Liputan6.com, Jakarta - Generasi Z dan milenial dianggap sulit untuk membeli rumah karena gaya hidupnya yang cukup elit. Bahkan, generasi tersebut pun dicap sebagai generasi yang boros.
Menanggapi hal tersebut, VP Sales and Distribution Ashmore Asset Management Indonesia Felicia Iskandar menuturkan, generasi Z dan milenial ini dimanjakan oleh sejumlah kemudahan dalam mendapatkan segala kebutuhannya. Hal itu sejalan dengan transformasi digital yang terjadi saat ini.
Baca Juga
Dengan demikian, dua generasi tersebut pun bisa dengan mudahnya mendapatkan uang dan mudah juga untuk menghabiskannya. Sebab, apapun yang diinginkan bisa didapatkan dalam satu sentuhan saja melalui ponsel pintar.
Advertisement
"Mau makanan sekarang tinggal senam jempol saja, pencet-pencet (layar ponsel) nyampe makanannya. Kebiasaan impulsifnya jadi terpicu, karena terlalu nyaman aksesnya juga mudah,” kata Felicia dalam acara MoneyBuzz dengan tema Investasi Aman Pangkal Hidup Nyaman, Selasa (12/9/2023).
Meski demikian, Felicia mencermati generasi ini memiliki aktivitas kerja lebih tinggi dan juga produktif. Sehingga, ia menilai generasi Z maupun milenial ini mampu untuk membeli rumah.
"Produktivitas bisa lebih dioptimalkan, mungkin behavior impulsif bisa direm (dicegah). Tapi investasi perlu dilakukan sejak dini dari sekarang,” kata dia.
Dia bilang, untuk mendapatkan kesehatan keuangan yang baik, generasi Z maupun milenial bisa menyisihkan sebagian pendapatannya untuk investasi. Sebab, investasi bisa dilakukan dengan mudah menggunakan platform digital dalam waktu yang cukup singkat. "Kalau investasi pencet-pencet (layar ponsel) dapat keuntungan,” imbuhnya.
Dengan demikian, Felicia meyakini investasi yang dilakukan sejak dini akan memberikan hasil yang optimal pada masa mendatang.
Komposisi Investasi
Untuk komposisi investasi, Felicia membaginya menjadi dua, yaitu untuk yang sudah berkeluarga dan yang belum berkeluarga atau punya anak.
"Kalau untuk single (belum menikah) atau di bawah 25 tahun, incomenya bisa diinvestasikan 70 persen, 30 persen bisa self reward yang nyaman,” ujar dia.
Harapannya, 70 persen pendapatan ini akan memberikan keuntungan pada masa mendatang. Sehingga, saat sudah memiliki keluarga, investor tersebut tetap bisa hidup nyaman sesuai gaya hidup yang dibutuhkan.
"Kalau yang sudah menikah paling investasi 40-30 persen lagi, sisanya untuk kebutuhan lain (cicilan dan lainnya),” tandasnya.
Advertisement
IHSG Diramal Tembus 7.500 pada Akhir 2023, Saham-Saham Ini Boleh Dilirik
Sebelumnya, laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) diperkirakan bisa mencapai level 7.500 pada akhir 2023. Hal itu akan didukung pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Economist CGS-CIMB Sekuritas Indonesia, Wisnu Trihatmojo mengatakan, beberapa hal yang bisa mengerek IHSG salah satunya pertumbuhan ekonomi domestik pada paruh kedua 2023.
"Berdasarkan tim riset kami, kami memperkirakan akan mencapai kisaran 7.250 di akhir tahun 2023. Ini ada kenaikan sebesar kurang lebih 5 persen dari angka sekarang. Catatannya, kalau nanti benar Indonesia bisa menarik dana asing dari China menuju Indoneiisa, kemungkinan bisa meningkat lagi ke 7.500," kata Wisnu dalam Money Buzz, Selasa (25/7/2023).
IHSG ditutup merah pada perdagangan akhir Juni 2023. IHSG turun 0,04 persen ke posisi 6.661,879 dari penutupan sebelumnya. Sejak awal tahun atau secara year to date (ytd), IHSG turun 2,76 persen sepanjang paruh pertama 2023. Namun, didukung optimisme pertumbuhan ekonomi pada paruh kedua 2023, Wisnu optimis IHSG bisa menembus level 7.500.
"Jadi saya pikir ini akan sangat bergantung dengan pertumbuhan ekonomi semester II dan bagaimana investor melihat pemerintah Indonesia mencoba untuk mendorong pertumbuhan, terutama dari sisi pemilu," imbuh dia.
Sentimen Pemilu
Seperti diketahui, tahun depan Indonesia akan menggelar pemilihan umum (pemilu) serentak. Secara historis, musim pemilu memang akan mendongkrak kinerja beberapa emiten terutama sektor konsumer sebagai konsekuensi dari aliran dana kampanye. Sektor ini pun menjadi salah satu rekomendasi Wisnu dengan emiten yang dijagokan adalah Mayora Indah Tbk (MYOR).
"Rekomendasi tim kami prefer ke mid-cap karena alokasi dana dari Asset Management itu untuk saham-saham big cap sudah mentok. Artinya mereka harus alokasikan sebagian untuk saham-saham mid cap. Ada big cap juga, terutama perbankan itu ada BBRI, BMRI, BBCA. MYOR untuk konsumer yang tersengat sentimen pemilu," beber Wisnu.
Lalu non bank ada saham Astra International Tbk (ASII). Sementara pada perusahaan mid-cap ada BFI Finance Tbk (BFIN), lalu Bank BTPN Syariah Tbk (BTPS), Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR), Ciputra Development Tbk (CTRA), MYOR dan Ciputra Development Tbk Tbk (EXCL).
Advertisement