Liputan6.com, Jakarta Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman menemukan adanya ketidaksesuaian dalam pengemasan minyak goreng merek Minyakita. Dia mendapati ada volume Minyakita tak sampai 1 liter.
Hal tersebut ditemukan Andi Amran Sulaiman di Pasar Jaya Lenteng Agung, Jakarta Selatan. Padahal pada kemasan Minyakita tertera volumenya sebanyak 1 liter. Setelah dihitung, hanya terdapat 750-800 mililiter.
Advertisement
Baca Juga
Ekonom sekaligus Direktur Ekonomi CELIOS, Nailul Huda, menilai kasus ketidaksesuaian volume dalam kemasan minyak goreng Minyakita menjadi perhatian serius karena berdampak langsung pada daya beli masyarakat, terutama kalangan menengah ke bawah.
Advertisement
"Kasus ketidaksesuaian volume di kemasan Minyakita merugikan masyarakat, terutama bagi masyarakat kelas menengah ke bawah. Mereka membutuhkan pasokan Minyakita untuk kebutuhan sehari-hari, baik untuk penggunaan pribadi maupun usaha," kata Huda kepada Liputan6.com, Minggu (9/3/2025).
Butuh Biaya Lagi
Menurutnya, dengan adanya korupsi volume Minyakita ini memaksa masyarakat untuk membeli lebih banyak dari yang seharusnya, sehingga pengeluaran mereka meningkat tanpa mendapatkan nilai yang sesuai.
"Ketika ada ketidaksesuaian volume, maka mereka pasti membeli dengan jumlah yang lebih banyak dibandingkan yang seharusnya. Artinya, ada penghasilan yang mereka keluarkan lebih untuk membeli Minyakita sesuai dengan kebutuhan. Padahal, penghasilan tersebut bisa digunakan untuk membeli barang kebutuhan lainnya," ujarnya.
Dampak pada Daya Beli Masyarakat
Minyakita merupakan salah satu kebutuhan pokok yang digunakan baik untuk konsumsi rumah tangga maupun usaha kecil.
Ketika volume minyak dalam kemasan tidak sesuai, masyarakat harus mengeluarkan lebih banyak uang untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini mengurangi daya beli mereka untuk kebutuhan lain, seperti bahan makanan, pendidikan, atau transportasi.
"Maka dari itu, daya beli masyarakat tidak optimal karena ada ketidaksesuaian volume Minyakita," ujar Huda.
Huda mencontohkan, jika harga Minyakita ditetapkan sebesar Rp15.700 per liter, sementara volume yang hilang dalam setiap kemasan adalah 250 ml, maka masyarakat mengalami kerugian sekitar Rp3.925 per liter. Dengan harga rata-rata nasional yang lebih tinggi, yaitu Rp17.200 per liter, kerugian masyarakat bisa mencapai Rp4.300 per liter.
"Jika menggunakan rata-rata harga nasional (Rp17.200 per liter), kerugian yang didapatkan masyarakat sebesar Rp4.300 per liter," jelasnya.
Dalam skala nasional, ketidaksesuaian volume ini memberikan keuntungan besar bagi pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Dengan kebutuhan minyak goreng mencapai 170 ribu ton per bulan, estimasi keuntungan yang didapatkan dari selisih volume ini berkisar antara Rp667,25 miliar hingga Rp731 miliar setiap bulan.
"Dengan kebutuhan mencapai 170 ribu ton per bulan, pemburu rente mendapatkan keuntungan sebesar Rp667,25 miliar-Rp731 miliar setiap bulannya," katanya.
Advertisement
Perlunya Pengawasan Ketat dan Ganti Rugi
Maka Pemerintah perlu melakukan pengawasan yang lebih ketat dalam seluruh rantai produksi dan distribusi Minyakita. Hal ini juga berlaku untuk produk-produk lain di bawah kebijakan pemerintah, seperti BBM Pertamax dan Pertalite.
"Pemerintah perlu pengawasan lebih ketat dalam produksi hingga distribusi produk-produk kebijakan. BBM Pertamax dan Pertalite, hingga Minyakita perlu pengawasan lebih ketat," ujarnya.
Selain itu, pihak yang terlibat dalam praktik curang ini harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Pemerintah juga memiliki kewajiban untuk mengganti kerugian yang dialami masyarakat akibat ketidaksesuaian volume Minyakita.
Tanpa langkah tegas, kejadian serupa bisa terus berulang, merugikan masyarakat, serta melemahkan kepercayaan publik terhadap kebijakan pemerintah dalam mengelola kebutuhan dasar.
"Semua yang terlibat harus dihukum sesuai dengan hukum yang berlaku. Selain itu, pemerintah WAJIB mengganti kerugian yang dialami oleh masyarakat sebagai konsumen," pungkasnya.
