Liputan6.com, Jakarta - Little Women diadaptasi dari novel legendaris karya Louisa May Alcott. Novel ini kali pertama diterbitkan pada 1868. Berganti abad, cerita Little Women menjadi rujukan klasik bagi para sastrawan populer termasuk J.K Rowling.
Gretta Gerwig yang kita kenal lewat film Lady Bird, menulis ulang Little Women lalu ditembakkan ke layar lebar. Ini bukan kali pertama, Liitle Women difilmkan. Pada 1994, Gillian Amstrong pernah memfilmkan Little Women dengan bintang Winona Ryder dan Susan Sarandon.
Advertisement
Baca Juga
Film ini diganjar 3 nominasi Oscar untuk Pemeran Utama Wanita (Winona Ryder), Tata Musik, dan Kostum Terbaik. Di tangan Greta Gerwig, di luar dugaan Little Women menjadi lebih dahsyat.
Tetap Ngepop, Tetap Romantis
Di bursa Oscars awal tahun ini, Little Women diganjar 6 nominasi termasuk Film Terbaik. Saoirse Ronan bersaing di kategori Pemeran Utama Wanita sementara masuknya Florence Pugh di kategori Pemeran Pendukung Wanita konon menyebabkan Jennifer Lopez (Hustlers) gagal jadi nomine.
Polesan Greta tak lantas menjadikan Little Women sok eksentrik hingga tak mudah dinikmati publik. Little Women tetap ngepop, tak kehilangan hawa romantis, namun tetap menghangatkan batin. Seperti apa kisahnya?
Bagi pembaca novel Little Women tentu paham, film ini mengisahkan pasangan Father (Bob) dan Marmee March (Laura) yang memiliki 4 anak perempuan yakni Jo (Saoirse), Meg (Emma), Amy (Florence), dan Beth (Eliza).
Advertisement
Kepergian Beth
Jo mengadu nasib ke New York sebagai guru sambil sesekali menyalurkan hobi menulis. Ia mengajukan tulisan kepada editor Dashwood (Tracy). Honor menulis digunakan untuk menyambung hidup dan membantu perekonomian keluarga. Mengingat, Marmee berjuang sendiri karena Father dikirim ke medan tempur. Suatu saat, Jo mengenal Friedrich (Louis), seorang pencinta seni yang mengkritik tulisannya. Tak terima, hubungan Jo dan Friedrich memburuk.
Marmee mengabari Jo, kondisi Beth yang terjangkit demam berdarah memburuk. Jo mudik. Amy tak ada di rumah karena menenami Aunty March (Meryl) melakukan perjalanan ke Eropa. Sementara Meg telah berumah tangga dengan John (James) dan punya dua anak. Meg hidup susah.
Saat kesehatannya memburuk, Beth meminta Jo untuk tetap menulis. Beth tutup usia. Tragedi ini pukulan bagi Jo sekeluarga. Momen pedih ini membuat Jo berani menentukan sikap termasuk merespons hubungannya dengan Laurie (Timothee).
Daya Tarik Yang Sulit Dilawan
Kisah Little Women sangat klasik. Tentang kebaikan yang berbalas, cinta yang tak terbalas, romantika keluarga dan kesepian di tengah keramaian. Yang membuat film ini tak biasa, Greta menyajikan kehidupan keluarga March dalam dua fase. Kedua fase ini dibedakan lewat tone warna yang digunakan Greta.
Yang kebiruan menggambarkan Jo di masa sekarang. Yang kekuningan, adalah peristiwa masa lampau yang membentuk kepribadian para tokoh di masa kini. Dengan menandai tone warna, Anda tak akan bingung menikmati sajian Greta. Daya Tarik lain terletak pada pemilihan pemain.
Saoirse Ronan yang menjadi nominee Oscars lewat Lady Bird tampil energik. Emosi Jo tertuang dalam sudut pandangnya terhadap posisi wanita di era klasik yang ujung-ujungnya menikah. Wanita seolah tak berhak bermimpi. Jo menerobos pandangan ini meski konsekuensinya berjibaku melawan sepi. Konflik dengan sejumlah lelaki termasuk adik-adiknya sendiri menjadikan Jo daya tarik yang sulit dilawan.
Advertisement
Florence Versus Jennifer Lopez
Perlawanan datang dari Amy. Dimainkan dengan apik oleh Florence, Amy kutub lain yang mencerminkan ketidakasyikan menjadi anak tengah. Selalu dibayangi dominasi kakak kandung, selalu dikasihani dan dianggap tak bisa mandiri. Karakter Amy adalah matahari kedua di rumah March.
Ia simbol ego, ingin memanjat kakak sendiri lalu bersinar, tak mau dibayangi siapa pun dalam karier maupun cinta. Florence satu-satunya kompetitor Jo. Sejujurnya, jika dibandingkan dengan Jennifer Lopez sebagai Ramona dalam Hustlers, kekuatan keduanya berimbang.
Hanya aura Jennifer Lopez lebih kuat ketimbang Florence. Mengingat, aura utama Little Women kadung dipegang sepenuhnya oleh Saoirse Ronan. Apa boleh buat, Oscars punya selera dan pertimbangan sendiri.
Kekuatan Tata Kostum
Kekuatan lain Little Women terletak pada keterampilan penyunting gambar dalam menyusun garis waktu di dunia keluarga March. Adegan dari dua waktu berbeda disusun berdampingan, menghasilkan gradasi warna dan pertautan cerita yang rapi.
Terima kasih untuk Nick Houy yang sayangnya tak dilirik Oscars. Dari semua elemen teknis Little Women, yang paling unggul tentu saja kostum. Tak sekadar mewakili zaman, Jackqueline Durran memperlihatkan keterampilan memilih warna dan detail yang mampu menonjolkan watak para tokoh.
Yang paling kentara, saat pesta dansa di mana Meg benar-benar bagai seorang Princess meski kehidupannya berbalik arah. Menjadi ironi. Pun ketika nasib mengubah hidup Amy, terlihat jelas metamorfosisnya dari gadis rumahan melarat menjadi ningrat dengan jiwa seni di luar perkiraan penonton.
Advertisement
Adaptasi Terbaik Tahun Ini
Little Women tak akan jadi film terbaik Oscars tahun ini. Namun ia berpeluang menang Skenario Adaptasi atau Tata Kostum Terbaik. Little Women salah satu naskah adaptasi terbaik tahun ini. Dengan biaya produksi 40 juta dolar AS, ia telah mengumpulkan 165 juta dolar AS dari seluruh dunia.
Beginilah mestinya film kelas Oscar dibuat. Apik sekaligus memuaskan selera sebanyak mungkin orang. Dibandingkan dengan karya Greta sebelumnya, Lady Bird, Little Women jauh lebih berkelas. Ia menyiratkan optimisme dan terasa relevan meski novelnya diterbitkan 150 tahun yang lalu.
Pemain: Saoirse Ronan, Emma Watson, Florence Pugh, Eliza Scanlen, Laura Der, Bob Odenkrik, Timothee Chalamet, James Norton, Tracy Letts, Louis Garrel
Produser: Amy Pascal, Denise Di Novi, Robin Swicord
Sutradara: Greta Gerwig
Penulis: Greta Gerwig
Produksi: Columbia Pictures, Regency, Pascal Pictures
Durasi: 2 jam, 15 menit