Kondisi pasar modal yang carut marut sejak pekan lalu membuat PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk (AISA) menunda rencana penawaran umum perdana saham (Initial Public Offering/IPO) anak usahanya yaitu PT Bumiraya Investindo, yang sebelumnya dijadwalkanpada tahun ini.
Direktur Utama PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk Stefanus Joko Mogoginta mengatakan, penundaan aksi korporasi tersebut akan tertunda sampai iklim investasi mengalami perbaikan.
"Kita tunda dulu, tidak jadi di kuartal III 2013, ya kita tunda sampai iklim investasinya membaik," katanya usai menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (30/8/2013).
Terkait besarnya saham yang akan dilepas, Stefanus mengaku belum ditetapkan. Pasalnya, belum ada pembicaraan tingkat direksi. Selain itu, hal itu juga belum dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Semua ini masih lisan, belum ada pembicaraan mengenai jumlah dana dan belum dibicarakan ke pihak otoritas (OJK dan BEI), kami masih mengkaji hal ini," tuturnya
Selain itu, melemahnya rupiah juga berpengaruh pada perusahaan produsen makanan ringan tersebut. Dengan adanya pelemahan rupiah membuat biaya produksi meningkat hingga 15%. (Pew/Ndw)
Direktur Utama PT Tiga Pilar Sejahtera Food Tbk Stefanus Joko Mogoginta mengatakan, penundaan aksi korporasi tersebut akan tertunda sampai iklim investasi mengalami perbaikan.
"Kita tunda dulu, tidak jadi di kuartal III 2013, ya kita tunda sampai iklim investasinya membaik," katanya usai menghadiri Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) di Hotel Ritz Carlton, Jakarta, Kamis (30/8/2013).
Terkait besarnya saham yang akan dilepas, Stefanus mengaku belum ditetapkan. Pasalnya, belum ada pembicaraan tingkat direksi. Selain itu, hal itu juga belum dilaporkan ke Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
"Semua ini masih lisan, belum ada pembicaraan mengenai jumlah dana dan belum dibicarakan ke pihak otoritas (OJK dan BEI), kami masih mengkaji hal ini," tuturnya
Selain itu, melemahnya rupiah juga berpengaruh pada perusahaan produsen makanan ringan tersebut. Dengan adanya pelemahan rupiah membuat biaya produksi meningkat hingga 15%. (Pew/Ndw)