Sido Muncul Kantongi Laba Rp 778,12 Miliar hingga September 2024

Laba PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) naik 32,65 persen dibanding laba pada periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 586,57 miliar.

oleh Pipit Ika Ramadhani diperbarui 25 Okt 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 25 Okt 2024, 10:00 WIB
Sido Muncul.
Proses pembuatan produk di Pabrik PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO).

Liputan6.com, Jakarta - PT Industri Jamu Dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) mengumumkan kinerja sembilan bulan yang berakhir pada 30 September 2024. Pada periode tersebut, Sido Muncul membukukan pertumbuhan positif baik dari sisi penjualan maupun laba.

Penjualan SIDO sampai dengan September 2024 tercatat sebesar Rp 2,63 triliun, naik 11,24 persen dibandingkan penjualan per September 2023 yang tercatat sebesar Rp 2,36 triliun. Bersamaan dengan itu, beban pokok penjualan sampai dengan September 2024 naik menjadi Rp 1,14 triliun dari Rp 1,09 triliun pada September 2023.

Meski begitu, laba kotor perseroan masih naik menjadi Rp 1,49 triliun pada September 2024 dibanding Rp 1,27 triliun pada September 2023. Pada periode ini, perseroan membukukan beban penjualan dan pemasaran sebesar Rp 386,84 miliar, beban umum dan administrasi Rp 131,81 miliar, beban lain-lain Rp 35,13 miliar, dan pendapatan lain-lain Rp 35,42 miliar.

Hingga September 2024, perseroan membukukan penghasilan keuangan sebesar Rp 29,94 miliar dan biaya keuangan Rp 656 juta. Setelah memperhitungkan beban pajak penghasilan, perseroan membukukan laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk sebesar Rp 778,12 miliar pada September 2024.

Laba itu naik 32,65 persen dibanding laba pada periode yang sama tahun lalu yang tercatat sebesar Rp 586,57 miliar.

Melansir laporan keuangan perseroan, Jumat (25/10/2024), perseroan membukukan aset Rp 3,94 triliun, naik dari Rp 3,89 triliun pada Desember 2024. Liabilitas sampai dengan September 2024 turun menjadi Rp 306,33 miliar dari Rp 504,77 miliar pada Desember 2023.

Sementara ekuitas sampai dengan 30 September 2024 naik menjadi Rp 3,64 triliun dibandingkan Rp 3,39 triliun pada posisi akhir tahun lalu.

Saham Sido Muncul Lesu Jelang Musim Hujan, Simak Ulasan dan Rekomendasinya

IHSG Ditutup Melemah, Transaksi Perdagangan Capai Rp14,44 Triliun
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ditutup melemah 78,87 poin atau 1,03% ke level 7.563 pada sesi terakhir perdagangan pada Rabu (2/10/2024). (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Sebelumnya, harga saham PT Industri Jamu dan Farmasi Sido Muncul Tbk (SIDO) terpantau berada di zona merah sepanjang pekan ini. Saham SIDO lesu di tengah pergantian menuju musim hujan.

Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) memprediksi musim hujan di Indonesia 2024 akan dimulai secara bertahap di berbagai wilayah. Sebagian kecil wilayah Indonesia telah memasuki musim hujan sejak Agustus 2024, sementara sebagian besar wilayah lainnya diprediksi akan mengalami awal musim hujan antara September hingga November 2024.

Merujuk data RTI, saham SIDO turun 1,49 persen ke posisi 660 sekitar pukul 11.00 WIB. Pada posisi tersebut, saham SIDO telah turun 0,75 persen dalam sepekan. Meski begitu, saham SIDO masih niak 25,71 persen sejak awal tahun atau secara year to date (YTD).

Saat ini, NH Korindo Sekuritas Indonesia mempertahankan rekomendasi overweight pada saham SIDO dengan TP di 750.

"Kami mempertahankan rekomendasi Overweight untuk SIDO dengan menaikkan target harga menjadi 750 per saham, yang menyiratkan P/E Forward Dinamis 3-Tahun rata-rata sebesar 20,9x dengan potensi kenaikan sebesar 11,1%," ulas Analis NH Korindo Sekuritas Indonesia, Ezaridho Ibnutama dalam risetnya, Rabu (25/9/2024).

Rekomendasi

IHSG Ditutup Melemah, Transaksi Perdagangan Capai Rp14,44 Triliun
Kinerja saham emiten bank jumbo seperti PT Bank Rakyat Indonesia Tbk. (BBRI) dan PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) kompak ambrol. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Eza menjelaskan, risiko rekomendasinya adalah adalah permintaan yang lesu di pasar luar negeri pada semester II 2024 yang menurunkan kontribusi hasil yang rendah.

Sehingga biaya penjualan dan pemasaran terhadap pendapatan menjadi lebih tinggi. Bersamaan dengan itu, jika ada perhitungan permintaan yang lebih lemah dari yang diantisipasi di musim hujan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya