Liputan6.com, Jakarta - Bergabungnya Gojek dan Tokopedia menjadi topik menarik hingga hari ini. Bagaimana tidak, keduanya merupakan raksasa teknologi di dalam negeri. Bahkan, aksi bisnis yang melahirkan GoTo Grup ini diklaim menjadi kolaborasi terbesar antara dua perusahaan internet dan layanan media di Asia.
Setelah merger, GoTo akan melakukan penawaran saham perdana ke publik (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI). CEO Tokopedia William Tanuwijaya mengatakan, GoTo tengah mempersiapkan untuk IPO pada 2021.
"Kita terus bekerja keras. Harapannya tahun ini kita melantai. Ini tanggung jawabnya besar, jadi harus persiapkan dengan baik,” kata dia dalam siniar yang ditayangkan di kanal youtube Deddy Corbuzier, ditulis Rabu (23/6/2021).
Advertisement
Menurut William, aksi korporasi ini akan membawa model baru mengenai kepemilikan saham GoTo ke depan. Pemilik modal dimaksud termasuk mitra driver hingga UMKM rekanan Gojek dan Tokopedia.
Saat ini, William mengatakan tidak ada satupun pemegang saham di Tokopedia yang menggenggam kepemilikan lebih dari 11 persen. Kondisi tersebut, dinilai William hampir seperti perusahaan terbuka, mendekati mimpi terbesarnya. Yakni membawa Tokopedia menjadi perusahaan terbuka.
"Ketika menjadi perusahaan terbuka, siapa yang memiliki perusahaan tersebut? Masyarakat. Mimpi terbesar kita adalah bagaimana mitra pengemudi, UMKM, pengguna loyal Gojek, Tokopedia, Gopay bisa menjadi pemegang saham dan menjadi pemilik perusahaan," kata dia.
Latar belakang penggabungan dua usaha ini justru karena perbedaan. William menilai, kebanyakan bisnis yang bergabung berasal dari bisnis serupa, tetapi tidak demikian dengan GoTo. William mengatakan penggabungan ini bersifat komplementer atau saling melengkapi. Kedua perusahaan bergerak di bidang jasa yang berbeda dengan ekosistemnya masing-masing.
"Kami saling melengkapi. Gojek punya mitra driver lebih dari 2 juta. Tokopedia punya mitra UMKM lebih dari 10 juta. Dengan bergabung, kita punya akses ke lebih dari 100 juta masyarakat Indonesia yang menggunakan Gojek dan Tokopedia tiap bulannya,” beber William .
Selain itu, William mengatakan GoTo Grup berpotensi menyumbang sekitar 2 persen terhadap ekonomi nasional. Gojek dan Tokopedia masing-masing berhasil berkontribusi 1 persen terhadap ekonomi nasional tiap tahunnya.
"Tokopedia tiap tahunnya sudah kontribusi kurang lebih 1 persen ke ekonomi nasional. Gojek ternyata juga kontribusi 1 persen ke ekonomi nasional. Begitu gabung, ini jadi 2 persen kontribusinya ke ekonomi nasional,” kata dia.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini
Prospek IPO GoTo di Tengah Marak Investor Milenial
Sebelumnya, Gojek dan Tokopedia resmi menggabungkan usaha (merger) dan membentuk Grup GoTo. Setelah merger, GoTo dikabarkan melakukan penawaran saham perdana ke publik (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Kepala Center of Innovation and Digital Economy Indef, Nailul Huda menilai IPO GoTo akan sangat dinantikan pelaku pasar. Hal itu lantaran populernya perusahan-perusahaan yang bergerak dalam ekonomi digital.
"Bagi investor di pasar modal, adanya emiten GoTo pasti akan menambah alternatif investasi di bidang teknologi. Jadi primadona baru pasti di awal IPO karena ‘hype’ teknologi,” kata dia kepada Liputan6.com, ditulis Minggu, 23 Mei 2021.
Di sisi lain, Huda menyoroti banyaknya investor milenial yang umumnya memiliki gaya hidup dan ketertarikan yang kuat di bidang teknologi. Merujuk data KSEI per April 2021, jumlah investor pasar modal tercatat sebesar 5,09 juta. Angka ini didominasi oleh investor di bawah usia 30 tahun sebesar 57,40 persen. Disusul dengan investor usia 31-40 sebesar 21 persen.
"Investor pasar saham saat ini banyak yang milenial yang notabene tertarik dengan yang berbau teknologi. Jadi akan ramai ketika IPO nantinya," kata dia.
Meski begitu, Huda menekankan agar investor mempertimbangkan prospek industri tersebut sebelum mengambil keputusan investasi di GoTo. Bercermin pada sejumlah emiten yang gelar IPO, tetapi sahamnya nyungsep pada perdagangan setelah IPO.
“GoTo dalam periode IPO awal akan menjadi unggulan namun nampaknya bisa hanya sementara mengingat hanya terjadi hype teknologi. Kemudian akan turun dalam beberapa pekan seperti yang terjadi pada saham Lyft, Uber, ataupun Bank Jago,” ujar Huda.
Advertisement
Berpeluang IPO di AS dan Hong Kong
Sebelumnya, bergabungnya Gojek dan Tokopedia masih menjadi topik hangat. Bagaimana tidak, Gojek dan Tokopedia merupakan raksasa teknologi di dalam negeri.
Bahkan, aksi bisnis yang melahirkan grup GoTo ini diklaim menjadi kolaborasi terbesar antara dua perusahaan internet dan layanan media di Asia.
Setelah merger, GoTo dikabarkan akan melakukan penawaran umum perdana ke publik (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Direktur Eksekutif ICT Institute, Heru Sutadi menilai, jika IPO itu benar-benar dieksekusi, GoTo berpeluang menjadi saham blue chip di BEI. Valuasi Grup GoTo, hasil merger Gojek dan Tokopedia, disebut-sebut mencapai USD 17 miliar atau sekitar Rp 243,25 triliun (asumsi kurs Rp 14.309 per dolar AS).
Dengan valuasi ini, GoTo menjadi raksasa teknologi dengan valuasi terbesar di kawasan Asia Tenggara, mengungguli Grab yang mencatatkan valuasi USD 14 miliar.
"GoTo berpeluang jadi saham blue chip. Bahkan saya sarankan tidak hanya melantai di bursa Indonesia tapi juga bisa ke New York atau Hong Kong, karena perkawinan Gojek dan Tokopedia bukan hanya menjadi perhatian domestik Indonesia, tapi juga dunia,” kata dia kepada Liputan6.com, Rabu, 19 Mei 2021.
Meski begitu, Heru mengatakan manajemen GoTo tidak akan tergesa-gesa untuk melakukan IPO. Hal ini mempertimbangan beberapa hal, termasuk isu ekonomi makro di tengah pandemi COVID-19 yang masih berlangsung.
"Apalagi GoTo yang baru merger, sinergi manajemen akan lebih dulu dilakukan, baru setelah lancar dan bisnis tumbuh IPO dilakukan,” ujar dia.