bos BEI Minta BI dan Pemerintah Yakinkan Investor soal Ekonomi RI

Pemerintah dan BI diminta untuk terus meyakinkan bahwa ekonomi Indonesia saat ini masih kuat dan stabil.

oleh Bawono Yadika diperbarui 24 Mei 2018, 21:46 WIB
Diterbitkan 24 Mei 2018, 21:46 WIB
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio
Direktur Utama BEI, Tito Sulistio (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Direktur Utama Bursa Efek Indonesia (BEI) Tito Sulistio menyarankan otoritas moneter atau Bank Indonesia (BI) agar terus meyakinkan investor dan masyarakat terkait kondisi pelemahan rupiah yang terus merosot. Dia menyinggung soal redenominasi atau penyederhanaan nominal rupiah.

"Kalau seorang pejabat otoritas moneter mengatakan redenominasi nanti bisa satu dolar satu juta bagaimana, ya jangan begitu dong. Itu sama saja menganggap bahwa masa depan Indonesia lebih buruk dari masa sekarang," tuturnya di Jakarta Kamis (24/5/2018).

Tito lebih jauh menjelaskan otoritas moneter seharusnya mampu menciptakan rasa aman kepada masyarakat.

"Mari kita bersama meyakinkan ke masyarakat bahwa masa depan Republik ini lebih baik dari masa sekarang. Dan ini jelas adalah tugas wibawa dari otoritas moneter dan juga otoritas fiskal. Jadi bukan saya tidak setuju dengan redenominasi rupiah ini," kata dia.

Dia pun mengingatkan kepada pemerintah untuk meyakinkan investor maupun publik bahwa Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2018 sehat. 

"Otoritas fiskal juga sebaiknya berbicara hal yang sama kepada publik dan menekankan masyarakat bahwa APBN kita cukup kuat ke depannya untuk membayar kewajiban utang," Tito menambahkan. 

Tito menegaskan fundamental ekonomi Indonesia masih stabil dan kuat. 

"Ekonomi kita relatif stabil kok, fundamental currency kita terhadap dolar AS (rupiah) tidak selemah yang dipikirkan. Kami mengharapkan otoritas moneter bisa meyakinkan masyarakat bahwa secara fundamental ekonomi kita tidak lemah," pungkasnya. 

Pelaku Pasar Lepas Dolar AS, Rupiah Mampu Perkasa

Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS
Petugas memperlihatkan uang pecahan dolar Amerika (Liputan6.com/Immanuel Antonius)

Nilai tukar rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) pada perdagangan Kamis pekan ini. Penguatan dolar AS dalam beberapa hari ini mendorong pelaku pasar merealisasikan keuntungan.

Berdasarkan data Bloomberg, Kamis (24/5/2018), nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat 0,11 persen dari penutupan perdagangan kemarin di posisi 14.209 per dolar AS. Rupiah dibuka di posisi 14.192. Hingga Kamis siang ini, rupiah bergerak di kisaran 14.147-14.213 per dolar AS.

Sementara itu, kurs referensi Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor) berada di posisi Rp 14.205 per dolar AS pada Kamis 24 Mei 2018. Sedangkan rupiah pada perdagangan kemarin 14.192.

"Penguatan rupiah secara teknikal. Dolar AS menguat dalam beberapa hari membuat pelaku pasar profit taking. Sejumlah mata uang pun menguat terhadap dolar AS," ujar Analis PT Bank Woori Saudara Tbk, Rully Nova saat dihubungi Liputan6.com.

Rully menambahkan, penguatan rupiah hanya sementara. Hal itu lantaran belum ada sentimen positif dari domestik.

“Indonesia alami defisit perdagangan pada April 2018. Itu mengkhawatirkan. Apalagi pertumbuhan ekonomi diperkirakan 5,2 persen pada kuartal II 2018 tak sesuai harapan,” kata Rully.

Selain itu, bank sentral Amerika Serikat (AS) juga akan melanjutkan menaikkan suku bunga. Hal itu dapat membuat dolar AS makin perkasa. “Rupiah masih di kisaran 14.000-an per dolar AS,” ujar dia.

Sementara itu, Ekonom Bank Permata Josua Pardede menuturkan, penguatan rupiah didorong sentimen eksternal Pelaku pasar merespons positif hasil notulensi rapat bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve pada Mei 2018. Dari hasil rapat itu menunjukkan kalau bank sentral AS tidak terlalu agresif menaikkan suku bunga.

Diperkirakan kenaikan suku bunga sebanyak tiga kali. Hal itu membuat indeks dolar Amerika Serikat melemah terhadap mata uang negara berkembang. Imbal hasil surat berharga AS bertenor 10 tahun pun turun di bawah tiga persen.

"Kecenderungan pasar merespons notulensi the Fed pada Mei lalu. Indeks dolar AS jadi agak melemah. Namun imbal hasil SUN kita masih sekitar 7,5 persen," ujar Joshua saat dihubungi Liputan6.com.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya