Liputan6.com, Berlin Berlin International Film Festival, atau Berlinale, baru saja rampung digelar pada 21 Februari waktu setempat. Dalam ajang akbar perfilman yang digelar di ibukota Jerman ini, sejumlah sineas mendapat penghargaan atas film mereka yang dipertontonkan dalam festival bergengsi ini.Â
Salah satu peraih penghargaan adalah sineas asal Israel, Udi Aloni. Aloni memenangkan Panorama Audience Award sebagai Film Fiksi Terbaik yang dipilih penonton.
Advertisement
Selain kemenangannya ini, Aloni juga menjadi perbincangan di media karena secara terbuka mengkritik keras pemerintahan negaranya sendiri. Dikutip dari Independent, Senin (22/2/2016), Â ia menyebut bahwa pemerintah Israel sebagai rezim yang fasis. Ia juga mendorong pemerintahan Jerman untuk menghapus dukungan militer terhadap pemerintahan Zionis.
Baca Juga
Aloni menekankan bahwa pernyataannya yang bernada politis ini tak dialamatkan pada negaranya yang ia cintai, melainkan pemerintah Israel. "Berbeda dengan Perdana Menteri yang menyebarkan kebencian, filmku menyebarkan cinta dan hidup selaras bersama-sama," katanya pada Channel 10 News yang dikutip Independent.
Film garapan Aloni, Junction 48, memang tergolong unik. Film berbahasa Arab ini merupakan kolaborasi antara sineas Israel dan Palestina, yang biasanya dikenal sebagai musuh bebuyutan. Pemain yang tampil, mayoritas berasal dari Palestina.
Junction 48 menceritakan seorang rapper asal Palestina dan kekasihnya yang tinggal di kota Lod yang terletak dekat dengan Tel Aviv. Kota yang dihuni orang Israel maupun Palestina ini, sampai beberapa waktu lalu dikenal sebagai pusat peredaran narkoba di Timur Tengah.
Sang rapper Palestina, digambarkan menggunakan musik sebagai bentuk perlawanan atas penjajahan Israel dan tekanan kriminalitas di kotanya.
Samar Qupty, salah satu aktris dalam film ini, menyebutkan bahwa sangat mudah bagi para penduduk Palestina untuk mengidentifikasi diri mereka dengan para tokoh di film ini. Baginya film ini sangat revolusioner, karena tak menampilkan penduduk Palestina dengan cara yang biasanya dilakukan.
"Kami merepresentasi diri kami sendiri, lewat sebuah generasi yang tak mencoba untuk membuktikan apa pun pada siapa pun. Kami menampilkan sendiri soal baik dan buruknya kami," ujar Qupty kepada Reuters. (Rtn)
Â