IMF: Bitcoin sebagai Alat Pembayaran Timbulkan Banyak Masalah

IMF menyatakan, adopsi bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah menimbulkan sejumlah masalah ekonomi makro, keuangan, dan hukum.

oleh Dian Tami Kosasih diperbarui 11 Jun 2021, 18:31 WIB
Diterbitkan 11 Jun 2021, 18:31 WIB
Ilustrasi Bitcoin. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat
Ilustrasi Bitcoin. Liputan6.com/Mochamad Wahyu Hidayat

Liputan6.com, Jakarta - Juru bicara International Monetary Fund (IMF), Gerry Rice memberikan komentar terkait penggunaan bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah di El Salvador.

Seperti dilansir Coindesk, Jumat (11/6/2021), Rice mengatakan, adopsi bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah menimbulkan sejumlah masalah ekonomi makro, keuangan, dan hukum.

"Hal ini yang memerlukan analisis yang sangat hati-hati sehingga kami mengikuti perkembangan dengan cermat dan akan melanjutkan konsultasi kami dengan pihak berwenang," katanya.

Ia juga menambahkan, aset kripto memiliki risiko tinggi, sehingga langkah-langkah pengaturan yang efektif sangat penting ketika berhadapan dengan mata uang digital.

Tim IMF akan melakukan diskusi virtual dengan Presiden Nayib Bukele mengenai program kredit potensial, termasuk kebijakan untuk memperkuat tata kelola ekonomi dan Pasal IV El Salvador. El Salvador menjadi negara pertama yang mengadopsi bitcoin sebagai alat pembayaran yang sah.

Keputusan ini diambil setelah sebagian besar anggota parlemen menyetujui proposal Presiden El Salvador, Nayib Bukele. Seperti dilansir CNN, Kamis, 10 Juni 2021, saat ini negara tersebut telah menerima bitcoin sebagai alat pembayaran seperti dollar Amerika Serikat.

Undang-undang menyatakan, semua agen ekonomi harus menerima bitcoin sebagai bentuk pembayaran barang atau jasa.Tak hanya itu, bitcoin saat ini juga bisa digunakan untuk pembayaran.

 

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

JP Morgan Sebut Penurunan Harga Bitcoin Belum Berakhir

Bitcoin - Image by MichaelWuensch from Pixabay
Bitcoin - Image by MichaelWuensch from Pixabay

Sebelumnya, reli harga bitcoin yang terjadi baru-baru ini diprediksi JP Morgan tak akan bertahan lama. Seperti dilansir Fox Business, Jumat (11/6/2021), harga bitcoin meningkat hingga 15 persen dari titik terendahnya, USD 33.472 per koin atau sekitar Rp 475,34 juta (asumsi kurs Rp 14.201 per dolar AS) pada Selasa 8 Juni 2021.

Meski demikian, analis JP Morgan mengatakan, pergeseran struktur sinyal pasar merupakan kelemahan lebih lanjut di pasar. Terlebih Cryptocurrency atau uang kripto telah merosot hingga  41 persen dari puncaknya pada April.

"Pergeseran Bitcoin berjangka menjadi mundur adalah sinyal bearish," tulis analis JP Morgan, Nikolaos Panigirtzoglou.

Mereka juga mencatat, penurunan harga sangat signifikan adalah pertama kalinya. Sehingga bisa terjadi Backwardation atau harga spot yang lebih tinggi dari harga futures. Ini berarti investor bersedia membayar mahal untuk memegang bitcoin saat ini.

Merupakan sebuah kemunduran, perkembangan lemahnya permintaan Bitcoin saat ini menjadi hal yang perlu dipertimbangkan. Para analis mencatat, pangsa pasar kripto yang rendah juga mengkhawatirkan. Pangsa pasar Bitcoin turun menjadi sekitar 40 persen. Angka tersebut mengalami perbaikan setelah investor berlomba menjual aset mereka dan tercatat adanya penurunan hingga 70 persen baru-baru ini.

Penurunan seperti ini juga pernah terjadi pada Desember 2017. Kapitalisasi pasar Bitcoin pada  Kamis kemarin ialah USD 695 miliar. Angka ini tentu jauh menurun dibandingkan sebelumnya yang mencapai USD 1,6 triliun.

“Kami percaya bahwa pangsa Bitcoin di total pasar kripto harus dinormalisasi dan mungkin naik di atas 50 persen (seperti pada 2018) agar lebih nyaman dalam berargumen bahwa pasar bearish ada di belakang kami,” tulis para analis.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya