Meneropong Dampak Konflik Rusia-Ukraina hingga The Fed ke Pasar Modal RI

Aliran dana investor asing masuk ke Indonesia di tengah tekanan risiko suku bunga the Fed dan ketegangan Rusia dan Ukraina.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 28 Feb 2022, 22:25 WIB
Diterbitkan 28 Feb 2022, 22:25 WIB
Pergerakan IHSG Turun Tajam
Pengunjung mengabadikan papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) di Bursa Efek Jakarta, Rabu (15/4/2020). Pergerakan IHSG berakhir turun tajam 1,71% atau 80,59 poin ke level 4.625,9 pada perdagangan hari ini. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Dampak ketegangan Ukraina dan Rusia serta kenaikan suku bunga bank sentral Amerika Serikat (AS) atau the Federal Reserve (the Fed) dinilai netral terhadap Indonesia.

Invasi Rusia tetap dilakukan ke sejumlah kota di Ukraina meski menerima sanksi dari Barat pada pekan ini. The Russian Press Secretary Dmitry Peskov mengatakan, Rusia siap untuk mempertimbangkan gencatan senjata hanya jika Ukraina menjadi negara netral.

"Operasi militer akan berlangsung sampai Ukraina menyerah," ujar dia dikutip dari riset PT Ashmore Asset Management Indonesia, ditulis Senin (28/2/2022).

Namun, Ukraina akan menerima dukungan keuangan dari Barat. Namun, hal itu juga belum jelas. Di sisi lain, harga minyak naik 35 persen year to date dan ketegangan meningkat. Sementara itu, harga energi lebih tinggi menguntungkan Rusia sedangkan Eropa menderita.

Selain itu, sanksi babak kedua diumumkan oleh Barat. Kemungkinan besar, sanksi akan berhasil lantaran sulit bank besar dan individu Rusia untuk akses pasar modal dan termasuk larangan perdagangan utang Rusia.

"Pada kasus di mana hasil dari ini eskalasi mirip dengan Krimea, oleh karena itu tidak ada fisik gangguan pasokan minyak ke Eropa misalnya, harga minyak akan turun,"

Negara seperti Amerika Serikat yang konsumsi minyak dan gas termasuk komponen besar penyumbang inflasi akan memberi tekanan jangka pendek. Konsumen di seluruh AS membayar rata-rata USD 3,53 per galon bensin tanpa timbal pada Selasa 22 Februari 2022. Harga itu naik 90 sen dari tahun lalu.

"Lonjakan harga minyak merupakan katalis untuk inflasi, dan akhirnya bisa diinflasi jika harganya naik lebih tinggi dan bertahan meredam pertumbuhan ekonomi," demikian mengutip riset tersebut.

 

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Dana Investor Asing Masuk ke Indonesia

Ciptakan Investor Pasar Modal Berkualitas Lewat Kompetisi Saham
Layar sekuritas menunjukkan data-data saat kompetisi Trading Challenge 2017 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Kamis (7/12). Kompetisi Trading Challenge 2017 ini sebagai sarana untuk menciptakan investor pasar modal berkualitas. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Melihat kondisi tersebut, ekonom mulai berharap the Federal Reserve akan menaikkan suku bunga acuan 0,25 persen pada Maret. Situasi Ukraina melemahkan argument untuk kenaikan 0,50 persen.

"Namun, jika terjadi eskalasi melampaui apa yang kita lihat dengan Krimea mendorong Rusia memangkas pasokan energi Uni Eropa, Indonesia mungkin menjadi sumber energi alternatif, asalkan tetap netral,” demikian mengutip laporan itu.

Sementara itu, eskalasi Rusia dan Ukraina dan respons the Federal Reserve akan berdampak netral terhadap Indonesia. Bank Indonesia diprediksi tidak menaikkan suku bunga pada 2022. Di sisi lain, harga minyak tinggi akan meredam pertumbuhan ekonomi.

”Karena sinyal pemerintah menyerap kenaikan harga minyak, negara lain mungkin diuntungkan kenaikan harga komoditas,” tulis riset itu.

Aliran dana investor asing masuk ke Indonesia di tengah tekanan risiko. Ashmore melihat aliran dana investor asing tersebut sebagai pengakuan dari kuatnya makro ekonomi Indonesia, harga komoditas dan pemulihan yang stabil.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), aliran dana asing yang masuk ke pasar saham Indonesia mencapai Rp 23,60 triliun hingga 25 Februari 2022.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya