Kilas Balik Ketika Chairul Tanjung Beli Saham Garuda Indonesia

PT Garuda Indonesia Tbk masih menjadi perhatian pada pekan ini. Salah satunya setelah Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk Peter Gontha ungkap kerugian Chairul Tanjung di GIAA.

oleh Agustina Melani diperbarui 06 Jun 2021, 22:41 WIB
Diterbitkan 06 Jun 2021, 19:09 WIB
Terminal 3 Bandara Soetta Siap Melayani Penerbangan Internasional
Pemandangan pesawat Garuda Indonesia yang bisa dilihat dari bourding lounge Terminal 3 Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Senin (24/04). Terminal ini mampu 25 juta calon penumpang per tahun. (Liputan6.com/Fery Pradolo)

Liputan6.com, Jakarta - PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sedang menjadi sorotan.  Sejumlah hal mulai dari rencana program pensiun dini, kinerja keuangan yang tertekan hingga opsi penyelamatan Garuda Indonesia menjadi perhatian.

Terbaru yang kini menjadi perhatian setelah Komisaris PT Garuda Indonesia Tbk, Peter Gontha menyebutkan kerugian yang dialami pengusaha Chairul Tanjung di Garuda Indonesia.

Selain itu, ia juga merespons dari pernyataan Staf Khusus Menteri BUMN Arya Sinulingga. Melalui akun instagram @petergontha, ia menyebutkan sebagai pihak yang mewakili pemegang saham minoritas yaitu Chairul Tanjung.

"Memang saya mewakili orang yang memegang saham minoritas, artinya dikitlah cuman 28 persen, yaitu Chairul Tanjung (CT). Tapi si minoritas yang sudah rugi Rp 11 triliun rupiah ini, ada perhitungannya,” tulis dia dikutip dari akun instagramnya.

Peter Gontha pun memaparkan mengenai perhitungan kerugian tersebut. Pertama, ketika Chairul Tanjung diminta tolong untuk menyerap saham GIAA. Saat itu, Chairul Tanjung menyetor USD 250 juta dengan kurs dolar AS diperkirakan Rp 8.000 per dolar AS. Saat ini, kurs dolar AS mencapai Rp 14.500.

"Waktu CT diminta tolong karena para underwriter gagal total, CT setor USD 250 juta, waktu itu $ masih sekitaran Rp 8.000. Sekarang $ sudah Rp 14.500,” tulis dia.

Kedua, Peter Gontha menyebutkan saat itu harga saham GIAA Rp 625. Harga saham GIAA pun kini merosot menjadi Rp 256 per saham.

"Harga saham waktu itu Rp 625 sekarang sudah Rp 256. Silahkan hitung tapi menurut saya, dalam kurun waktu 9 tahun kerugian CT saya hitung sudah Rp 11,2 triliun termasuk bunga belum hitung inflasi, banyak juga yah Mas Arya?,” tulis dia.

Berdasarkan data RTI per 31 Mei 2021, Chairul Tanjung melalui PT Trans Airways mengenggam 28,27 persen saham Garuda Indonesia atau setara 7,31 miliar saham. Selain PT Trans Airways, pemerintah mengenggam 60,54 persen saham GIAA dan masyarakat dengan kepemilikan di bawah lima persen sebesar 11,19 persen.

Pada Mei 2021, Chairul Tanjung telah menambah kepemilikan saham GIIA sehingga memiliki 28,27 persen saham GIAA. Hal ini menyusul Finegold Resources Ltd telah mengalihkan seluruh saham miliknya di PT Garuda Indonesia Tbk dengan jumlah keseluruhan 635.739.990 saham kepada PT Trans Airways.

Harga pembelian saham itu Rp 499 per saham yang dilakukan pada 6 Mei 2021. Total nilai pembelian saham Rp 317,23 miliar.

"Tujuan dari transaksi investasi dengan status kepemilikan langsung,” tulis Direktur Utama PT Trans Airways Warnedy dikutip dari keterbukaan informasi BEI yang disampaikan pada 10 Mei.

Dengan pengalihan saham itu, saham Garuda Indonesia yang dimiliki Chairul Tanjung melalui Trans Airways bertambah menjadi 7.316.798.262 saham atau setara 28,26 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor perseroan.

Sebelum transaksi pembelian saham, Chairul Tanjung memiliki 6.681.058.272 saham GIAA atau setara dengan 25,81 persen dari seluruh modal ditempatkan dan disetor perseroan.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

Pertama Kali Beli Saham GIAA pada 2012

Desain masker baru pesawat Garuda Indonesia pada armada B737-800 NG
Desain masker baru pesawat Garuda Indonesia pada armada B737-800 NG (dok: GIA)

Hal ini bukan kali pertama Chairul Tanjung beli saham GIAA. Chairul Tanjung melalui Trans Airways pertama kali beli saham GIAA pada 2012 dengan harga Rp 620 per saham. Harga pembelian saham itu lebih rendah dari harga penawaran saham perdana atau initial public offering (IPO) sebesar Rp 750 per saham.

Trans Airways membeli sebanyak 10,88 persen saham GIAA dari tiga perusahaan sekuritas yang menjadi penjamin emisi efek dalam IPO antara lain PT Mandiri Sekuritas, PT Bahana Securities, dan PT Danareksa Sekuritas. Hal itu dilakukan lantaran saham IPO yang tidak dibeli investor dan digenggam tiga perusahaan sekuritas tersebut.

Mengutip berbagai sumber, PT Trans Airways menambah kepemilikan saham dengan eksekusi hak dalam rangka pelaksanaan penawaran umum terbatas (PUT) dengan mekanisme hak memesan efek terlebih dahulu (HMETD) atau rights issue PT Garuda Indonesia pada 2014. Trans Airways menambah kepemilikan saham dari 10,8 persen menjadi 24,6 persen.

Saat itu, Garuda Indonesia menawarkan saham baru sebanyak-banyaknya 3,227 miliar saham dengan skema rights issue saham biasa atas nama seri B dengan nilai nominal Rp 459 dan harga rights issue yang ditetapkan Rp 460 per saham pada April 2014.

Pada 2020, Chairul Tanjung melalui Trans Airways menambah kepemilikan saham GIAA. PT Trans Airways membeli 47,9 juta saham GIAA. Dengan pembelian saham GIAA itu, kepemilikan Trans Airways bertambah 0,18 persen menjadi sekitar 25,80 persen. Hal itu berdasarkan laporan kepemilikan efek lima persen atau lebih yang dirilis PT Kustodian Sentral Efek Indonesia (KSEI) per 11 Februari 2020.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya