IHSG Bakal Melemah Tersengat Sentimen Global

IHSG cenderung tertekan dengan kisaran support 6.376 dan resistance 6.439.

oleh Bawono Yadika diperbarui 26 Mar 2019, 06:31 WIB
Diterbitkan 26 Mar 2019, 06:31 WIB
IHSG
Pekerja berbincang di dekat layar indeks saham gabungan di BEI, Jakarta, Selasa (4/4). Pada pemukaan indeks harga saham gabungan (IHSG) hari ini naik tipis 0,09% atau 4,88 poin ke level 5.611,66. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diprediksi masih akan bergerak tertahan melemah terbatas dengan support resistance di level 6350-6425.

Analis PT Bahana Sekuritas Lathief Gunawan Mohamad menuturkan, sentimen IHSG hari ini lebih dipengaruhi oleh faktor global.

"Untuk besok masih kemungkinan besar mixed cenderung melemah. Ketidakpastian market global membuat IHSG makin dalam terkoreksi," ujarnya saat dihubungi Liputan6.com, Selasa (26/3/2019).

Adapun dia memperkirakan IHSG cenderung tertekan dengan kisaran support 6.376 dan resistance 6.439.

Senada, Analis PT Artha Sekuritas Dennies Christoper Jordan mengungkapkan, pergerakan indeks diperkirakan masih akan fluktuatif didorong oleh ketidakpastian terutama dari sentimen global setelah yield obligasi pemerintah Amerika Serikat menunjukkan tanda resesi.

Dia melanjutkan, IHSG kemungkinan terkoreksi pada rentang 6.376-6.459

Untuk saham rekomendasi dari para analis, mereka menganjurkan saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA), PT Indah Kiat Pulp and Paper Tbk (INKP), serta PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI).

Kemudian saham PT JAPFA Tbk (JPFA), PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM), dan PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS).

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Perdagangan Kemarin

Awal 2019 IHSG
Layar monitor pergerakan saham di gedung Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Rabu (2/1). Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) pada pembukaan perdagangan saham 2019 menguat 10,4 poin atau 0,16% ke 6.204. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Gerak Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak di zona merah pada perdagangan saham Senin pekan ini. Di sisi lain, nilai tukar rupiah kembali menguat ke posisi 14.180 per dolar AS.

Pada penutupan perdagangan saham, Senin (25/3/2019), IHSG merosot 114,02 poin atau 1,75 persen ke posisi 6.411,25. Indeks saham LQ45 tergelincir 2,13 persen ke posisi 1.004,03. Seluruh indeks saham acuan kompak tertekan.

Sebanyak 315 saham melemah sehingga menekan IHSG. 109 saham menguat dan 109 saham diam di tempat. Pada awal pekan ini, IHSG sempat berada di level tertinggi 6.474,64 dan terendah 6.391,52. 

Total frekuensi perdagangan saham sekitar 479.537 kali dengan volume perdagangan saham 13,4 miliar saham. Nilai transaksi harian saham Rp 8 triliun.

Investor asing jual saham Rp 138,23 miliar di pasar regular. Posisi dolar Amerika Serikat (AS) berada di kisaran Rp 14.180.

10 sektor saham kompak tertekan. Sektor saham barang konsumsi merosot 2,77 persen, dan bukukan penurunan terbesar.

Disusul sektor saham aneka industri tergelincir 2,46 persen dan sektor saham manufaktur susut 2,23 persen.

Saham-saham yang cetak kenaikan antara lain saham BEEF naik 26,32 persen ke posisi Rp 240 per saham, saham COCO melonjak 23,81 persen ke posisi Rp 650 per saham, dan saham BKDP menanjak 21,31 persen ke posisi Rp 74 per saham.

Saham-saham yang tertekan antara lain saham SIMA merosot 22,62 persen ke posisi Rp 130 per saham, saham GLOB tergelincir 13,64 persen ke posisi Rp 380 per saham, dan saham PEHA terpangkas 11,41 persen ke posisi Rp 2.330 per saham.

Bursa saham Asia kompak merosot. Indeks saham Hong Kong Hang Seng turun 2,01 persen, indeks saham Korea Selatan Kospi susut 1,92 persen, indeks saham Jepang Nikkei merosot 3,01 persen.

Selain itu, indeks saham Thailand turun 1,31 persen, indeks saham Shanghai melemah 1,97 persen, indeks saham Singapura merosot 0,91 persen dan indeks saham Taiwan terpangkas 3,74 persen, dan catatkan penurunan terbesar di bursa saham Asia.

Analis PT Binaartha Sekuritas, Nafan Aji mengatakan, sentimen kuat berasal dari kekhawatiran para pelaku pasar global terkait dengan faktor perlambatan pertumbuhan ekonomi global.

Indikasinya adalah proyeksi bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve pada Kamis pekan lalu yang lebih dovish terkait perlambatan pertumbuhan ekonomi AS yang berpotensi turun menjadi 2,1 persen pada 2019.

"Perlu diketahui, AS adalah negara superpower di bidang ekonomi sehingga pengaruhnya terhadap pertumbuhan ekonomi global pasti kuat. Dengan demikian, indeks AS, regional Asia, maupun komoditas sedang melemah saat ini," kata dia saat dihubungi Liputan6.com.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya