Liputan6.com, Jakarta - PT Tiphone Mobile Indonesia Tbk (TELE) menyandang status pailit sejak September 2020 karena proses gugatan penundaan kewajiban pembayaran utang oleh PT Bank Ganesha Tbk tak menemukan titik terang. Hal ini tentu saja menyeret PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk karena memiliki 24 persen saham TELE melalui anak usahanya PT PINS Indonesia.
Melihat hal ini, Bursa Efek Indonesia (BEI) meminta penjelasan kepada Telkom Indonesia tersebut. Bila 2019 nilai investasi TELE berada di Rp1,17 triliun, angka tersebut merosot menjadi Rp485 miliar pada 2020 dan menjadi nihil saat ini.
Baca Juga
"Perseroan menjadikan harga pasar saham TELE sebagai acuan utama dalam menghitung pencatatan nilai wajar investasi tahun 2019. Informasi ini sudah tercantum dalam Catatan 8 Laporan Keuangan Audited tahun buku 2019. Adapun untuk tahun 2020 management mengakui penurunan nilai penuh sebagai dampak persaingan pasar," tulis penjelasan Telkom Indonesia, ditulis Kamis (5/8/2021).
Advertisement
Dalam penjelasan tersebut, Telkom Indonesia juga menegaskan bila pihaknya telah mengetahui ada masalah pada TELE sejak 2019. Hal ini terlihat saat pelaksanaan audit konsolidasi TelkomGroup tahun buku 2019.
"Auditor melihat adanya keraguan substantial tentang kemampuan TELE untuk melanjutkan kelangsungan usahanya antara lain TELE mengalami defisiensi modal dan total liabilitas lancar telah melebihi total aset, TELE gagal bayar atas pokok pinjaman dan/atau bunganya pada saat jatuh tempo, dan adanya tuntutan dari salah satu kreditor TELE atas Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang ke Pengadilan Niaga Jakarta Pusat," tulisnya.
* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.
Pertimbangan Bisnis
Pertimbangan bisnis menjadi salah satu pendorong Telkom hingga akhirnya investasi jangka panjang pada TELE. Terlebih pada 2014, perusahaan tersebut merupakan authorized dealer voucher pulsa terbesar di Indonesia dengan coverage yang cukup luas, karena emiliki 98 cabang, 146 outlet, 92 service center dan 180.000 reseller.
"Kinerja dan cakupan bisnis TELE termasuk yang paling sesuai (fit) dengan strategic initiatives TelkomGroup untuk memperkuat Telkomsel. TELE pada saat itu juga termasuk perusahaan publik yang cukup besar dibandingkan perusahaan sejenisnya. Untuk mencapai tujuan di atas sekaligus menurunkan tingkat risiko, Telkom tidak perlu menjadi pemegang saham pengendali atau pemegang saham mayoritas," tulisnya.
Setelah pembelian saham, Telkom mengakui TELE mampu memberikan kontribusi terhadap Telkomsel baik melalui peningkatan penjualan pulsa maupun melalui peningkatan penetrasi smartphone sepanjang 2014-2018.
Di samping itu, jalur distribusi TELE juga mengalami peningkatan, sehingga pada 2018 menjadi salah satu distributor utama dan terbesar Telkomsel.
"Bagi Telkomsel, berkat berbagai langkah yang dilakukan TelkomGroup termasuk investasi pada TELE telah berhasil memantapkan diri sebagai market leader di industrinya sampai sekarang," tulisnya.
Advertisement