Liputan6.com, Jakarta Bila berbicara soal prestasi Indonesia di Olimpiade, mungkin orang dengan cepat menunjuk pada medali emas cabang bulu tangkis tunggal putra-putri yang diraih Susi Susanti dan Alan Budikusuma.
Prestasi luar biasa ini mungkin membuat orang lupa bahwa dalam penyelenggaraan Olimpiade sebelumnya, tiga Srikandi Indonesia berhasil mempersembahkan medali perak Olimpiade pertama untuk Indonesia sepanjang sejarah.
Ketiganya adalah Nurfitriyana Saiman, Lilies Handayani, dan Kusuma Wardhani, atlet panahan yang berangkat ke Olimpiade Seoul tahun 1988.
Advertisement
Tak familiar dengan ketiganya? Tak perlu repot membongkar dokumentasi dari tahun 80-an untuk mengetahui sepak terjang mereka di Olimpiade. Film 3 Srikandi, yang akan rilis pada 4 Agustus 2016, akan memberikan sekilas gambaran mengenai hal ini.
Baca Juga
Tiga aktris muda Indonesia akan menghidupkan kembali ketiga atlet tadi ke atas layar. Dalam film ini, masing-masing karakter diberi kepribadian dan berbagai latar belakang yang berbeda.
Nurfitriyana Saiman (Bunga Citra Lestari), yang paling dewasa di antara ketiganya, tidak diizinkan sang ayah untuk menekuni panahan. Kusuma Wardhani (Tara Basro) yang paling tenang, adalah atlet Makassar yang tak berasal dari keluarga berada. Dibanding mengangkat busur, ayah Kusuma ingin agar anaknya menjadi PNS saja.
Sementara Lilies Handayani (Chelsea Islan), atlet Surabaya yang ceriwis dan sedikit kekanakan, tak punya masalah dengan panah dan orangtuanya. Hanya saja, sang ibu mati-matian melarang hubungannya dengan sang kekasih, Denny (Mario Irwinsyah).
Ketiganya dipertemukan dengan Donald Pandiangan, "Robin Hood Indonesia" yang menghilang setelah pergolakan politik membuatnya gagal dikirim ke Olimpiade. Donald menerima permintaan untuk melatih ketiga pemanah putri ini dengan satu syarat, yakni hanya menggunakan metode khusus miliknya.
3 Srikandi, Bukan Film Serius
Film 3 Srikandi, digarap oleh sutradara yang selama ini banyak mengerjakan iklan dan videoklip, Iman Brotoseno. Ini adalah film panjang pertama yang ia garap. Ternyata, film debutannya ini jauh lebih baik dari sejumlah sutradara yang telah beberapa kali menelurkan film. Tak perlu menyebut "merek", kita bahas saja mengapa.
Yang pertama sekaligus yang paling penting, Iman berhasil membuat film ini sebagai tontonan yang menarik. Dari trailernya, 3 Srikandi terlihat seperti film "serius", atau setidaknya penuh drama yang memperlihatkan patriotisme anak bangsa di negeri orang.
Namun kenyataannya, justru sebaliknya. Film ini termasuk ringan, bahkan lucu, dengan takaran drama yang cukup pas.
Sumber kekocakan dalam film ini adalah hubungan antara Donald Pandiangan dengan anak-anak didiknya. Tiga Srikandi dalam film ini, bisa tampil dengan gagah saat beraksi dengan busurnya, atau kocak saat berhadapan dengan pelatihnya.
Yang menarik, adalah kekayaan detail-detail yang dimasukkan dalam film ini, termasuk mengenai olahraga panahan. Tak hanya itu, latar tahun 80-an juga hidup kembali di film ini. Misalnya lewat celetukan "sepokat" (sepatu), atau kemunculan idola di zaman itu, Onky Alexander, yang mungkin akan membawa tawa buat yang mengenalnya.
Tak hanya itu, Iman mampu membuat akting para pemain dalam film saling bersenyawa, atau bahasa kerennya memiliki chemistry. Yang paling menonjol, adalah dinamika hubungan antara Lilies yang diperankan Chelsea Islan dan Donald yang dimainkan Reza Rahadian. Tak hanya saat beradu akting, secara individual keduanya juga memberikan penampilan prima.
Karakter Lilies dalam 3 Srikandi, bisa dibilang salah satu penampilan terbaik dari Chelsea Islan. Ia muncul seperti petasan banting, berisik, meledak-ledak, intinya susah untuk dihiraukan. Yang menarik dari karakter ini, Chelsea berhasil menempilkan dialek Jawa Timur yang cukup meyakinkan dan mampu ia tampilkan dengan konsisten. Tak ada yang aneh saat kata mecucu atau keblasuk berhamburan dari mulutnya.
Soal kemampuan akting Reza Rahadian, tak ada yang perlu disangsikan lagi. Ia mampu menghidupkan karakter ini dengan sangat meyakinkan, bahkan lewat gerakan tubuh yang kecil sekalipun. Bersama Donny Damara, ia berhasil mengeksekusi adegan emosional, hingga terasa begitu alami.
Namun jelas 3 Srikandi bukan tanpa kelemahan. Ada beberapa lubang yang sedikit mengganggu dalam film ini. Yang pertama, penonton tak diberi satu penjelasan yang meyakinkan mengapa Lilies bisa sampai dipilih Donald dalam squad Merah Putih. Karena sejak awal, Lilies lebih banyak digambarkan sebagai atlet membandel pada pelatihnya. Kisah asmara Kusuma dengan pelatih Adang Ajiji (Detri Warmanto), juga terasa sedikit terburu-buru, sehingga terasa tak begitu dalam.
Sementara perkembangan masalah dan karakter Nurfiriyana, juga seperti timbul dan tenggelam sepanjang film. Di bagian pertengahan film, karakter ini sempat didekatkan secara personal dengan tokoh Donald. Mungkin tujuannya, adalah memberikan dimensi lain dari karakter Donald Pandiangan. Tapi sequence ini ternyata tak menimbulkan kesan kuat maupun memiliki pengaruh besar terhadap alur film. Dipotong pun, sebenarnya tak terlalu bermasalah.
Untungnya, hal-hal ini bukan perkara fatal yang lantas membuat 3 Srikandi menjadi tak layak tonton. Justru sebaliknya, 3 Srikandi adalah salah satu film Indonesia yang sangat sayang untuk dilewatkan.
Advertisement