Liputan6.com, Jakarta - Bursa Efek Indonesia (BEI) buka suara mengenai peluncuran Danantara yang melibatkan sejumlah BUMN yang tercatat di Bursa.
Direktur Utama BEI, Iman Rachman menyebutkan ada tujuh BUMN tercatat yang berada di bawah naungan Danantara. Jika memperhitungkan anak usaha, ada sekitar 12 entitas BUMN tercatat yang berada di bawah naungan Danantara.
Advertisement
Baca Juga
Dari 12 perusahaan tersebut, nilai kapitalisasi pasarnya (market cap) mencapai Rp 1.853 triliun pada Desember 2024. Sementara itu, pada Februari, terjadi sedikit penurunan menjadi Rp 1.700 triliun.
Advertisement
Sebagai perbandingan, total kapitalisasi pasar Bursa Efek Indonesia (IDX) adalah sekitar Rp 12.300 triliun pada Desember dan turun menjadi Rp 11.400 triliun pada 26 Februari. Sehingga kontribusinya sekitar 15% dari total perusahaan tercatat. Dari sisi nilai perdagangan (trading value), kontribusi BUMN dan anak perusahaannya mencapai 27% dari total perusahaan tercatat.
"Meskipun jumlah perusahaannya hanya 12 dari sekitar 800 perusahaan yang tercatat di Bursa, secara kapitalisasi pasar dan nilai perdagangan, dampaknya cukup signifikan terhadap transaksi di pasar modal," kata Iman dalam temu media, dikutip Sabtu (1/3/2025).
Peran Danantara dalam Investasi
Danantara memiliki dua peran utama. Pertama, operasional yang melibatkan peran Chief Operating Officer (COO). Dan investasi yang berfungsi sebagai Sovereign Wealth Fund (SWF).
Dari sisi investasi, kontribusi BUMN terhadap penerimaan negara (APBN) cukup besar. Pada 2023, total pajak dan dividen yang diberikan BUMN mencapai Rp 520 triliun, dengan dividen dari perusahaan yang sudah listing sekitar Rp 67 triliun.
"Jika melihat kinerja saham anak perusahaan BUMN sejak IPO, hampir semuanya mengalami kenaikan harga signifikan. Misalnya, saham BRI meningkat 4.700%, Mandiri 3.300%, dan Telkom 1.326%," beber Iman. Ini menunjukkan bahwa perusahaan yang tercatat di pasar modal memiliki potensi pertumbuhan yang lebih besar dibandingkan yang tidak tercatat, karena adanya transparansi dan pengawasan lebih ketat.
Sebagai perbandingan, model investasi serupa dapat ditemukan di GIC dan Temasek di Singapura, yang memiliki kepemilikan di Singapore Airlines dan DBS Bank. Harapannya, perusahaan-perusahaan di bawah danantara bisa menjadi pemimpin industri, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di Asia.
Strategi Pengelolaan Dana Danantara
Dana yang diperoleh dari dividen dapat digunakan untuk investasi strategis dan mendukung pertumbuhan perusahaan di bawah Danantara. "Saat ini, sekitar 58% dari total aset Sovereign Wealth Funds (SWF) dunia berbentuk ekuitas, yang berarti mereka aktif melakukan penggalangan dana (fundraising) melalui pasar modal,"
Sejak awal, perusahaan pelat merah yang tercatat di Bursa sudah terbiasa dengan mekanisme pasar modal, seperti IPO, rights issue, dan penerbitan obligasi. Selain itu, pengelolaan dana di bawah danantara lebih fleksibel dibandingkan sebelumnya.
"Sebelumnya, dividen perusahaan BUMN masuk ke negara dan membutuhkan prosedur panjang untuk digunakan kembali. Kini, dengan sistem baru, dana tersebut bisa lebih cepat dialokasikan untuk mendukung perusahaan di bawah danantara," kata Iman.
Advertisement
Tantangan dan Perkembangan Pasar
Dalam beberapa waktu terakhir, indeks pasar mengalami penurunan, termasuk saham-saham di bawah danantara yang turun sekitar 4,67% antara 21-27 Februari. Namun, pergerakan indeks selalu dipengaruhi oleh berbagai faktor, bukan hanya satu penyebab tunggal.
Iman Rachman menuturkan, pelemahan pasar saham yang cukup tajam ini disebabkan oleh tiga faktor utama. Antara lain sentimen global, kondisi domestik, dan kinerja perusahaan yang tercatat di BEI.
"Dari sisi global, perang tarif Amerika Serikat (AS) di bawah Trump 2.0 masih menjadi faktor utama. Banyak dana yang mengalir kembali ke AS karena faktor keamanan dan stabilitas. Selain itu, ancaman tarif perdagangan terus muncul, seperti yang baru-baru ini terjadi dengan Meksiko, Kanada, dan bahkan Uni Emirat Arab (UAE)," ujar Iman.
Iman menyoroti kebijakan suku bunga The Federal Reserve (the Fed) atau bank sentral AS yang masih bertahan di level tinggi lebih lama dari yang diharapkan. Sebelumnya, sempat ada ekspektasi bahwa suku bunga akan mulai turun. Selain itu, kebijakan Bank of Korea yang memangkas suku bunga ke 2,75% pada Februari 2025, yang merupakan level terendah sejak Agustus 2022, turut mempengaruhi pergerakan IHSG.
Sisi Domestik
"Dari pembaruan terakhir yang saya lihat, kemungkinan The Fed hanya akan menurunkan suku bunga sekali tahun ini. Kita tahu bahwa suku bunga sangat berpengaruh terhadap pasar saham dan instrumen ekuitas. Jika suku bunga di AS tetap tinggi, investor cenderung memilih aset yang lebih aman," tambahnya.
Dari sisi domestik, Iman menuturkan, turunnya peringkat pasar saham Indonesia oleh Morgan Stanley serta laporan keuangan emiten yang berada di bawah ekspektasi juga menjadi faktor yang menekan IHSG.
Iman mencatat, saat ini sekitar 40% dari investor di pasar saham Indonesia berasal dari luar negeri. Jika tekanan terus berlanjut, dampaknya akan semakin besar, terutama karena sekitar 40% dari 60% investor domestik merupakan investor ritel.
“Dulu, mayoritas investor di pasar saham adalah domestik dan ritel, sehingga saat terjadi penurunan, pasar bisa cepat pulih. Sekarang, dengan banyaknya investor ritel yang mulai keluar, situasi menjadi lebih sulit,” ujar Iman.
Di sisi lain, arus modal asing yang terus keluar dari pasar saham Indonesia juga menjadi faktor yang membebani. Per 27 Februari 2025, nilai jual bersih (net sell) asing telah mencapai Rp 17,2 triliun secara ytd.
Advertisement
